27.8 C
Medan
Friday, May 24, 2024

Kepala Daerah Bisa Dipenjara

Nekat Tambah PNS Diam-diam

JAKARTA – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyiapkan formula lain agar daerah-daerah yang terancam bangkrut bisa bertahan. Kalau sebelumnya mengancam bakal ada likuidasi, kali ini yang ditekan adalah pemimpin daerahnya. Yakni, ancaman penjara kalau nekat menambah Pegawai Negeri Sipil secara diam-diam.

Seperti diketahui, saat ini moratorium penghentian penerimaan PNS memang telah berjalan. Namun, Ditjen Otonomi Daerah (Otoda) Kemendagri Djoehermansyah Johan menyebut, kepala daerah masih suka mengangkat pegawai secara diam-diam. Biasanya, diawali dengan mengangkat seseorang sebagai pegawai honorer. “Biasanya untuk balas budi,” ujarnya kepada Jawa Pos (grup Sumut Pos), kemarin.

Dia menjelaskan, kebanyakan yang diangkat kepala daerah adalah tim suksesnya. Selama ini, tidak ada sanksi bagi kepala daerah yang nekat “menyelundupkan” pegawai baru itu.

Agar lebih bertaring, aturan pidana bagi kepala daerah tersebut bakal dijadikan undang-undang. Saat ini, Djoe mengatakan, rancangan undang-undang Pemerintah Daerah itu sudah disampaikan ke DPR. Namun, dia enggan menerangkan lebih detail tentang ancaman penjara itu. “Yang jelas, diancam pidana,” imbuhnya.

Langkah tegas itu perlu diberlakukan supaya jumlah PNS tidak membludak. Opsi moratorium memang menurutnya paling logis saat ini, sebab kalau dipaksa pendistribusian ke beberapa daerah akan makan waktu. Apalagi, beberapa daerah juga disebutnya sudah gemuk pegawai.

Terpisah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut prihatin dengan minimnya anggaran daerah yang digunakan untuk kepentingan pelayanan masyarakat. Apalagi, komisi yang dipimpin Abraham Samad itu menegaskan kongkalikong antara pemkot dan DPRD dalam pembahasan anggaran daerah kini kian marak.

“Dalam beberapa waktu terakhir kami banyak mengungkap praktek-praktek korupsi antara pemkot dan DPRD. Misalnya kasus Kabupaten Seluma, Semarang dan yang terakhir Riau,” kata juru bicara KPK Johan Budi kemarin (10/4).

Pengungkapan yang dibarengi dengan penangkapan para pejabat DPRD dan pemkot di beberapa daerah itu merupakan bukti KPK menganggap korupsi daerah merupakan permasalahan serius.

Menurut Johan, ada beberapa modus praktik kongkalikong antara pemkot dan DPRD. Diantaranya, memberikan uang pelican kepada DPRD untuk meloloskan anggaran dan untuk mengegolkan perda.(dim/kuh/agm/jpnn)

Nekat Tambah PNS Diam-diam

JAKARTA – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyiapkan formula lain agar daerah-daerah yang terancam bangkrut bisa bertahan. Kalau sebelumnya mengancam bakal ada likuidasi, kali ini yang ditekan adalah pemimpin daerahnya. Yakni, ancaman penjara kalau nekat menambah Pegawai Negeri Sipil secara diam-diam.

Seperti diketahui, saat ini moratorium penghentian penerimaan PNS memang telah berjalan. Namun, Ditjen Otonomi Daerah (Otoda) Kemendagri Djoehermansyah Johan menyebut, kepala daerah masih suka mengangkat pegawai secara diam-diam. Biasanya, diawali dengan mengangkat seseorang sebagai pegawai honorer. “Biasanya untuk balas budi,” ujarnya kepada Jawa Pos (grup Sumut Pos), kemarin.

Dia menjelaskan, kebanyakan yang diangkat kepala daerah adalah tim suksesnya. Selama ini, tidak ada sanksi bagi kepala daerah yang nekat “menyelundupkan” pegawai baru itu.

Agar lebih bertaring, aturan pidana bagi kepala daerah tersebut bakal dijadikan undang-undang. Saat ini, Djoe mengatakan, rancangan undang-undang Pemerintah Daerah itu sudah disampaikan ke DPR. Namun, dia enggan menerangkan lebih detail tentang ancaman penjara itu. “Yang jelas, diancam pidana,” imbuhnya.

Langkah tegas itu perlu diberlakukan supaya jumlah PNS tidak membludak. Opsi moratorium memang menurutnya paling logis saat ini, sebab kalau dipaksa pendistribusian ke beberapa daerah akan makan waktu. Apalagi, beberapa daerah juga disebutnya sudah gemuk pegawai.

Terpisah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut prihatin dengan minimnya anggaran daerah yang digunakan untuk kepentingan pelayanan masyarakat. Apalagi, komisi yang dipimpin Abraham Samad itu menegaskan kongkalikong antara pemkot dan DPRD dalam pembahasan anggaran daerah kini kian marak.

“Dalam beberapa waktu terakhir kami banyak mengungkap praktek-praktek korupsi antara pemkot dan DPRD. Misalnya kasus Kabupaten Seluma, Semarang dan yang terakhir Riau,” kata juru bicara KPK Johan Budi kemarin (10/4).

Pengungkapan yang dibarengi dengan penangkapan para pejabat DPRD dan pemkot di beberapa daerah itu merupakan bukti KPK menganggap korupsi daerah merupakan permasalahan serius.

Menurut Johan, ada beberapa modus praktik kongkalikong antara pemkot dan DPRD. Diantaranya, memberikan uang pelican kepada DPRD untuk meloloskan anggaran dan untuk mengegolkan perda.(dim/kuh/agm/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/