JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Satu anak meninggal dunia dan 53 anak kritis karena mengkonsumsi obat paracetamol cafein corisoprodol (PCC) akibat bujuk rayu keji bandar. Badan Narkotika Nasional (BNN) menduga, motif bandar menyasar anak-anak tidak hanya karena motif ekonomi.
Obat PCC merupakan obat keras yang biasa digunakan untuk mengurangi sakit. Sebagian dokter menggunakannya untuk obat jantung. Karena itulah penggunaan obat tersebut tidak boleh sembarangan, harus dengan resep dokter.
Deputi Pemberantasan BNN Irjen Arman Depari menuturkan, obat PCC bukan merupakan narkotika, tapi bisa disalahgunakan untuk kepentingan seakan-akan narkotika. ”Efeknya menenangkan,” jelasnya kepada Jawa Pos (grup Sumut Pos) di kantor BNN, kemarin.
Obat PCC tersebut juga bukan narkotika flakka seperti yang disebut-sebut. Kandungan flakka adalah alfa PVP yang berbeda dengan dengan obat yang dikunsumsi anak-anak tersebut. ”Bukan narkotika jenis baru itu,” jelas Arman.
Namun, kandungan obat PCC yang meracuni anak bangsa di Kendari itu masih perlu untuk diuji laboratorium. Sehingga, dapat dipastikan dengan tepat, benarkah hanya obat PCC atau ada kandungan lainnya. ”Langkah uji laboratorium itu penting, koordinasi dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan,” paparnya.
Dari penyelidikan sementara diketahui bahwa bandar menjualnya Rp25 ribu untuk 20 butir obat PCC tersebut. Dengan harga semurah itu memang dipahami dijangkau untuk anak-anak. ”Segitu harganya sesuai pengakuan sejumlah saksi,” tanyanya.
JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Satu anak meninggal dunia dan 53 anak kritis karena mengkonsumsi obat paracetamol cafein corisoprodol (PCC) akibat bujuk rayu keji bandar. Badan Narkotika Nasional (BNN) menduga, motif bandar menyasar anak-anak tidak hanya karena motif ekonomi.
Obat PCC merupakan obat keras yang biasa digunakan untuk mengurangi sakit. Sebagian dokter menggunakannya untuk obat jantung. Karena itulah penggunaan obat tersebut tidak boleh sembarangan, harus dengan resep dokter.
Deputi Pemberantasan BNN Irjen Arman Depari menuturkan, obat PCC bukan merupakan narkotika, tapi bisa disalahgunakan untuk kepentingan seakan-akan narkotika. ”Efeknya menenangkan,” jelasnya kepada Jawa Pos (grup Sumut Pos) di kantor BNN, kemarin.
Obat PCC tersebut juga bukan narkotika flakka seperti yang disebut-sebut. Kandungan flakka adalah alfa PVP yang berbeda dengan dengan obat yang dikunsumsi anak-anak tersebut. ”Bukan narkotika jenis baru itu,” jelas Arman.
Namun, kandungan obat PCC yang meracuni anak bangsa di Kendari itu masih perlu untuk diuji laboratorium. Sehingga, dapat dipastikan dengan tepat, benarkah hanya obat PCC atau ada kandungan lainnya. ”Langkah uji laboratorium itu penting, koordinasi dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan,” paparnya.
Dari penyelidikan sementara diketahui bahwa bandar menjualnya Rp25 ribu untuk 20 butir obat PCC tersebut. Dengan harga semurah itu memang dipahami dijangkau untuk anak-anak. ”Segitu harganya sesuai pengakuan sejumlah saksi,” tanyanya.