26.6 C
Medan
Saturday, May 11, 2024

Terungkap, Kemenag Ingin Suap Komisi VIII

Kementrian Agama RI
Kementrian Agama RI

JAKARTA, SUMUTPOS.CO- Seorang anggota DPR membeberkan kebobrokan Kementerian Agama (Kemenag) menjelang Hari Raya Idul Fitri. Ada tawaran dana tunjangan hari raya (THR) Rp5 miliar kepada anggota Komisi VIII dengan harapan tidak melakukan pemotongan ongkos naik haji atau biaya pelaksanaan ibadah haji (BPIH).

Menurut anggota Komisi VIII yang tak ingin dikorankan namanya itu, jelang lebaran tahun 2015 ini justru ada isu beredar, para anggota DPR menolak dana Rp5 miliar per kepala yang disodorkan mitra kerjanya.

“Dalam rapat pembahasan ongkos naik haji di Kopo, Puncak, Jawa Barat, sekitar bulan Maret lalu,  jajaran Kemenag yang hadir menawari kami Rp5 miliar per anggota agar menolak penurunan biaya haji. Kami semua kaget dan marah, sampai bahasa binatang pun keluar semua. Sejak saat itu Komisi VIII dan Kemenag musuhan sampai sekarang,” papar  sumber tersebut kepada INDOPOS, Senin (6/7).

Dia juga mengatakan, anggota Komisi VIII periode ini serius ingin membereskan permasalahan haji yang akut di  Indonesia. Semua anggota Komisi VIII yang menolak itu sepakat tidak ingin main-main  dalam persoalan haji.

“Banyak jalan lah dapat rezeki, tapi tidak dengan merugikan umat seperti ini,” tegas sumber yang berasal dari Partai Amanat Nasional (PAN) itu.

Sumber ini menambahkan lagi, ketika Presiden Jokowi mengatakan bahwa pemerintah berhasil menurunkan BPIH, membuat DPR marah karena yang menurunkan BPIH adalah  Komisi VIII DPR, sementara pemerintah terus berupaya menahan, bahkan menaikan, ongkos naik haji.

“Inilah  makanya banyak anggota yang marah, kita yang kerja menurunkan BPIH kok pemerintah klaim berhasil turunkan. Mereka (pemerintah, red) kan terus berupaya mempertahankan, bahkan menaikan BPIH kok,” tuturnya.

Dia juga  menceritakan bahwa jajaran Kementerian Agama bermain  di semua level proses haji mulai dari catering, transportasi sampai pemondokan.

“Untuk transportasi saja, kita dapat jawaban dari Garuda bahwa biaya pulang pergi itu bisa murah, tapi mereka (pihak Kemenag, red) tidak mau menurunkan, jadinya Garuda yah ikut saja,” imbuhnya.

Dia juga mengklaim, Komisi VIII memiliki bukti terkait  permainan biaya catering. Dalam anggaran itu, jelasnya, ditetapkan anggaran untuk makan jemaah  haji selama di Madinah 8 hari, satu kali makan 12 real. Padahal pihak catering hanya meminta untuk setiap kali makan jemaah haji itu 5 real.

“12 real itu terlalu mahal, bagi semua orang yang pernah ke tanah suci, pasti tahu, maka disana di sebuah restoran saja harganya rata-rata 8-10 real. Itu sudah makanan dengan penuh daging, salad, roti, nasi dan minum. Kalau jemaah haji Indonesia membayar 12 real untuk nasi sama telur yang biasa disuguhkan, yah kemahalan,” urai sumber.

Dia mengingatkan ada potensi mark up untuk masalah catering saja sebesar Rp100 miliar tiap tahunnya. “Jadi di Madinah itu jemaah tinggal  8 hari, dikalikan 3 kali makan, dikalikan 7 real potensi mark up setiap kali makan dikalikan sekitar 200 ribu jemaah, itu sama dengan 33.600.000 ribu real dikalikan kurs real sekitar Rp3.000, maka ada potensi kerugian sekitar Rp100 miliar,” ucapnya.

Mafia haji ini, kata dia,  begitu kuat, sehingga orang-orang yang ingin membenahi sistem pelayanan haji, seperti halnya mantan Dirjen PHU, Anggito Abimanyu pun harus terdepak dari upayanya membenahi haji.

Anggota Komisi VIII DPR RI lainnya, Lalu Gede Syamsul Mujarab  mengaku  mencium adanya praktik kotor yang bisa mengatur dan merubah daftar tunggu keberangakatan dengan biaya Rp5-10 juta.

“Komisi VIII mencium adanya dugaan permainan dalam daftar tunggu keberangkatan haji. Dengan uang Rp 5-10 juta, seorang calon haji bisa memajukan daftar keberangkatannya,” ujar Gede.

Menurut Gede, dia tidak yakin sistem yang dibuat mampu mengatasi permainan ini karena pada praktiknya hal ini bisa tercium. “Sistem ini kan yang buat juga manusia, jadi yah masih bisa diubah. Di kemenag ini, orang cuma tidak berani mengubah isi Alquran saja,” tegasnya.

Dia juga mencium jika ongkos mendorong daftar tunggu itu bisa  menjadi lebih besar untuk peserta haji plus. “Jadi kalau haji biasannya ongkosnya Rp5-10 juta, haji plus mungkin bisa Rp20 juta,” tegasnya. (aen/jpnn/rbb)

Kementrian Agama RI
Kementrian Agama RI

JAKARTA, SUMUTPOS.CO- Seorang anggota DPR membeberkan kebobrokan Kementerian Agama (Kemenag) menjelang Hari Raya Idul Fitri. Ada tawaran dana tunjangan hari raya (THR) Rp5 miliar kepada anggota Komisi VIII dengan harapan tidak melakukan pemotongan ongkos naik haji atau biaya pelaksanaan ibadah haji (BPIH).

Menurut anggota Komisi VIII yang tak ingin dikorankan namanya itu, jelang lebaran tahun 2015 ini justru ada isu beredar, para anggota DPR menolak dana Rp5 miliar per kepala yang disodorkan mitra kerjanya.

“Dalam rapat pembahasan ongkos naik haji di Kopo, Puncak, Jawa Barat, sekitar bulan Maret lalu,  jajaran Kemenag yang hadir menawari kami Rp5 miliar per anggota agar menolak penurunan biaya haji. Kami semua kaget dan marah, sampai bahasa binatang pun keluar semua. Sejak saat itu Komisi VIII dan Kemenag musuhan sampai sekarang,” papar  sumber tersebut kepada INDOPOS, Senin (6/7).

Dia juga mengatakan, anggota Komisi VIII periode ini serius ingin membereskan permasalahan haji yang akut di  Indonesia. Semua anggota Komisi VIII yang menolak itu sepakat tidak ingin main-main  dalam persoalan haji.

“Banyak jalan lah dapat rezeki, tapi tidak dengan merugikan umat seperti ini,” tegas sumber yang berasal dari Partai Amanat Nasional (PAN) itu.

Sumber ini menambahkan lagi, ketika Presiden Jokowi mengatakan bahwa pemerintah berhasil menurunkan BPIH, membuat DPR marah karena yang menurunkan BPIH adalah  Komisi VIII DPR, sementara pemerintah terus berupaya menahan, bahkan menaikan, ongkos naik haji.

“Inilah  makanya banyak anggota yang marah, kita yang kerja menurunkan BPIH kok pemerintah klaim berhasil turunkan. Mereka (pemerintah, red) kan terus berupaya mempertahankan, bahkan menaikan BPIH kok,” tuturnya.

Dia juga  menceritakan bahwa jajaran Kementerian Agama bermain  di semua level proses haji mulai dari catering, transportasi sampai pemondokan.

“Untuk transportasi saja, kita dapat jawaban dari Garuda bahwa biaya pulang pergi itu bisa murah, tapi mereka (pihak Kemenag, red) tidak mau menurunkan, jadinya Garuda yah ikut saja,” imbuhnya.

Dia juga mengklaim, Komisi VIII memiliki bukti terkait  permainan biaya catering. Dalam anggaran itu, jelasnya, ditetapkan anggaran untuk makan jemaah  haji selama di Madinah 8 hari, satu kali makan 12 real. Padahal pihak catering hanya meminta untuk setiap kali makan jemaah haji itu 5 real.

“12 real itu terlalu mahal, bagi semua orang yang pernah ke tanah suci, pasti tahu, maka disana di sebuah restoran saja harganya rata-rata 8-10 real. Itu sudah makanan dengan penuh daging, salad, roti, nasi dan minum. Kalau jemaah haji Indonesia membayar 12 real untuk nasi sama telur yang biasa disuguhkan, yah kemahalan,” urai sumber.

Dia mengingatkan ada potensi mark up untuk masalah catering saja sebesar Rp100 miliar tiap tahunnya. “Jadi di Madinah itu jemaah tinggal  8 hari, dikalikan 3 kali makan, dikalikan 7 real potensi mark up setiap kali makan dikalikan sekitar 200 ribu jemaah, itu sama dengan 33.600.000 ribu real dikalikan kurs real sekitar Rp3.000, maka ada potensi kerugian sekitar Rp100 miliar,” ucapnya.

Mafia haji ini, kata dia,  begitu kuat, sehingga orang-orang yang ingin membenahi sistem pelayanan haji, seperti halnya mantan Dirjen PHU, Anggito Abimanyu pun harus terdepak dari upayanya membenahi haji.

Anggota Komisi VIII DPR RI lainnya, Lalu Gede Syamsul Mujarab  mengaku  mencium adanya praktik kotor yang bisa mengatur dan merubah daftar tunggu keberangakatan dengan biaya Rp5-10 juta.

“Komisi VIII mencium adanya dugaan permainan dalam daftar tunggu keberangkatan haji. Dengan uang Rp 5-10 juta, seorang calon haji bisa memajukan daftar keberangkatannya,” ujar Gede.

Menurut Gede, dia tidak yakin sistem yang dibuat mampu mengatasi permainan ini karena pada praktiknya hal ini bisa tercium. “Sistem ini kan yang buat juga manusia, jadi yah masih bisa diubah. Di kemenag ini, orang cuma tidak berani mengubah isi Alquran saja,” tegasnya.

Dia juga mencium jika ongkos mendorong daftar tunggu itu bisa  menjadi lebih besar untuk peserta haji plus. “Jadi kalau haji biasannya ongkosnya Rp5-10 juta, haji plus mungkin bisa Rp20 juta,” tegasnya. (aen/jpnn/rbb)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/