JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Setelah diketahui menyebabkan efek samping Thrombosis thrombocytopenia syndrome (TTS), AstraZeneca akhirnya menarik vaksin Covid-19nya.
Pakar Imunologi Prof dr Iris Rengganis SpPD menyatakan masyarakat Indonesia tidak perlu khawatir akan dampak dari vaksin AstraZeneca yang sudah diterima pada saat pandemi lalu. Selain itu, vaksin ini sudah tidak digunakan di Indonesia sejak tahun lalu.
“Satu tahun (imunitas) sudah hilang. Misalnya enam bulan (setelah divaksin, khasiatnya) sudah menurun,” kata Iris.
Jika ada masyarakat yang mengeluh sakit kepala atau linu setelah berbulan-bulan diimunisasi AstraZeneca, menurut Iris itu bukan karena efek sampingnya. Untuk memastikan lagi dia menyarankan agar konsultasi ke dokter. “Periksa saja. Periksa autoimun, periksa yang lain,” ujarnya.
Iris mengatakan, biasanya vaksin dibuat dalam kurun waktu lebih dari 5 tahun. Namun karena situasi pandemi yang mengharuskan adanya vaksin segera, maka dibuatlah vaksin covid dengan rata-rata memakan waktu 18 bulan.
Menurutnya inilah yang menyebabkan adanya ketidaksempurnaan. “Tapi kalau kita lihat kebaikan, vaksin sangat membantu untuk kita jadi endemi. Tanpa vaksin pandemi mungkin masih banyak,” paparnya.
Iris menyarankan vaksin Covid-19 dari jenis lain. Misalnya vaksin buatan Indonesia seperti Indovac. “Yang penting itu kita terlindung karena sudah vaksin,” bebernya.
Terpisah, Ketua Komisi Nasional Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (Komnas PP KIPI) Prof. Hinky Hindra Irawan Satari mengatakan, tidak ada kejadian TTS karena Vaksin AstraZeneca di indonesia.
Hal ini berdasarkan surveilan aktif yang diakukan. Memang sesuai rekomendasi Badan Kesehatan Dunia (WHO), Komnas KIPI bersama Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan BPOM melakukan surveilans aktif terhadap berbagai macam gejala atau penyakit yang dicurigai ada keterkaitan dengan vaksin Covid-19. Survei dilakukan di 14 rumah sakit di 7 provinsi yang memenuhi kriteria selama lebih dari satu tahun. “Selama setahun, bahkan lebih, kami amati dari Maret 2021 sampai Juli 2022. Kami lanjutkan lebih dari setahun karena tidak ada gejalanya,” tutur Hingky.
Tidak hanya itu, Komnas KIPI melanjutkan beberapa bulan pemantauan dengan tujuan supaya memenuhi kebutuhan jumlah sampel yang dibutuhkan. Namun kasus TTS tidak ditemukan.
Pada kesempatan lain, BPOM juga memberi atensi terhadap kasus ini. Plt Kepala BPOM Rizka Andalucia menyatakan hal senada dengan Hingky. TTS tidak terjadi di Indonesia. Bahkan WHO telah menyatakan bahwa kasus ini sangat langka, yakni kurang dari satu kasus dalam 10.000 kejadian.
Kejadian TTS yang sangat jarang tersebut terjadi pada periode empat sampai dengan 42 hari setelah pemberian dosis vaksin AstraZeneca. “Apabila terjadi di luar periode tersebut, maka kejadian TTS tidak terkait dengan penggunaan vaksin Covid-19 AstraZeneca,” ungkapnya.
Rizka menegaskan jika vaksin jenis ini tidak digunakan dalam program vaksinasi. “Berdasarkan hasil pengawasan dan penelusuran BPOM menunjukkan bahwa saat ini vaksin Covid-19 AstraZeneca sudah tidak beredar di Indonesia,” pungkasnya. (lyn/jpg/ila)