Menurut Aziz, Partai Golkar tidak salah pilih dalam menentukan calon. Semua calon kepala daerah yang diusung Partai Golkar dipilih berdasarkan sistem. Apalagi, Imas merupakan incumbent dan kader Partai Golkar. Meski begitu, Aziz berharap proses penegakan hukum juga bisa berjalan objektif. ”Kami tidak bisa kontrol (kader) 24 jam, di sisi lain kami juga minta aparat penegak hukum untuk bisa melakukan secara objektif, jangan karena agenda-agenda target-target politik,” ujarnya.
Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Sumarsono mengatakan, dia prihatin sekaligus mengapresiasi langkah KPK yang melakukan OTT terhadap kepala daerah yang kembali maju dalam pilkada. Menurutnya, komisi yang diketuai Agus Rahardjo itu menyebar sekitar seribu orang ke beberapa daerah yang rawan korupsi. ”Memang direkrut dari berbagai profesi. Kalau karyawan KPK sendiri nggak segitu,” ucap dia saat dihubungi Jawa Pos kemarin.
Kemendagri sudah sering mewanti-wanti kepada para kepala daerah. Ada dua hal yang selalu diingatkan, yaitu jangan sampai mereka menyentuh anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) untuk biaya kampanye. Yang kedua, jika mereka terkena OTT akan langsung diganti dan tidak menunggu inkracht.
Terpisah, Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon mengatakan, banyaknya calon kepala daerah yang tertangkap tangan KPK merupakan konsekuensi dari politik demokrasi langsung. ”Politik langsung itu biayanya mahal,” kata dia saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan.
Calon pun bekerja keras untuk menyiapkan dana pilkada. Banyak godaan dan tawaran kepada kandidat. Namun, kata dia, tawaran yang tidak sesuai dengan aturan dan perundang-undangan seharusnya dihindari.
Politikus Partai Gerindra itu menyatakan, para calon harus bisa mencari biaya kampanye dari sumber yang benar. Seharusnya kandidat bisa melakukan fundraising dalam memperoleh dana. ”Di Amerika tim sukses melakukan fundraising untuk mendapatkan donasi,” ungkapnya. Jika sistem itu diterapkan di Indonesia harus diatur dengan baik, sehingga tidak dianggap gratifikasi.