25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Jokowi Kena Jebak DPR

Foto: Ricardo/JPNN Calon Tunggal Kapolri Budi Gunawan (kiri) bersama Ketua Komisi III Aziz Syamsuddin bersalaman usai menggelar konferensi pers usai pertemuan secara tertutup di Kediaman Budi Gunawan, Jakarta, Selasa (13/1).
Foto: Ricardo/JPNN
Calon Tunggal Kapolri Budi Gunawan (kiri) bersama Ketua Komisi III Aziz Syamsuddin bersalaman usai menggelar konferensi pers usai pertemuan secara tertutup di Kediaman Budi Gunawan, Jakarta, Selasa (13/1).

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Status tersangka KPK bukan halangan bagi Komjen Budi Gunawan untuk menduduki kursi Kapolri, menggantikan Jenderal Sutarman. Ini menyusul keputusan Komisi III DPR yang dalam fit and proper test, kemarin, meloloskan mantan ajudan Presiden Megawati itu sebagai ‘Tribrata 1’. Muncul pertanyaan, kenapa Koalisi Merah Putih yang biasanya tajam menyoroti kebijakan Presiden Jokowi, justru mendukung Komjen Budi tanpa kritik secuil pun?

Ketua Komisi III yang membidangi Hukum dan HAM di DPR, Aziz Syamsuddin, mengatakan ada satu cara yang ampuh untuk membatalkan pencalonan Komjen Budi sebagai calon Kapolri.

“Yang bisa menghentikan adalah presiden dan sidang paripurna,” ujar Aziz di Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu (14/1).

Politikus Golkar itu mengatakan cara pamungkas itu berupa penarikan langsung oleh Presiden Jokowi. Menurut Aziz, Presiden Jokowi harus melalui serangkaian tahapan jika nantinya membatalkan pelantikan Budi karena mempertimbangkan status tersangka KPK. Jokowi, kata Aziz, wajib memberikan surat resmi kepada DPR dan harus disetujui dalam rapat paripurna, sebelum dibahas di Badan Musyawarah dan rapat pleno Komisi III DPR.

Surat penarikan itu kemudian disampaikan oleh Ketua DPR pada rapat paripurna. Selanjutnya, paripurna tinggal menyetujui surat penarikan itu dan menyerahkan pembahasan pada Badan Musyawarah DPR.

“Ada tahapannya, tidak bisa langsung diproses tanpa mekanisme yang ada di DPR,” ujarnya.

Wakil Ketua Komisi III Desmond J Mahesa menguatkan, proses fit and proper test (uji kelayakan dan kepatutan) calon Kapolri Komjen Budi Gunawan di DPR tidak bisa dihentikan karena sudah menjadi keputusan Paripurna DPR. Kecuali, kata Desmon, Jokowi mengirim surat ke DPR untuk menghentikannya dan mengajukan calon lain.

“Bisa saja dihentikan dengan syarat ada permintaan tertulis dari pihak Presiden Jokowi dan mengajukan calon Kapolri baru,” kata Desmond di Gedung DPR, Rabu (14/1).

Kalau secara sepihak DPR menghentikan proses uji kelayakan dan kepatutan ujarnya, itu sama saja DPR membantu presiden membenarkan tindakannya yang salah. “Ini beban Jokowi yang salah pilih orang, bukan maunya kami, lalu kenapa Komisi III yang dipersalahkan?” tanya Desmond.

Politikus Partai Gerindra itu menjelaskan, proses uji kelayakan dan kepatutan sebagai calon Kapolri adalah proses politik yang berlangsung di DPR. Sedangkan proses hukum berlangsung di KPK.

“Karena itu, dalam asas hukum praduga tidak bersalah, kita tidak bicara masalah layak atau tidak layak,” jelasnya.

Menurut Desmond, dengan ditetapkannya status tersangka bagi Komjen Budi, KPK harus membuktikannya secara hukum.

“Kalau proses ini dihentikan, sementara tersangka belum pasti bersalah menurut hukum, sepertinya DPR ini tidak tahu hukum. Sementara undang-undang memerintahkan DPR untuk melakukan uji kelayakan dan kepatutan calon Kapolri,” katanya.

Dalam jumpa pers, tadi malam, Presiden Jokowi mengendapkan persoalan pencalonan Komjen Budi sebagai Kapolri hingga sidang paripurna DPR. Menurut Jokowi, langkah itu dia ambil karena menghormati rapat pleno Komisi III DPR, sekaligus menghargai proses hukum yang berlangsung di KPK.

“Ada penetapan tersangka oleh KPK, kita hormati KPK. Ada proses politik juga di Dewan, kita juga hargai dewan. Sampai saat ini saya menunggu paripurna di dewan,” kata Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (14/1).

Jokowi menjelaskan, penunjukkan Budi telah melalui proses yang panjang sebelum diajukan ke pimpinan DPR. Salah satunya adalah dengan menggunakan rekomendasi dari Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas).

Dari Kompolnas, Jokowi mengaku mendapat keterangan mengenai rekening dan aliran transaksi calon tunggal pengganti Kapolri Jenderal Sutarman tersebut. “Saya dapatkan surat ini, klarifikasi mengenai rekening dan di sini disampaikan hasil penyelidikan disimpulkan bahwa transaksi itu transaksi wajar,” ujarnya.

Atas situasi itu, Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto menyebutkan, Jokowi menerima tiga usulan setelah KPK menetapkan Budi sebagai tersangka korupsi dan diduga menerima imbalan saat menjabat Kepala Biro Pembinaan Karier Polri 2003-2006 dan jabatan lain di kepolisian.

“Presiden sudah minta ke kami beberapa opsi,” kata Andi di Istana Negara, kemarin. Tiga opsi yang disampaikan kepada Jokowi adalah, pertama, menunggu seluruh proses pencalonan di DPR. Kedua, menunda pencalonan Komjen Budi hingga ada keputusan hukum tetap, dan ketiga, menunggu masa pensiun Kapolri Jenderal Sutarman pada Oktober dan mengajukan calon baru.

Kini selanjutnya, tinggal menunggu Presiden Jokowi apakah setelah mendapat persetujuan DPR, Komjen Budi akan langsung dilantik sebagai pucuk pimpinan korps baju coklat itu, atau menganulirnya. Jika memang nantinya tetap dilantik, akan muncul masalah yang tidak bisa disepelekan.

Dari informasi yang dihimpun, Komjen Budi direncanakan dilantik pada Jumat (16/1), jika seluruh anggota DPR memberikan persetujuan dalam paripurna yang akan digelar Kamis (15/1) atau hari ini.

Menanggapi hal itu, KPK berharap, Presiden Joko Widodo bersikap bijak dengan tidak melantik Budi Gunawan.

“Seseorang yang jadi tersangka, KPK sesuai dengan sikap, meminta untuk tidak dilantik,” ujar Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto di Gedung KPK, kemarin.

Menurut Bambang, sikap tersebut sama dengan yang sudah dilakukan KPK sebelumnya. Dia mencontohkan, kasus Hambith Bintih dan Jero Wacik yang menjadi tersangka dan tidak jadi dilantik. “Dulu ada Bupati Hambith Bintih, kami minta dia tak dilantik. Dalam kasus anggota dewan yang jadi tersangka, supaya tak dilantik,” sebut dia.

Namun jika tetap akan dilantik, KPK meminta waktu kepada Jokowi untuk membuka komunikasi langsung. Sebab, kata Bambang, KPK ingin menyampaikan informasi ihwal kasus Budi Gunawan.

“Sejauh ini, KPK meminta untuk diberikan waktu. Dan komunikasi (antara Ketua KPK dan Mensesneg, Red) sudah dilakukan dan sudah dijanjikan dan diatur schedule-nya,” jelas Bambang.

Menurut pengamat kepolisian dari UI, Bambang Widodo Umar, jika Komjen Budi Gunawan dipertahankan, bisa menjadi preseden buruk.

“Mabes Polri bisa menjadi sorotan dunia nanti ketika seorang Kapolri tiba-tiba menjadi tersangka kasus korupsi,” ujar Bambang.

Bambang menyarankan Jokowi memikirkan dengan matang langkah apa yang perlu diambil terkait Budi. Ia mengaku tak kaget jika Jokowi memakan waktu lama. “Masalah Budi ini dilematis sifatnya. Jika dipertahankan, mengganggu Mabes Polri. Kalau dicabut, bisa mengganggu hubungan politik,” ujarnya.

Karena itu, menurut Lulusan Akabri Kepolisian (1971) yang juga staf pengajar di Program Pascasarjana Kajian Ilmu Kepolisian Universitas Indonesia itu, Presiden Jokowi dalam posisi dilematis.

“Apakah kapolri yang tersangka akan dilantik juga? Kalau setelah dilantik lantas ditahan, ini bisa menghancurkan kepolisian Indonesia,” ujar pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar kepada Sumut Pos, Rabu (14/1).

Pasalnya, jika Presiden Jokowi tidak melantiknya dan mengajukan nama baru, itu juga bukan hal yang mudah.

“Dalam situasi seperti sekarang ini, yang dilingkupi kepentingan politik, menghadapi partai-partai besar, presiden juga akan kesulitan mengajukan nama baru. Kecuali kalau Jokowi benar-benar bisa bersikap mandiri. Tapi apa mungkin?” kata Bambang. (bbs/sam/val)

Foto: Ricardo/JPNN Calon Tunggal Kapolri Budi Gunawan (kiri) bersama Ketua Komisi III Aziz Syamsuddin bersalaman usai menggelar konferensi pers usai pertemuan secara tertutup di Kediaman Budi Gunawan, Jakarta, Selasa (13/1).
Foto: Ricardo/JPNN
Calon Tunggal Kapolri Budi Gunawan (kiri) bersama Ketua Komisi III Aziz Syamsuddin bersalaman usai menggelar konferensi pers usai pertemuan secara tertutup di Kediaman Budi Gunawan, Jakarta, Selasa (13/1).

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Status tersangka KPK bukan halangan bagi Komjen Budi Gunawan untuk menduduki kursi Kapolri, menggantikan Jenderal Sutarman. Ini menyusul keputusan Komisi III DPR yang dalam fit and proper test, kemarin, meloloskan mantan ajudan Presiden Megawati itu sebagai ‘Tribrata 1’. Muncul pertanyaan, kenapa Koalisi Merah Putih yang biasanya tajam menyoroti kebijakan Presiden Jokowi, justru mendukung Komjen Budi tanpa kritik secuil pun?

Ketua Komisi III yang membidangi Hukum dan HAM di DPR, Aziz Syamsuddin, mengatakan ada satu cara yang ampuh untuk membatalkan pencalonan Komjen Budi sebagai calon Kapolri.

“Yang bisa menghentikan adalah presiden dan sidang paripurna,” ujar Aziz di Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu (14/1).

Politikus Golkar itu mengatakan cara pamungkas itu berupa penarikan langsung oleh Presiden Jokowi. Menurut Aziz, Presiden Jokowi harus melalui serangkaian tahapan jika nantinya membatalkan pelantikan Budi karena mempertimbangkan status tersangka KPK. Jokowi, kata Aziz, wajib memberikan surat resmi kepada DPR dan harus disetujui dalam rapat paripurna, sebelum dibahas di Badan Musyawarah dan rapat pleno Komisi III DPR.

Surat penarikan itu kemudian disampaikan oleh Ketua DPR pada rapat paripurna. Selanjutnya, paripurna tinggal menyetujui surat penarikan itu dan menyerahkan pembahasan pada Badan Musyawarah DPR.

“Ada tahapannya, tidak bisa langsung diproses tanpa mekanisme yang ada di DPR,” ujarnya.

Wakil Ketua Komisi III Desmond J Mahesa menguatkan, proses fit and proper test (uji kelayakan dan kepatutan) calon Kapolri Komjen Budi Gunawan di DPR tidak bisa dihentikan karena sudah menjadi keputusan Paripurna DPR. Kecuali, kata Desmon, Jokowi mengirim surat ke DPR untuk menghentikannya dan mengajukan calon lain.

“Bisa saja dihentikan dengan syarat ada permintaan tertulis dari pihak Presiden Jokowi dan mengajukan calon Kapolri baru,” kata Desmond di Gedung DPR, Rabu (14/1).

Kalau secara sepihak DPR menghentikan proses uji kelayakan dan kepatutan ujarnya, itu sama saja DPR membantu presiden membenarkan tindakannya yang salah. “Ini beban Jokowi yang salah pilih orang, bukan maunya kami, lalu kenapa Komisi III yang dipersalahkan?” tanya Desmond.

Politikus Partai Gerindra itu menjelaskan, proses uji kelayakan dan kepatutan sebagai calon Kapolri adalah proses politik yang berlangsung di DPR. Sedangkan proses hukum berlangsung di KPK.

“Karena itu, dalam asas hukum praduga tidak bersalah, kita tidak bicara masalah layak atau tidak layak,” jelasnya.

Menurut Desmond, dengan ditetapkannya status tersangka bagi Komjen Budi, KPK harus membuktikannya secara hukum.

“Kalau proses ini dihentikan, sementara tersangka belum pasti bersalah menurut hukum, sepertinya DPR ini tidak tahu hukum. Sementara undang-undang memerintahkan DPR untuk melakukan uji kelayakan dan kepatutan calon Kapolri,” katanya.

Dalam jumpa pers, tadi malam, Presiden Jokowi mengendapkan persoalan pencalonan Komjen Budi sebagai Kapolri hingga sidang paripurna DPR. Menurut Jokowi, langkah itu dia ambil karena menghormati rapat pleno Komisi III DPR, sekaligus menghargai proses hukum yang berlangsung di KPK.

“Ada penetapan tersangka oleh KPK, kita hormati KPK. Ada proses politik juga di Dewan, kita juga hargai dewan. Sampai saat ini saya menunggu paripurna di dewan,” kata Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (14/1).

Jokowi menjelaskan, penunjukkan Budi telah melalui proses yang panjang sebelum diajukan ke pimpinan DPR. Salah satunya adalah dengan menggunakan rekomendasi dari Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas).

Dari Kompolnas, Jokowi mengaku mendapat keterangan mengenai rekening dan aliran transaksi calon tunggal pengganti Kapolri Jenderal Sutarman tersebut. “Saya dapatkan surat ini, klarifikasi mengenai rekening dan di sini disampaikan hasil penyelidikan disimpulkan bahwa transaksi itu transaksi wajar,” ujarnya.

Atas situasi itu, Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto menyebutkan, Jokowi menerima tiga usulan setelah KPK menetapkan Budi sebagai tersangka korupsi dan diduga menerima imbalan saat menjabat Kepala Biro Pembinaan Karier Polri 2003-2006 dan jabatan lain di kepolisian.

“Presiden sudah minta ke kami beberapa opsi,” kata Andi di Istana Negara, kemarin. Tiga opsi yang disampaikan kepada Jokowi adalah, pertama, menunggu seluruh proses pencalonan di DPR. Kedua, menunda pencalonan Komjen Budi hingga ada keputusan hukum tetap, dan ketiga, menunggu masa pensiun Kapolri Jenderal Sutarman pada Oktober dan mengajukan calon baru.

Kini selanjutnya, tinggal menunggu Presiden Jokowi apakah setelah mendapat persetujuan DPR, Komjen Budi akan langsung dilantik sebagai pucuk pimpinan korps baju coklat itu, atau menganulirnya. Jika memang nantinya tetap dilantik, akan muncul masalah yang tidak bisa disepelekan.

Dari informasi yang dihimpun, Komjen Budi direncanakan dilantik pada Jumat (16/1), jika seluruh anggota DPR memberikan persetujuan dalam paripurna yang akan digelar Kamis (15/1) atau hari ini.

Menanggapi hal itu, KPK berharap, Presiden Joko Widodo bersikap bijak dengan tidak melantik Budi Gunawan.

“Seseorang yang jadi tersangka, KPK sesuai dengan sikap, meminta untuk tidak dilantik,” ujar Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto di Gedung KPK, kemarin.

Menurut Bambang, sikap tersebut sama dengan yang sudah dilakukan KPK sebelumnya. Dia mencontohkan, kasus Hambith Bintih dan Jero Wacik yang menjadi tersangka dan tidak jadi dilantik. “Dulu ada Bupati Hambith Bintih, kami minta dia tak dilantik. Dalam kasus anggota dewan yang jadi tersangka, supaya tak dilantik,” sebut dia.

Namun jika tetap akan dilantik, KPK meminta waktu kepada Jokowi untuk membuka komunikasi langsung. Sebab, kata Bambang, KPK ingin menyampaikan informasi ihwal kasus Budi Gunawan.

“Sejauh ini, KPK meminta untuk diberikan waktu. Dan komunikasi (antara Ketua KPK dan Mensesneg, Red) sudah dilakukan dan sudah dijanjikan dan diatur schedule-nya,” jelas Bambang.

Menurut pengamat kepolisian dari UI, Bambang Widodo Umar, jika Komjen Budi Gunawan dipertahankan, bisa menjadi preseden buruk.

“Mabes Polri bisa menjadi sorotan dunia nanti ketika seorang Kapolri tiba-tiba menjadi tersangka kasus korupsi,” ujar Bambang.

Bambang menyarankan Jokowi memikirkan dengan matang langkah apa yang perlu diambil terkait Budi. Ia mengaku tak kaget jika Jokowi memakan waktu lama. “Masalah Budi ini dilematis sifatnya. Jika dipertahankan, mengganggu Mabes Polri. Kalau dicabut, bisa mengganggu hubungan politik,” ujarnya.

Karena itu, menurut Lulusan Akabri Kepolisian (1971) yang juga staf pengajar di Program Pascasarjana Kajian Ilmu Kepolisian Universitas Indonesia itu, Presiden Jokowi dalam posisi dilematis.

“Apakah kapolri yang tersangka akan dilantik juga? Kalau setelah dilantik lantas ditahan, ini bisa menghancurkan kepolisian Indonesia,” ujar pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar kepada Sumut Pos, Rabu (14/1).

Pasalnya, jika Presiden Jokowi tidak melantiknya dan mengajukan nama baru, itu juga bukan hal yang mudah.

“Dalam situasi seperti sekarang ini, yang dilingkupi kepentingan politik, menghadapi partai-partai besar, presiden juga akan kesulitan mengajukan nama baru. Kecuali kalau Jokowi benar-benar bisa bersikap mandiri. Tapi apa mungkin?” kata Bambang. (bbs/sam/val)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/