JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kenyamanan kota dan kabupaten sebagai tempat tinggal di Indonesia masih harus dibenahi. Sebab dari total “414 kabupaten, satu kabupaten administrasi, 92 kota dan lima kota administrasi di Indonesia, hanya 7 kota yang dinyatakan layak huni. Hal itu berdasarkan survey yang dilansir oleh Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP).
Dari data yang dihimpun IAP mengadakan survey di 17 kota besar di Indonesia. Yakni Bogor, Bandung, Semarang, Solo, Surabaya, Malang, Jogjakarta dan Balikppapan. Selain itu di Banjarmasin, Palangkaraya, samarinda, Pontianak, Makassar, Jayapura, Palembang, Medan dan DKI Jakarta. “Namun haanya tujuh kota yang dikatakan layak menjadi kota hunian. Diantaranya Bandung, Solo, Malang, dan Jogjakarta. Selain itu Balikpapan, Makassar serta Palembang. Balikpapan menempati posisi teratas dengan poin 71,12.
Ketua IAP Bernadus Djonoputro mengatakan selain tujuh kota yang menonjol itu, kota dan kabupaten yang lain nilainya masih di bawah rata-rata nasional. Di Indonesia nilai rata-rata nasional berkisar pada 63,62. “Yang lain masih di bawah rata-rata,” ucapnya di sela-sela forum 24 th Eastern Regional organization for Planning and Human Settlement (EAROPH) World Congres di Hotel Borobudur kemarin (11/8).
Dalam survey itu ada 1000 lebih sampel yang diambil. Dengan margin eror dua persen. Bernadus mengatakan patokan yang digunakan untuk melihat kenyamanan dari kota yakni tingkat kebersihan, ekonomi, ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH), transportasi, infratsruktur dan darinase.
Menurut Bernadus, kota Balikpapan berada di atas rata-rata nasional untuk aspek taat kota dan pengelolaan lingkungan. Sedangkan kota-kota menengah seperti Solo, Malang dan Samarinda dianggap secara keruangan dan lingkungan terkelola dengan baik.
Dia menjelaskan keadaan itu harus segera dibenahi. Sebab kesenjangan itu akan menambah arus urbanisasi dari desa ke kota. Dari data IAP Indonesia akan memasuki puncak era urbanisasi. Lebih dari 30 kota menengah laju pertumbuhan penduduknya akan lebih dari satu juta penduduk setiap tahunnya. “Sehingga beresiko tidak terpenuhinya kebutuhan warga. Seperti pendidikan dan kesehatan,” jelasnya.
Wakil menteri Pekerjaan Umum (PU) Hermanto Dardak mengatakan bahwa kementerian PU terus mendorong kota-kota untuk meningkatkan fasilitas publiknya bagi warga. Seperti ketersediaan RTH, air bersih dan adanya perda yang mengatur Rencana Tata Ruang dan wilayah (RTRW) yang pro masyarakat. Sedangkan untuk tataran nasional, tantangan perencanaan telah bergeser dari skala perencanaan makro kebijakan menuju perencanaan yang lebih teknis. Hal itu, kata dia, dibutuhkan peran dari walikota serta bupati. “Sebab mereka yang punya wilayah. Sehingga harus lebih care,” ujarnya.
Dardak mengakui masih banyak kekurangan di kota-kota Indonesia. Seperti transportasi dan RTH. menyatakan kota-kota Indonesia harus menyediakan kebutuhan warganya. Seperti transportasi, RTH. Serta drainase. Dia mencontohkan DKI Jakarta. “Misalnya Jakarta, harus banyak daerah resapan sehingga ketika masuk musim hujan tidak banjir,” jelasnya.
Lebih lanjut, Dardak menjelaskan dalam pertemuan EAROPH ke 24 ini harapannya bisa menginspirasi pimpinan daerah. Sebab Kementerian PU mendatangkan beberapa Walikota dari luar negeri yang berhasil membenahi kotanya menjadi layak huni. Sebut saja walikota dari Bilbao Spanyol, Ibon Aresso yang berhasil membangun kota Bilbao sebagai kota inklusi. (aph)