Dari sikap Menteri Tjahjo, seolah-olah ada tua tafsir mengenai kata didakwa sebagaimana pasal satu. Apakah ketika Ahok menjadi terdakwa ataukah juga bermakna ketika jaksa mengajukan tuntutan? Kemudian ayat (2) disebutkan harus ada register di pengadilan.
“Apakah dua ketentuan tersebut sudah dialami oleh Ahok? Mengenai pemberhentian sementara, saya kira pemerintah wajib tunduk pada UU tidak ada tafsir lain,” kata Baidowi melalui pesan singkat, Minggu (12/2).
Menurut pengamatan dia, pemahaman Menteri Tjahjo mengenai kata didakwa harus mengacu pada berapa lama hukuman untuk Ahok atas tuntutan jaksa, belum diatur oleh UU. “Alasan Mendagri merujuk pada besaran tuntutan jaksa, kami kira belum mendapatkan sandaran dalam UU. Karena itu PPP dapat memahami keinginan sejumlah fraksi yang mewacanakan hak angket dalam kasus ini,” tegas politikus yang akrab disapa Awi.
Hanya saja, Fraksi PPP masih akan mendengarkan terlebih dahulu penjelasan mendagri secara resmi, bukan dari pernyataan di media massa. Jika apa yang dilakukan mendagri ternyata tak sesuai UU, maka perlu langkah lanjutan.
Sementara Wakil Ketua Komisi II Fandi Utomo mengaku tak mau mengajari Mendagri menyikapi status Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama yang tak kunjung diberhentikan sementara meski telah berstatus terdakwa. “Masak komisi dua disuruh ngajarin mendagri? Ya tidak perlu. Kalau dia tidak melaksanakan itu (UU Pemda) dianggap tidak kredibel sama kepala daerah lain,” kata Fandi.
Sebab, katanya, banyak pakar hukum tata negara telah memberikan pandangan bahwa Ahok harus segera diberhentikan sementara karena berstatus terdakwa. Sebagaimana amanat Pasal 83 UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah. “Kita enggak perlu ngajari Mendagri, dia ambil risiko pemerintahannya tidak kredibel di hadapan rakyat,” tegas politikus Partai Demokrat ini.
Dia juga menilai Tjahjo tak konsisten, karena sebelumnya dia menyatakan bahwa Ahok akan diberhentikan setelah menyelesaikan masa cuti. Ahok juga sudah mengungkapkan tidak mungkin bertugas kembali karena pasti dinonaktifkan. “Kok Mendagri tidak konsisten,” pungkas Fandi, sembari mengungkap bahwa hari ini, Senin (13/2), Komisi II akan menggelar rapat kerja dengan Mendagri terkait berbagai persoalan Pilkada serentak.
ACTA Mengugat ke PTUN
Di sisi lain, Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) berencana mengajukan gugatan terhadap pengaktifan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, sebagai Gubernur DKI Jakarta. Gugatan rencananya diajukan Senin (13/2) besok. “Besok pukul 11.00 WIB, kami akan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara atas diaktifkannya kembali Ahok,” kata Wakil Ketua ACTA, Herdiansyah dalam konferensi pers di Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (12/2).
Menurutnya, pengaktifan Ahok sudah melanggar undang-undang yang berlaku. “Dia kan harusnya dinonaktifkan untuk sementara karena saat ini statusnya sebagai terdakwa,” tambah Herdiansyah. Menurut dia, pengaktifan Ahok sebagai gubernur kembali menyalahi Pasal 83 ayat 1 Undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
“Kepala daerah yang sudah menjadi terdakwa dengan ancaman minimal lima tahun maka harus dinonaktifkan tanpa melalui DPRD. Dengan diaktifkan kembali Ahok sebagai gubernur telah melanggar UU sekaligus dapat mengakibatkan kerawanan terhadap penyelenggarakan Pilgub DKI 2017,” ujarnya.
Dia menilai, pemerintah terlalu berpihak kepada Ahok “Saudara Ahok posisinya sudah sebagai gubernur aktif, ini kuat dugaan memberikan peran kerawanan terhadap penyelenggaraan pemilu, penggunaan wewenangnya yang bisa mempengaruhi Pilkada ini jangan sampai terjadi,” tandas dia.