Selain sudah lama dalam radar TPH Hakim Ditjen Badilum MA, hasil rapat yang menyatakan Dwiarso pindah tugas serupa dengan 388 hakim lainnya. Karena itu, kata Witanto, instansinya memastikan bahwa kepindahan pria kelahiran 14 Maret 1962 itu tidak terpengaruh putusan yang dia bacakan untuk menghukum Ahok. ”Dari segi kepangkatan, golongan, dan masa kerjanya, beliau sudah memenuhi untuk menjadi hakim tinggi,” jelas dia.
Selain itu track record yang positif juga turut menjadi pertimbangan. Witanto menjelaskan, setiap hakim yang bertugas di pengadilan negeri di ibu kota sudah pasti orang pilihan. Sebab, tidak sembarang hakim dapat bertugas di pengadilan negeri klas 1A khusus. Apalagi jika dipercaya sebagai ketua pengadilan negeri. Sudah pasti MA memilih hakim terbaik. ”Menjadi ketua (pengadilan negeri) di Jakarta itu sudah puncaknya,” ucap Witanto.
Berkaitan dengan masa kerja yang belum terlampau lama, Witanto menyebutkan, ketua pengadilan negeri di Jakarta memang tidak pernah bertugas lama. ”Jadi, durasinya paling lama satu sampai satu setengah tahun. Ada juga yang enam bulan,” ucap dia. Mutasi maupun promosi hakim oleh MA pun sudah biasa. Dalam setahun, bisa tiga sampai lima kali terjadi pergeseran posisi hakim. Itu dilakukan sesuai dengan kebutuhan di lapangan. Tidak terkecuali keputusan yang menyeret Dwiarso untuk bertugas di Pengadilan Tinggi Denpasar.
Senada dengan Witanto, Juru Bicara MA Suhadi juga menyebutkan, track record hakim yang bertugas di Jakarta pasti baik. Sebab, kompleksitas perkara di ibu kota lebih tinggi ketimbang wilayah lain. ”Oleh sebab itu, hakim yang ditugaskan di Jakarta hakim yang sudah professional. Dalam artian pengetahuannya cukup, jam terbangnya sudah tinggi, kemudian integritasnya juga bagus,” ungkap pria yang juga menduduki salah satu kursi hakim agung MA itu. Dwiarso sudah masuk kategori tersebut. (syn/tyo/jpg/gus/adz)