30.6 C
Medan
Sunday, June 2, 2024

Inalum Belum Menggeliat

JAKARTA-Meski sejumlah pejabat pemerintah pusat sudah berkali-kali memastikan kontrak pengelolaan  PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) oleh Nippon Asahan Alumunium (NAA) bakal diputus pada 2013, namun hingga kemarin (12/5) belum ada progres penting terkait rencana tersebut. Belum juga ada tanda-tanda masuk ke tahap pengalihan pengelolaan.

“Sampai sekarang belum ke masa peralihan, meski sikap pemerintah yang didukung bulat DPR sudah jelas, yakni kita ambil alih sepenuhnya,” ujar anggota Komisi VII DPR Satya W Yudha kepada koran ini di Jakarta, kemarin (12/5).
Politisi dari Partai Golkar yang intens mengikuti perkembangan rencana pengambilalihan Inalum itu menjelaskan, tim negosiasi yang dibentuk pemerintah RI masih pada tahap melakukan pembicaraan-pembicaraan dengan pihak NAA.  “Karena di setiap menjelang akhir kontrak, selalu banyak hal yang harus dibicarakan untuk diselesaikan,” ujarnya tanpa menyebutkan apa saja poin yang harus dibereskan sebelum 2013 itu.

Dia hanya mengatakan, pada tahapan yang sekarang sedang berjalan, tidak ada hal yang krusial. Alasannya, sikap pemerintah dan DPR sudah jelas bahwa tidak akan memperpanjang kontrak. “Yang penting posisi kita sudah jelas,” tegas anggota komisi di DPR yang membidangi masalah energi itu.

Dijelaskan juga, pemerintah juga belum pernah menyodorkan formula kepemilikan saham Inalum pasca 2013 ke DPR. “Karena memang belum waktunya. Kalau sudah dikuasai nasional sepenuhnya, barulah nanti kita bicarakan, misalnya berapa porsi saham daerah,” terangnya.

Sebelumnya diberitakan, Para senator di Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Sumut berupaya agar pemerintah pusat sudi memberikan golden share pengelolaan  PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) kepada Pemprov Sumut dan 10 kabupaten/kota yang ada di sekitar danau Toba.  Desakan ini sudah disampaikan DPD asal Sumut langsung ke Ketua Tim Negosiasi, MS Hidayat.

Hanya saja, MS Hidayat yang juga menteri perindustrian itu belum memberikan jawaban. “MS Hidayat selaku ketua tim negosiasi mengatakan, saat ini tim masih konsentrasi pada proses pengambilalihan Inalum oleh pemerintah,” ujar anggota DPD asal Sumut, Rahmat Shah, kepada koran ini, 19 April 2011.

Ke-10 bupati/walikota yang disertai Pansus Inalum DPRD Sumut itu menyampaikan keinginan agar Pemprov Sumut dan 10 kabupaten/kota memperoleh golden share atau porsi saham PT Inalum pasca- take over.  Ke-10 pemkab/kota itu terdiri tujuh kabupaten/kota yang bersentuhan langsung dengan kawasan Danau Toba, yakni Taput, Tobasa, Samosir, Humbahas, Simalungun, Karo, dan Dairi. Sedang tiga kabupaten/kota di bagian hilir yakni Asahan, Batubara, dan Kota Tanjung Balai.

Yang dimaksud golden share adalah pembagian keuntungan tanpa harus menyetor modal alias saham kosong.  Model golden share, pemda mendapat jatah keuntungan secara rutin, yang besarnya ditentukan berdasarkan persentase tertentu. Dalam pengelolaan migas misalnya, golden share dituntut daerah yang menjadi lokasi eksplorasi dan eksploitasi, lantaran biasanya daerah tak mampu  menyetorkan modal dalam bentuk “participating interest” (PI), yang jumlahnya hingga 10 persen. (sam)

JAKARTA-Meski sejumlah pejabat pemerintah pusat sudah berkali-kali memastikan kontrak pengelolaan  PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) oleh Nippon Asahan Alumunium (NAA) bakal diputus pada 2013, namun hingga kemarin (12/5) belum ada progres penting terkait rencana tersebut. Belum juga ada tanda-tanda masuk ke tahap pengalihan pengelolaan.

“Sampai sekarang belum ke masa peralihan, meski sikap pemerintah yang didukung bulat DPR sudah jelas, yakni kita ambil alih sepenuhnya,” ujar anggota Komisi VII DPR Satya W Yudha kepada koran ini di Jakarta, kemarin (12/5).
Politisi dari Partai Golkar yang intens mengikuti perkembangan rencana pengambilalihan Inalum itu menjelaskan, tim negosiasi yang dibentuk pemerintah RI masih pada tahap melakukan pembicaraan-pembicaraan dengan pihak NAA.  “Karena di setiap menjelang akhir kontrak, selalu banyak hal yang harus dibicarakan untuk diselesaikan,” ujarnya tanpa menyebutkan apa saja poin yang harus dibereskan sebelum 2013 itu.

Dia hanya mengatakan, pada tahapan yang sekarang sedang berjalan, tidak ada hal yang krusial. Alasannya, sikap pemerintah dan DPR sudah jelas bahwa tidak akan memperpanjang kontrak. “Yang penting posisi kita sudah jelas,” tegas anggota komisi di DPR yang membidangi masalah energi itu.

Dijelaskan juga, pemerintah juga belum pernah menyodorkan formula kepemilikan saham Inalum pasca 2013 ke DPR. “Karena memang belum waktunya. Kalau sudah dikuasai nasional sepenuhnya, barulah nanti kita bicarakan, misalnya berapa porsi saham daerah,” terangnya.

Sebelumnya diberitakan, Para senator di Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Sumut berupaya agar pemerintah pusat sudi memberikan golden share pengelolaan  PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) kepada Pemprov Sumut dan 10 kabupaten/kota yang ada di sekitar danau Toba.  Desakan ini sudah disampaikan DPD asal Sumut langsung ke Ketua Tim Negosiasi, MS Hidayat.

Hanya saja, MS Hidayat yang juga menteri perindustrian itu belum memberikan jawaban. “MS Hidayat selaku ketua tim negosiasi mengatakan, saat ini tim masih konsentrasi pada proses pengambilalihan Inalum oleh pemerintah,” ujar anggota DPD asal Sumut, Rahmat Shah, kepada koran ini, 19 April 2011.

Ke-10 bupati/walikota yang disertai Pansus Inalum DPRD Sumut itu menyampaikan keinginan agar Pemprov Sumut dan 10 kabupaten/kota memperoleh golden share atau porsi saham PT Inalum pasca- take over.  Ke-10 pemkab/kota itu terdiri tujuh kabupaten/kota yang bersentuhan langsung dengan kawasan Danau Toba, yakni Taput, Tobasa, Samosir, Humbahas, Simalungun, Karo, dan Dairi. Sedang tiga kabupaten/kota di bagian hilir yakni Asahan, Batubara, dan Kota Tanjung Balai.

Yang dimaksud golden share adalah pembagian keuntungan tanpa harus menyetor modal alias saham kosong.  Model golden share, pemda mendapat jatah keuntungan secara rutin, yang besarnya ditentukan berdasarkan persentase tertentu. Dalam pengelolaan migas misalnya, golden share dituntut daerah yang menjadi lokasi eksplorasi dan eksploitasi, lantaran biasanya daerah tak mampu  menyetorkan modal dalam bentuk “participating interest” (PI), yang jumlahnya hingga 10 persen. (sam)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/