JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Sindikat narkotika terus berupaya meluaskan pasar narkotika di Indonesia. Selain menyasar konsumen baru, Badan Narkotika Nasional (BNN) juga mendeteksi upaya lainnya, yakni narkotika jenis baru. Setidaknya, ada 21 jenis narkotika baru yang ditemukan BNN. Sayangnya, 21 jenis narkotika baru ini belum juga masuk ke undang-undang (UU) 35/2009 tentang narkotika.
Sesuai daftar BNN narkotika baru itu diantaranya, 5-FLUORO AKB 48, MAM 2201, 4APB, BZP, MCPP, TFMPP, Methoxethamin, Ethylone, AB-CHMINACA, AB-FUBINACA, AB-PINACA, FUB-AMB dan CB-13.
Dari 21 jenis tersebut, 10 diantaranya merupakan jenis turunan dari cannabinoid yang merupakan zat yang terdapat dalam ganja. Efeknya, membuat pemakainya berhalusinasi dan terdapat zat beracunnya.
Kepala Humas BNN Kombespol Slamet Pribadi menerangkan, sebenarnya selama ini ada 41 narkotika jenis baru di Indonesia. Namun, 20 diantaranya telah dimasukkan ke lampiran undang-undang narkotika melalui keputusan menteri kesehatan. ”Hanya tinggal 21 narkotika baru ini yang belum masuk,” terangnya.
Dengan belum masuknya, puluhan jenis narkotika baru ini, maka celah hukum ini bisa dimanfaatkan. Sebab, pengedarnya dan pengguna hanya bisa dikenai sanksi ringan dengan dasar undang-undang kesehatan. ”sanksinya ringan sekali untuk yang mengedarkan narkotika ini,” tuturnya.
Dia berharap, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bisa segera memasukkan 21 jenis narkotika baru tersebut ke lampiran UU Narkotika. Sehingga, tidak ada lagi narkotika yang tidak diatur oleh hukum. ”Sekarang sedang diupayakan,” jelasnya.
Pasalnya, selama narkotika ini belum masuk ke UU, maka potensi masyarakat menjadi korban lebih besar. Hal itu dikarenakan pengedar akan gencar untuk mendistribusikan narkotika yang belum masuk UU tersebut. ”Bisa dibilang mumpung sanksinya ringan,” paparnya.
Selain itu, narkotika jenis baru ini juga sulit diidentifikasi secara kasat mata. Artinya, masyarakat tidak bisa membedakan apakah itu narkotika atau tidak. ”Hanya hasil laboratorium yang bisa mengetahui itu narkotika atau tidak,” jelasnya.
Untuk kasus yang terbaru itu, seorang Dandim Makasar yang menggunakan narkotika jenis baru. Dia menjelaskan bahwa tentunya semua itu harus segera disikapi. ”Jangan sampai ada kasus-kasus yang lainnya,” terangnya.
Sementara seorang sumber menyebutkan bahwa sebenarnya 21 jenis narkotika baru ini sudah lama diupayakan masuk ke UU narkotika. Namun, ternyata ada pembahasan yang alot antara Kemenkes dengan sejumlah ahli medis. ”Ada yang merasa bahwa 21 jenis narkotika baru ini bukan merupakan narkotika,” terangnya.
Karena itulah, 21 jenis ini belum juga masuk ke UU narkotika, kendati sudah cukup lama ditemukan di Indonesia. Dia berharap bahwa ada perubahan yang signifikan dalam pembahasan soal narkotika jenis baru tersebut. ”Jangan terlalu lamalah,” tuturnya. (idr/jpg/adz)