31.8 C
Medan
Saturday, May 18, 2024

Parpol Islam Makin Drop

Survei LSI, jadi Tantangan Pileg 2014

JAKARTA-Masa depan partai politik (parpol) berbasis Islam diprediksi semakin suram. Pada perhelatan Pemilu Legislatif (Pileg) 2014, akumulasi perolehan suara parpol Islam diperkirakan semakin tergerus oleh dominasi parpol berbasis nasionalis.

Hal tersebut merupakan inti dari hasil survei yang disampaikan Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Minggu (14/10). Peneliti LSI Adjie Alfaraby memaparkan, jika pileg digelar hari ini, tidak ada satu pun parpol Islam yang masuk lima besar perolehan suara. “Capaian ini adalah yang terburuk sejak pemilu pertama pada 1955 digelar,” ujar Adjie di Kantor LSI.

Dalam survei yang dilaksanakan pada 1-8 Oktober dan melibatkan 1.200 responden itu, lima besar perolehan suara didominasi partai nasionalis. Secara berturut-turut, Golkar (21,0 persen), PDIP (17,2 persen), Demokrat (14,0 persen), Gerindra (5,2 persen), dan Nasdem (5,0 persen) berada pada urutan lima besar.

Sedangkan empat partai Islam penghuni DPR saat ini, yakni PKS, PAN, PKB, dan PPP, sesuai dengan hasil survei LSI diprediksi terlempar dari lima besar. Adjie mengatakan, PKS masih menjadi partai berbasis Islam terbesar dengan dukungan sekitar 3 persen. “Sementara yang lain di bawah 3 persen,” ujarnya.
Rendahnya dukungan publik terhadap parpol Islam juga berbanding lurus dengan merosotnya pamor para tokoh Islam dalam persaingan di bursa capres. Adjie menyatakan, tokoh-tokoh partai Islam, antara lain Hatta Rajasa, Suryadharma Ali, Muhaimin Iskandar, dan Luthfi Hasan Ishaaq, memiliki tingkat popularitas yang rendah.

Data itu terlihat saat LSI membandingkan popularitas tokoh Islam tersebut dengan para tokoh parpol nasionalis yang masuk bursa capres. Popularitas Aburizal Bakrie (Ical), Megawati Soekarnoputri, dan Prabowo Subianto mencapai angka di atas 15 persen. “Dukungan terhadap tokoh parpol Islam sebagai capres masih di bawah 5 persen,” ujar Adjie.

Apa yang menyebabkan partai Islam terlempar dari lima besar? Menurut Adjie, LSI melihat, fenomena “Islam yes, partai Islam no” di tengah-tengah masyarakat semakin berkembang. Keislaman Indonesia saat ini cenderung bersifat kultural dan kesalehan individu. “Keislaman itu tidak terwujud dalam aspirasi politik,” ujarnya.

Hal lain yang juga menjadi rahasia umum adalah persoalan pendanaan. Parpol nasionalis memiliki sumber pendanaan yang lebih kuat jika dibandingkan dengan parpol Islam. Adjie menyatakan, pengecualian terjadi pada PKS yang memiliki basis massa kuat. “Namun, dalam memelihara basis massa, juga tetap diperlukan pendanaan,” ulasnya.

Tidak cukup di situ, LSI menilai bahwa munculnya anarkisme yang mengatasnamakan Islam membawa dampak kolektif kepada parpol Islam. “Masyarakat saat ini cenderung lebih mengedepankan asas demokrasi dibandingkan asas negara nanti berlandasan syariat Islam,” jelasnya.
Penyebab terakhir dalam pandangan LSI adalah kemampuan parpol nasionalis yang semakin mengakomodasi kepentingan dan agenda kelompok Islam. Adjie menyebut, keberadaan Baitul Muslimin di PDIP dan Majelis Dzikir di Partai Demokrat menjadi bukti akomodasi itu. “Banyak juga tokoh Islam yang diakomodasi oleh partai nasionalis,” tegas dia.

Menanggapi hasil survei LSI tersebut, Sekjen PPP M Romahurmuziy menyatakan bahwa parpol Islam adalah parpol yang lahir, tumbuh, dan besar karena mengakar pada ormas yang tumbuh dalam masyarakat. Sementara itu, kemengakaran tersebut baru efektif dibuktikan saat pemilu digelar. “Jadi, bisa dipastikan ketika jaringan ini dioperasionalkan, hasil perolehan pemilu pasti jauh berbeda dari survei hari ini,” ujar Romi, sapaan akrabnya.

Indikasi tersebut terlihat dari berbagai macam survei selama ini. Romi menyatakan, LSI sendiri pernah mengumumkan survei seminggu sebelum Pemilu 2004 dan 2009. Kala itu angka perolehan suara PPP pada Pemilu 2009 jauh di atas prediksi survei yang hanya 1-2 persen. “Tentu buat kami, ini memperjelas bahwa survei hanya mampu membaca kekuatan orang dan uang, bukan kekuatan ukhuwah (persaudaraan) dan gagasan,” tandasnya. (bay/dyn/c11/agm/jpnn)

Survei LSI, jadi Tantangan Pileg 2014

JAKARTA-Masa depan partai politik (parpol) berbasis Islam diprediksi semakin suram. Pada perhelatan Pemilu Legislatif (Pileg) 2014, akumulasi perolehan suara parpol Islam diperkirakan semakin tergerus oleh dominasi parpol berbasis nasionalis.

Hal tersebut merupakan inti dari hasil survei yang disampaikan Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Minggu (14/10). Peneliti LSI Adjie Alfaraby memaparkan, jika pileg digelar hari ini, tidak ada satu pun parpol Islam yang masuk lima besar perolehan suara. “Capaian ini adalah yang terburuk sejak pemilu pertama pada 1955 digelar,” ujar Adjie di Kantor LSI.

Dalam survei yang dilaksanakan pada 1-8 Oktober dan melibatkan 1.200 responden itu, lima besar perolehan suara didominasi partai nasionalis. Secara berturut-turut, Golkar (21,0 persen), PDIP (17,2 persen), Demokrat (14,0 persen), Gerindra (5,2 persen), dan Nasdem (5,0 persen) berada pada urutan lima besar.

Sedangkan empat partai Islam penghuni DPR saat ini, yakni PKS, PAN, PKB, dan PPP, sesuai dengan hasil survei LSI diprediksi terlempar dari lima besar. Adjie mengatakan, PKS masih menjadi partai berbasis Islam terbesar dengan dukungan sekitar 3 persen. “Sementara yang lain di bawah 3 persen,” ujarnya.
Rendahnya dukungan publik terhadap parpol Islam juga berbanding lurus dengan merosotnya pamor para tokoh Islam dalam persaingan di bursa capres. Adjie menyatakan, tokoh-tokoh partai Islam, antara lain Hatta Rajasa, Suryadharma Ali, Muhaimin Iskandar, dan Luthfi Hasan Ishaaq, memiliki tingkat popularitas yang rendah.

Data itu terlihat saat LSI membandingkan popularitas tokoh Islam tersebut dengan para tokoh parpol nasionalis yang masuk bursa capres. Popularitas Aburizal Bakrie (Ical), Megawati Soekarnoputri, dan Prabowo Subianto mencapai angka di atas 15 persen. “Dukungan terhadap tokoh parpol Islam sebagai capres masih di bawah 5 persen,” ujar Adjie.

Apa yang menyebabkan partai Islam terlempar dari lima besar? Menurut Adjie, LSI melihat, fenomena “Islam yes, partai Islam no” di tengah-tengah masyarakat semakin berkembang. Keislaman Indonesia saat ini cenderung bersifat kultural dan kesalehan individu. “Keislaman itu tidak terwujud dalam aspirasi politik,” ujarnya.

Hal lain yang juga menjadi rahasia umum adalah persoalan pendanaan. Parpol nasionalis memiliki sumber pendanaan yang lebih kuat jika dibandingkan dengan parpol Islam. Adjie menyatakan, pengecualian terjadi pada PKS yang memiliki basis massa kuat. “Namun, dalam memelihara basis massa, juga tetap diperlukan pendanaan,” ulasnya.

Tidak cukup di situ, LSI menilai bahwa munculnya anarkisme yang mengatasnamakan Islam membawa dampak kolektif kepada parpol Islam. “Masyarakat saat ini cenderung lebih mengedepankan asas demokrasi dibandingkan asas negara nanti berlandasan syariat Islam,” jelasnya.
Penyebab terakhir dalam pandangan LSI adalah kemampuan parpol nasionalis yang semakin mengakomodasi kepentingan dan agenda kelompok Islam. Adjie menyebut, keberadaan Baitul Muslimin di PDIP dan Majelis Dzikir di Partai Demokrat menjadi bukti akomodasi itu. “Banyak juga tokoh Islam yang diakomodasi oleh partai nasionalis,” tegas dia.

Menanggapi hasil survei LSI tersebut, Sekjen PPP M Romahurmuziy menyatakan bahwa parpol Islam adalah parpol yang lahir, tumbuh, dan besar karena mengakar pada ormas yang tumbuh dalam masyarakat. Sementara itu, kemengakaran tersebut baru efektif dibuktikan saat pemilu digelar. “Jadi, bisa dipastikan ketika jaringan ini dioperasionalkan, hasil perolehan pemilu pasti jauh berbeda dari survei hari ini,” ujar Romi, sapaan akrabnya.

Indikasi tersebut terlihat dari berbagai macam survei selama ini. Romi menyatakan, LSI sendiri pernah mengumumkan survei seminggu sebelum Pemilu 2004 dan 2009. Kala itu angka perolehan suara PPP pada Pemilu 2009 jauh di atas prediksi survei yang hanya 1-2 persen. “Tentu buat kami, ini memperjelas bahwa survei hanya mampu membaca kekuatan orang dan uang, bukan kekuatan ukhuwah (persaudaraan) dan gagasan,” tandasnya. (bay/dyn/c11/agm/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/