JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan atau Komnas Perempuan mengungkap angka kekerasan yang menimpa Pekerja Rumah Tangga (PRT) makin tinggi.
Selain itu, proses hukum terhadap PRT juga mengalami banyak pengecualian. “Hal ini dimungkinkan karena belum adanya jangkauan hukum bagi PRT korban kekerasan,” kata Wakil Ketua Komnas Perempuan Olivia Salampessy dalam webinar, di Jakarta, Selasa (13/2).
Olivia Salampessy mengatakan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) yang telah berusia dua dekade sejak disahkan 2004, secara jelas menyatakan PRT termasuk yang dilindungi oleh UU PKDRT. Namun, sampai sekarang belum dapat diimplementasikan pada PRT korban kekerasan. “Ketiadaan penanganan kasus kekerasan yang dialami PRT melalui UU PKDRT mengakibatkan adanya kekosongan payung hukum untuk melindungi, memberikan keadilan, dan pemenuhan hak-hak PRT sebagai pekerja,” katanya.
Untuk itu pada 2004 Rancangan Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) diajukan ke DPR RI. Namun hingga kini RUU PPRT masih belum juga disahkan. “Bahkan belum sama sekali memasuki tahap pembahasan tingkat satu. Kami berpandangan tahun 2024 ini merupakan masa kritis pembahasan RUU PPRT, karena jika pada tahun ini tidak ada satu nomor DIM pun dari RUU PPRT yang dibahas dan disepakati di pembahasan tingkat satu DPR RI, maka RUU PPRT akan non carry over,” kata Olivia Salampessy. “Ini berarti kita harus memulai lagi dari nol untuk pengusulan RUU PPRT ke proses legislasi,” kata dia. (jpg/ila)