JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) rencananya menggelar unjuk rasa di Istana Kepresidenan, Jakarta, hari ini, Senin (11/4). Demonstrasi yang digelar dalam rangka menolak wacana perpanjangan masa jabatan presiden dan protes kenaikan harga bahan pokok dan bahan bakar minyak ini, diikuti ribuan mahasiswa dari 18 perguruan tinggi di Indonesia.
“Aliansi BEM SI akan melaksanakan Aksi Nasional Geruduk Istana Negara. Pada aksi nasional ini dihadiri seluruh kampus se-Indonesia yang terdiri dari 18 kampus, diantaranya UNJ, PNJ, IT-PLN, STIE SEBI, STIE DHARMA AGUNG, STIS AL WAFA, IAI Tazkia, AKA Bogor, UNRI, UNAND, UNRAM, PPNP, UNDIP, UNS, UNY, UNSOED, SSG dan STIEPER,” demikian keterangan BEM SI, dikutip dari akun Instagram @bem_si,” Minggu (10/4).
Koordinator BEM SI 2022, Luthfi Yufrizal menyampaikan, terdapat enam poin utama dalam aksi demonstrasi mahasiswa. Dia menyebut, poin pertama dalam tuntutannya mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk bersikap tegas menolak penundaan pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden. “Mendesak dan menuntut Jokowi untuk bersikap tegas menolak dan memberikan pernyataan sikap terhadap penundaan pemilu 2024 atau masa jabatan tiga periode karena sangat jelas menghianati konstitusi negara,” ucap Luthfi.
Tuntutan kedua, lanjut Luthfi, meminta Presiden untuk menunda dan mengkaji ulang Undang-undang Ibu Kota Negara (UU IKN), termasuk pasal-pasal yang dianggap bermasalah. Sebab, hal itu akan berdampak pada lingkungan, ekologi, dan kesejahteraan warga.
Tuntutan ketiga, kata Luthfi, mendesak dan menuntut pemerintah untuk menstabilkan harga dan menjaga ketersediaan bahan pokok di masyarakat dan menyelesaikan permasalahan ketahanan pangan lainnya. Sementara tuntutan keempat, meminta Presiden Jokowi untuk mengusut tuntas para mafia minyak goreng dan mengevaluasi kinerja menteri terkait.
Tuntutan kelima, mendesak dan menuntut Presiden Jokowi untuk menyelesaikan konflik agraria yang terjadi di Indonesia. “Tuntutan keenam, mendesak Jokowi-Maruf Amin untuk berkomitmen penuh dalam menuntaskan janji-janji kampanye di sisa masa jabatannya,” pungkas Luthfi.
Menyikapi aksi mahasiswa ini, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa mendukung pernyataan Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, agar aparat keamanan tidak represif dalam menghadapi aksi mahasiswa saat demonstrasi akbar hari ini, Senin (11/4). Hal itu disampaikan Andika saat mengunjungi LaNyalla di Rumah Dinas Ketua DPD RI, Jakarta, Sabtu (9/4).
Dalam pertemuan tersebut, kedua tokoh itu membahas dinamika yang terjadi belakangan ini. Terutama aksi-aksi mahasiswa di beberapa kota, termasuk rencana aksi besar BEM Seluruh Indonesia (SI) hari ini. “Kami berterima kasih sudah diingatkan oleh Ketua DPD RI. Memang pasukan kami sudah di-BKO ke Polda dan Polres untuk antisipasi aksi. Tetapi kami tegaskan bahwa TNI dan seluruh jajaran tetap disiplin, sesuai tugas pokok dan fungsi serta kewenangannya,” kata Andika dalam keterangan tertulis, dikutip Minggu (10/4).
Menurut Andika, demonstrasi merupakan hak politik masyarakat untuk berpendapat yang dijamin konstitusi dan dilindungi Undang-undang. Namun Andika mengingatkan agar demonstrasi yang dilakukan, tidak merusak fasilitas umum maupun infrastruktur yang ada. “Karena yang rugi kita semua. Suara rakyat pasti didengar oleh pemerintah. Termasuk suara dari Pak Ketua DPD RI yang merupakan tokoh di negeri ini,” ujarnya.
Sebelumnya, LaNyalla menjelaskan, aspirasi mahasiswa merupakan arus yang tidak bisa dibendung. Enam tuntutan yang disampaikan mahasiswa adalah suara rakyat kebanyakan. “Adik-adik mahasiswa ini sebagai saluran dari suara rakyat. Itu harus dihargai dan diterima dengan baik,” katanya.
Oleh karenanya, ia pun mengingatkan kepada aparat keamanan agar kebebasan berpendapat itu harus difasilitasi dengan baik. LaNyalla mengaku sudah berkomunikasi dengan Kapolri Jenderal Listyo Sigit. “Saya sudah telepon langsung Kapolri, saya minta agar kepolisian, jangan represif terhadap aksi demonstrasi penyampaian pendapat dan sikap,” ucapnya.
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD juga merespons rencana unjuk rasa mahasiswa yang tergabung dalam BEM SI hari ini. Hal itu disampaikan Mahfud dalam Rapat Koordinasi Terbatas mengenai Perkembangan Situasi Politik dan Keamanan di Dalam Negeri yang dilaksanakan di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Sabtu (9/4). Adapun rapat tersebut dihadiri oleh Menteri Sekretaris Negara, Menteri Dalam Negeri, Menteri Perhubungan, Kepala BIN, Panglima TNI, Kepala Staf Presiden dan Wakabaintelkam mewakili Kapolri, beserta sejumlah pejabat Eselon I Kemenko Polhukam.
Tak masalah dengan demo, Mahfud menilai, adanya unjuk rasa tersebut adalah bagian dari demokrasi. Namun demikian, ia meminta agar demonstrasi tidak melanggar hukum. “Pemerintah mengimbau agar di dalam menyampaikan aspirasi supaya dilakukan dengan tertib, tidak anarkistis, dan tidak melanggar hukum,” katanya.
Mahfud menekankan, unjuk rasa tersebut untuk menyampaikan aspirasi agar bisa didengar pemerintah dan masyarakat. Sebelumnya, BEM SI mengaku sudah melayangkan surat pemberitahuna kepada Polda Metro Jaya. Surat pemberitahuan itu dikirim dan telah diterima Polda Metro Jaya pada Jumat (8/4) kemarin pukul 13.00 WIB.
Namun, polisi mengancam akan membubarkan aksi unjuk rasa, sesuatu yang disayangkan para mahasiswa. Minta aparat tidak represif Selain itu, ia mengatakan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan aparat keamanan dan penegakan hukum agar melakukan pengamanan sebaik-baiknya.
Secara khusus, Mahfud meminta agar aparat tidak represif terhadap para peserta aksi. “Tidak boleh ada kekerasan, tidak membawa peluru tajam, juga jangan sampai terpancing oleh provokasi,” ujarnya.
Koordinator Media BEM SI Luthfi Yufrizal memastikan mahasiswa tak gentar dengan ancaman dari kepolisian. “Ini (ancaman pembubaran) salah satu upaya untuk mengintimidasi para mahasiswa. Tapi kami tidak terpengaruh. Unjuk rasa 11 April akan tetap berjalan,” kata Luthfi.
Sebelumnya, represivitas aparat menjadi sorotan ketika gelombang demonstrasi mahasiswa terhadap Omnibus Law, 2020 lalu. Berdasarkan pemantauan yang dilakukan oleh Amnesty International Indonesia mendokumentasikan setidaknya 402 korban kekerasan polisi di 15 provinsi selama aksi tersebut. Amnesty juga mencatat sebanyak 6.658 orang ditangkap di 21 provinsi.
YLBHI Buka Posko Pengaduan Kekerasan
Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur mengaku, membuka posko aduan terhadap mahasiswa jika mengalami kekerasan fisik oleh aparat saat melakukan aksi menentang wacana perpanjangan jabatan Presiden RI. “LBH, YLBHI standby jika ada penangkapan mereka meminta bantuan hukum, kami akan mendampingi. Kalau mereka datang ke LBH Jakarta kita ada tim advokasi untuk demokorasi. Ada LBH ada Kontras, ada LBH pers ada berbagai lembaga untuk membentuk advokasi bersama-sama mendampingi,” ujar Isnur di Kantor YLBH Jakarta.
Isnur menuturkan, demonstrasi merupakan salah satu upaya untuk melaksanakan panggilan konstitusi dalam hal mengemukakan pendapat, berkumpul dan berserikat serta menyatakan ekspresinya.”Jadi jangan sampai kemudian ada pikiran dan pandangan bahwa di kepolisian bahwa demonstrasi adalah melanggar hukum,” tuturnya.
Karena itu, Isnur juga akan mengawal jalannya unjuk rasa mahasiswa tersebut. YLBHI akan mengawasi aparat agar tidak bertindak represif terhadap para mahasiswa. “Jadi kita akan lihat besok, kita akan pelototi bagaimana negara ini memperlakukan warga negaranya yang melakukan tugas-tugas jaminannya di konstitusi,” ungkapnya. (jpc/cnn/kps)