JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan banding atas putusan 14 tahun pidana penjara terhadap mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Rafael Alun Trisambodo. KPK menyebut, pengadilan tingkat pertama pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat belum mengakomodir fakta hukum, terkait aset milik Rafael Alun.
“Setelah tim jaksa KPK analisis pertimbangan majelis hakim, maka hari ini, Jumat (12/1) tim jaksa telah ajukan banding ke Pengadilan Tinggi melalui PN Jakarta Pusat atas putusan majelis hakim dimaksud,” kata kepala bagian pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Jumat (12/1).
Ali menegaskan, upaya hukum banding itu dilakukan karena belum dipertimbangkannya beberapa fakta hukum mengenai aset yang diduga dari hasil korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Hal itu penting untuk memberikan efek jera.
“Sebagai bagian efek jera, maka kami berupaya optimalisasi asset recovery hasil kejahatan korupsi dengan melakukan penyitaan dan perampasan untuk dikembalikan kepada negara,” ucap Ali.
Sebelumnya, Rafael Alun Trisambodo terbukti bersalah menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Majelis Hakim Pengadilan Tinda Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonis Rafael Alun dengan 14 tahun pidana penjara dan denda Rp 500 juta.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Rafael Alun Trisambodo dengan pidana penjara selama 14 tahun serta denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan,” kata Ketua Majelis Hakim Suparman Nyompa membacakan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (8/1).
Selan pidana badan, Rafael Alun juga dibebankan hukuman tambahan berupa uang pengganti senilai Rp 10 miliar. Jika dalam waktu yang ditentukan uang pengganti itu tidak dibayarkan, maka Jaksa KPK akan merampas harta benda Rafael untuk dilelang dan diserahkan kepada negara.
“Jika harta benda yang dimiliki tidak mencukupi maka pidana tambahan itu akan diganti dengan hukuman penjara 3 tahun,” ucap Hakim Suparman.
Rafael Alun terbukti menerima gratifikasi sebesar Rp 16,6 miliar terkait perpajakan. Penerimaan gratifikasi tersebut melalui PT Artha Mega Ekadhana (ARME), PT Cubes Consulting, PT Cahaya Kalbar dan PT Krisna Bali International Cargo.
Ernie merupakan komisaris dan pemegang saham PT ARME, PT Cubes Consulting dan PT Bukit Hijau Asri. Adik Rafael, Gangsar Sulaksono, juga menjadi pemegang saham di PT Cubes Consulting.
Rafael bersama Ernie juga melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam periode 2003-2010 sebesar Rp 5.101.503.466 dan penerimaan lain sejumlah Rp 31.727.322.416 serta periode 2011-2023 sebesar Rp 11.543.302.671 dan penerimaan lain berupa SGD 2.098.365 dan USD 937.900 serta sejumlah Rp 14.557.334.857.
Rafael menempatkan harta kekayaan yang patut diduga merupakan hasil tindak pidana ke dalam penyedia jasa keuangan. Ia juga membeli sejumlah aset berupa tanah dan bangunan, kendaraan roda dua dan empat, hingga perhiasan.
Rafael terbukti melanggar Pasal 12 B jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Rafael juga terbukti melanggar Pasal 3 ayat 1 huruf a dan c UU 25/2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pasal 3 UU 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. (jpc/han)