26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

MUI Sayangkan Pemblokiran 11 Situs Islam

Fajri Achmad NF / Bandung Ekspres Deklarasi anti berita Hoax di Dago Car Free Day (CFD), Jalan Ir. H. Djuanda, Kota Bandung, Minggu (8/1). Kegiatan yang digelar oleh Indonesia Hoax Buster (IHB) Bandung ini mensosialisasikan kepada masyarakat pengguna internet untuk dapat memilih berita dengan bijak.
Fajri Achmad NF / Bandung Ekspres
Deklarasi anti berita Hoax di Dago Car Free Day (CFD), Jalan Ir. H. Djuanda, Kota Bandung, Minggu (8/1). Kegiatan yang digelar oleh Indonesia Hoax Buster (IHB) Bandung ini mensosialisasikan kepada masyarakat pengguna internet untuk dapat memilih berita dengan bijak.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memblokir sebelas situs Islam yang diduga membaut konten radikal. Kebijakan ini disayangkan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Kominfo diharapkan membuka ruang dialog sebelum vonis blokir dijatuhkan.

Sikap MUI itu disampaikan Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Saadi di Jakarta, Senin (9/1). Mantan ketua umum Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) itu mendukung program perang kepada situs penyebar kabar bohong alias hoax. “Tapi yang ini beda,’’ katanya.

Menurut Zainut situs itu diblokir atas tuduhan menyebarkan paham keagamaan radikal. Zainut mengatakan, Kominfo seharusnya membuka dialog dengan sejumlah pihak sebelum menetapkan sebuah situs menjadi penyebar paham keagamaan radikal. Bahkan menurutnya, upaya Kominfo itu harus bisa dibuktikan secara hukum. Menurutnya sebuah paham keagamaan itu radikal atau tidak, bisa didiskusikan.

Menurutnya, pemblokiran sebelas website itu berpotensi mengundang reaksi umat Islam. Sebab isu keagamaan sangat sensitif. Kominfo diharapkan bisa menjelaskan ke publik kriteria-kriteria paham keagamaan radikal itu seperti apa saja. Sehingga masyarakat bisa menerima kebijakan pemblokiran itu.

Zainut mengatakan, pemblokiran secara sepihak oleh Kominfo merupakan langkah mundur dalam pembangunan sistem demokrasi. Dia berharap ke depan pemblokiran dilakukan melalui proses hukum. ’’Semua berangkat bahwa negara ini adalah negara hukum. Bukan pendekatan kekuasaan,’’ katanya.

Dia menjelaskan tidak semua situs yang membawa paham radikal, mengarah pada aksi atau tindakan terorisme. Dia mempertanyakan di jagat media online, juga banyak website agama non-Islam yang menyebarkan paham radikal. ’’Kenapa hanya Islam radikal yang diblokir,’’ tandasnya.

Wakil Ketua Komisi VIII (bidang keagamaan) DPR Sodik Mudjahid mengatakan keprihatinan di sebuah negara demokrasi masih ada aksi pemblokiran media online. ’’Ini sama dengan pembredelan media seperti era zaman orde baru,’’ katanya.

Dia berharap pemerintah lebih dewasa dan cerdas dalam merespon keberadaan situs-situs yang diduga memuat konten keagamaan radikal itu. Dia mendukung upaya pendekatan pencegahan atau persuasi, ketimbang sebentar-sebentar ada pemblokiran.

Fajri Achmad NF / Bandung Ekspres Deklarasi anti berita Hoax di Dago Car Free Day (CFD), Jalan Ir. H. Djuanda, Kota Bandung, Minggu (8/1). Kegiatan yang digelar oleh Indonesia Hoax Buster (IHB) Bandung ini mensosialisasikan kepada masyarakat pengguna internet untuk dapat memilih berita dengan bijak.
Fajri Achmad NF / Bandung Ekspres
Deklarasi anti berita Hoax di Dago Car Free Day (CFD), Jalan Ir. H. Djuanda, Kota Bandung, Minggu (8/1). Kegiatan yang digelar oleh Indonesia Hoax Buster (IHB) Bandung ini mensosialisasikan kepada masyarakat pengguna internet untuk dapat memilih berita dengan bijak.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memblokir sebelas situs Islam yang diduga membaut konten radikal. Kebijakan ini disayangkan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Kominfo diharapkan membuka ruang dialog sebelum vonis blokir dijatuhkan.

Sikap MUI itu disampaikan Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Saadi di Jakarta, Senin (9/1). Mantan ketua umum Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) itu mendukung program perang kepada situs penyebar kabar bohong alias hoax. “Tapi yang ini beda,’’ katanya.

Menurut Zainut situs itu diblokir atas tuduhan menyebarkan paham keagamaan radikal. Zainut mengatakan, Kominfo seharusnya membuka dialog dengan sejumlah pihak sebelum menetapkan sebuah situs menjadi penyebar paham keagamaan radikal. Bahkan menurutnya, upaya Kominfo itu harus bisa dibuktikan secara hukum. Menurutnya sebuah paham keagamaan itu radikal atau tidak, bisa didiskusikan.

Menurutnya, pemblokiran sebelas website itu berpotensi mengundang reaksi umat Islam. Sebab isu keagamaan sangat sensitif. Kominfo diharapkan bisa menjelaskan ke publik kriteria-kriteria paham keagamaan radikal itu seperti apa saja. Sehingga masyarakat bisa menerima kebijakan pemblokiran itu.

Zainut mengatakan, pemblokiran secara sepihak oleh Kominfo merupakan langkah mundur dalam pembangunan sistem demokrasi. Dia berharap ke depan pemblokiran dilakukan melalui proses hukum. ’’Semua berangkat bahwa negara ini adalah negara hukum. Bukan pendekatan kekuasaan,’’ katanya.

Dia menjelaskan tidak semua situs yang membawa paham radikal, mengarah pada aksi atau tindakan terorisme. Dia mempertanyakan di jagat media online, juga banyak website agama non-Islam yang menyebarkan paham radikal. ’’Kenapa hanya Islam radikal yang diblokir,’’ tandasnya.

Wakil Ketua Komisi VIII (bidang keagamaan) DPR Sodik Mudjahid mengatakan keprihatinan di sebuah negara demokrasi masih ada aksi pemblokiran media online. ’’Ini sama dengan pembredelan media seperti era zaman orde baru,’’ katanya.

Dia berharap pemerintah lebih dewasa dan cerdas dalam merespon keberadaan situs-situs yang diduga memuat konten keagamaan radikal itu. Dia mendukung upaya pendekatan pencegahan atau persuasi, ketimbang sebentar-sebentar ada pemblokiran.

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/