30.7 C
Medan
Thursday, May 16, 2024

Humas MA Bantah Humas PN Medan

Soal Peralihan Status Tahanan Kadis dan Bendahara PU Deliserdang

JAKARTA-Pernyataan Humas Pengadilan Negeri Medan, Ahmad Guntur, langsung dibantah Humas Mahkamah Agung (MA), Ridwan Mansur. Bantahan ini terkait pernyataan Ahmad Guntur yang mengatakan pengalihan status tahanan Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Deliserdang Faisal dan Bendahara PU Deliserdang Alvian sudah sesuai prosedur.

Ridwan Mansur, menyatakan bahwa pengalihan status tahanan harus melalui penetapan seluruh majelis hakim dan harus dibacakan di depan persidangan. Jadi, prosedurnya sama dengan penetapan perintah penahanan. “Mestinya dengan penetapan di depan sidang. Ditetapkan oleh majelis hakim, seluruh hakim menandatangani, untuk perintah penahanan atau pengalihan penahanan,” ujar Ridwan Mansur kepada Sumut Pos di Jakarta, kemarin.

Jadi, apa bisa dikatakan telah terjadi pelanggaran prosedur terkait kasus korupsi yang ditangani hakim di Pengadilan Tipikor Medan itu? Ridwan belum berani memberikan jawaban. “Kami belum menerima laporan,” kilahnya.

Yang pasti, keterangan Ridwan itu sudah membantah pernyataan Achmad Guntur dari PN Medan yang mengtakan bahwa pengalihan status tahanan dimaksud sudah sesuai prosedur. Menurut Achmad, seperti diberitakan koran ini Selasa (15/1), penetapan pengalihan penahanan tidak perlu dibacakan di depan persidangan. “Putusan majelis tidak dibacakan di persidangan karena ini pengalihan penahanan, kecuali menahan orang,” kata Achmad Guntur.
Juru bicara MA, Djoko Sarwoko, pun memastikan keterangan Humas MA tadi. “Sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), pengalihan status tahanan harus ada penetapan dari Majelis Hakim, disampaikan di persidangan, disampaikan ke Jaksa Penuntut Umum dan juga kepada Rumah Tahanan,” ujarnya.

Karena itu jika ada hakim yang tidak memenuhinya, menurut Djoko hal tersebut perlu dipertanyakan kepada hakim yang bersangkutan. Karena dalam menjalankan tugas dan kewenangan, aparat hukum harus berpegang pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada.

“Hakim seharusnya sudah tahu KUHAP-nya. Jadi mungkin (atas hal tersebut perlu) tanyakan ke beliau,” ujarnya.

Dalam KUHAP Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981, Pasal 23 ayat 1 (satu) disebutkan, penyidik atau penuntut umum atau hakim, berwenang untuk mengalihkan jenis penahanan yang satu kepada jenis penahanan yang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22. Sementara itu dalam ayat 2 (dua) dikatakan, pengalihan jenis penahanan dinyatakan secara tersendiri dengan surat perintah dari penyidik atau penuntut umum atau penetapan hakim yang tembusannya diberikan kepada tersangka atau terdakwa serta keluarganya dan kepada instansi yang bekepentingan.

Terpisah, Peneliti Hukum pada Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruptions Watch (ICW) Donal Fariz, berharap publik di Sumut terus mengawasi proses persidangan kasus korupsi bernilai ratusan miliar ini.

Menurutnya, dengan sikap hakim Pengadilan Tipikor Medan yang sangat kompromis dengan kedua terdakwa, maka potensi bakal keluarnya vonis bebas atas kedua terdakwa, sangat besar terjadi.”Biasanya kasus yang demikian akan berujung pada putusan yang kontroversial. Bisa saja divonis bebas, lepas,” ujar Donal, kemarin.

Dikatakan, selain perlunya pengawasan yang ketat terhadap lanjutan persidangan kasus ini, Komisi Yudusial (KY) juga harus cepat bergerak. “Karena ini sangat mungkin terjadi pelanggaran kode etik,” ujar Donal.

Sebelumnya diberitakan, pengalihan penetapan status kedua terdakwa korupsi senilai Rp105 miliar ini, tampak mencurigakan. Pasalnya putusan pengalihan tidak dibacakan di depan persidangan. Selain itu berdasarkan surat keterangan sakit dari RSU Sari Mutiara Lubukpakam yang ditandatangani dr.Frans Sihombing, tertulis bahwa Faisal dan Elvian mengalami penyakit kelainan pada ulu hati disertai dengan muntah, mual dan badan lemas (Dyspepsia). Dalam surat juga tertera, keduanya harus opname. Artinya, bukan dirawat di rumah. Demikian juga saat Sumut Pos mendatangi dua rumah Faisal, di Tebingtinggi dan Lubukpakam, sang terdakwa tidak berada di rumah.

Tahan Rumah ya Harus di Rumah

Dari Medan, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan meminta KY dan Badan Pengawasan MA agar memeriksa majelis hakim yang menyidangkan perkara korupsi anggaran proyek pemeliharaan dan pembangunan jalan dan jembatan di Dinas PU Deliserdang yang merugikan negara sebesar Rp105,83 miliar dengan dua terdakwa Kadis PU Deliserdang Ir Faisal dan Bendahara Dinas PU Deliserdang, Elvian.

“Ini sudah pasti ada permainan. Apalagi kedua terdakwa juga dijemput pada malam hari. Ada apa itu? Kenapa malam hari dijemput? Kenapa bukan saat jam kerja?” tegas Direktur LBH Medan, Surya Adinata, kemarin.

Surya menambahkan, bila kedua terdakwa ternyata sakit, seharusnya dibantarkan di rumah sakit. Namun dalam hal ini, majelis hakim mengalihkan status penahanan kedua terdakwa menjadi tahanan rumah. “Kalau sakit, ya harus dibantarkan lah. Dibawa ke rumah sakit dulu. Kenapa menjadi tahanan rumah? Berarti dipertanyakan juga sakit dua terdakwa ini. Terlebih lagi surat sakitnya dikeluarkan dokter dari rumah sakit lain. Harusnya dokter independen lah yang menangani dalam hal ini dokter Rutan Tanjunggusta Medan. Karena mereka yang menangani kedua terdakwa selama berada di rutan,” tegasnya.

Surya menambahkan bila faktanya kedua terdakwa berada di luar rumah, jaksa dapat menangkap kedua terdakwa dan menahannya kembali. “Tahanan rumah ya harus di rumah. Tidak boleh keluar dan harus ada pengawasan dari kejaksaan. Kecuali dia berobat ke rumah sakit. Begitupun harus ada izin dari kejaksaan. Ketika ternyata dia berada diluar rumah. Jaksa harus menangkapnya,” ungkapnya.

Sementara itu, Asisten II Pemkab Deliserdang, Agus Ginting, mengatakan Pemkab Deliserdang memberikan bantuan hukum kepada Ir Faisal. “Sampai saat ini Ir Faisal masih Kadis PU Pemkab Deliserdang. Sudak kewajiban Pemkab Deliserang memberikan bantuan hukum terhadap dia (Ir Faisal). Itu ada diatur dalam undang undang, kan tidak salah itu,” ungkap Agus Ginting ketika dihubungi, Selasa (15/1), sekitar pukul 12. 30 WIB.

Asisten II Pemkab Deliserdang selaku kordinatir bidang kesejahteran sosial dan pembangunan. “Dinas PU dibawa kordinasi asisten II dan Sekda, oleh karena itu, selaku pejabat di situ saya bersama Sekda melalu kabag hukum mengajukan permohonan agar Ir Faisal menjadi tahanan rumah,” terang Agus.
Masih, Agus dirinya mengajukan permohonan penanguhan tahan rumah terhadap Ir Faisal kepada majelis hakim tipikor, telah melalui prosedur yang sah. Permohonan penanguhan itu dikabulkan hakim.

Ditanyakan, apakah dirinya secara pribadi menjamin Ir Faisal bersama Elvian. Agus menegaskan bahwa dia dan Sekda tidak pernah menjamin secara pribadi tetapi karena posisi jabatannya. Maka keduanya hanya mengajukan permohonan ke majelis hakim tipikor.
Selanjutnya, Agus Ginting mengaku belum pernah ketemu kepada Ir Faisal bersama Elvian pascaditetapkanya setatus tahan rumah terhadap keduanya. Agus menyatakan bahwa keduanya sesuai surat rujukan dokter, sedang mengalami ganguan kesehatan.”Mereka sakit dan dirawat d rumah. Saya tidak pernah bertemu kepada keduanya,” ucap Agus.
Terpisah Humas Pengadilan Negeri (PN) Medan, Achmad Guntur mengatakan pertimbangan majelis hakim mengalihkan status penahanan kedua terdakwa disebabkan surat keterangan yang dikeluarkan dr. Frans Sihombing dari RSU Sari Mutiara Lubukpakam pada 7 Januari 2013. Begitupun, katanya surat sakit yang dikeluarkan dokter tersebut akan dibuktikan dengan waktu.
“Itu nanti terserah majelisnya. Apakah surat itu dipersalahgunakan, akan dibuktikan dengan waktu. Kamu juga harus paham, hakim tidak bertanggung jawab secara fisik kepada terdakwa. Hakim bertanggung jawab secara yuridis. Pengalihan penahanan itu tidak ada hubungannya dengan surat permohonan dari Sekda (tantatangan asisten II Pemkab Deliserdang). Karena itu tidak penting. Surat dokter itu saja. Dokter kan punya aturan dan kode etik. Kalau tidak benar silahkan laporkan saja,” jelas Guntur.
Namun, lanjutnya, pengalihan penahanan terhadap kedua terdakwa bisa diubah sewaktu-waktu tergantung siapa yang menahan. “Kalau terdakwa tidak hadir saat sidang harus ada suratnya. Hakim mempertimbangkan secara formal dan bukan steatment yang dipertimbangan tetapi permohonan secara formal. Kalau steatment yang dipertimbangkan hancur negara ini. Sudah jangan tanyakan lagi perkara ini ke saya,” ujarnya sembari berlalu pergi.(sam/gir/far/btr)

Soal Peralihan Status Tahanan Kadis dan Bendahara PU Deliserdang

JAKARTA-Pernyataan Humas Pengadilan Negeri Medan, Ahmad Guntur, langsung dibantah Humas Mahkamah Agung (MA), Ridwan Mansur. Bantahan ini terkait pernyataan Ahmad Guntur yang mengatakan pengalihan status tahanan Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Deliserdang Faisal dan Bendahara PU Deliserdang Alvian sudah sesuai prosedur.

Ridwan Mansur, menyatakan bahwa pengalihan status tahanan harus melalui penetapan seluruh majelis hakim dan harus dibacakan di depan persidangan. Jadi, prosedurnya sama dengan penetapan perintah penahanan. “Mestinya dengan penetapan di depan sidang. Ditetapkan oleh majelis hakim, seluruh hakim menandatangani, untuk perintah penahanan atau pengalihan penahanan,” ujar Ridwan Mansur kepada Sumut Pos di Jakarta, kemarin.

Jadi, apa bisa dikatakan telah terjadi pelanggaran prosedur terkait kasus korupsi yang ditangani hakim di Pengadilan Tipikor Medan itu? Ridwan belum berani memberikan jawaban. “Kami belum menerima laporan,” kilahnya.

Yang pasti, keterangan Ridwan itu sudah membantah pernyataan Achmad Guntur dari PN Medan yang mengtakan bahwa pengalihan status tahanan dimaksud sudah sesuai prosedur. Menurut Achmad, seperti diberitakan koran ini Selasa (15/1), penetapan pengalihan penahanan tidak perlu dibacakan di depan persidangan. “Putusan majelis tidak dibacakan di persidangan karena ini pengalihan penahanan, kecuali menahan orang,” kata Achmad Guntur.
Juru bicara MA, Djoko Sarwoko, pun memastikan keterangan Humas MA tadi. “Sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), pengalihan status tahanan harus ada penetapan dari Majelis Hakim, disampaikan di persidangan, disampaikan ke Jaksa Penuntut Umum dan juga kepada Rumah Tahanan,” ujarnya.

Karena itu jika ada hakim yang tidak memenuhinya, menurut Djoko hal tersebut perlu dipertanyakan kepada hakim yang bersangkutan. Karena dalam menjalankan tugas dan kewenangan, aparat hukum harus berpegang pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada.

“Hakim seharusnya sudah tahu KUHAP-nya. Jadi mungkin (atas hal tersebut perlu) tanyakan ke beliau,” ujarnya.

Dalam KUHAP Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981, Pasal 23 ayat 1 (satu) disebutkan, penyidik atau penuntut umum atau hakim, berwenang untuk mengalihkan jenis penahanan yang satu kepada jenis penahanan yang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22. Sementara itu dalam ayat 2 (dua) dikatakan, pengalihan jenis penahanan dinyatakan secara tersendiri dengan surat perintah dari penyidik atau penuntut umum atau penetapan hakim yang tembusannya diberikan kepada tersangka atau terdakwa serta keluarganya dan kepada instansi yang bekepentingan.

Terpisah, Peneliti Hukum pada Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruptions Watch (ICW) Donal Fariz, berharap publik di Sumut terus mengawasi proses persidangan kasus korupsi bernilai ratusan miliar ini.

Menurutnya, dengan sikap hakim Pengadilan Tipikor Medan yang sangat kompromis dengan kedua terdakwa, maka potensi bakal keluarnya vonis bebas atas kedua terdakwa, sangat besar terjadi.”Biasanya kasus yang demikian akan berujung pada putusan yang kontroversial. Bisa saja divonis bebas, lepas,” ujar Donal, kemarin.

Dikatakan, selain perlunya pengawasan yang ketat terhadap lanjutan persidangan kasus ini, Komisi Yudusial (KY) juga harus cepat bergerak. “Karena ini sangat mungkin terjadi pelanggaran kode etik,” ujar Donal.

Sebelumnya diberitakan, pengalihan penetapan status kedua terdakwa korupsi senilai Rp105 miliar ini, tampak mencurigakan. Pasalnya putusan pengalihan tidak dibacakan di depan persidangan. Selain itu berdasarkan surat keterangan sakit dari RSU Sari Mutiara Lubukpakam yang ditandatangani dr.Frans Sihombing, tertulis bahwa Faisal dan Elvian mengalami penyakit kelainan pada ulu hati disertai dengan muntah, mual dan badan lemas (Dyspepsia). Dalam surat juga tertera, keduanya harus opname. Artinya, bukan dirawat di rumah. Demikian juga saat Sumut Pos mendatangi dua rumah Faisal, di Tebingtinggi dan Lubukpakam, sang terdakwa tidak berada di rumah.

Tahan Rumah ya Harus di Rumah

Dari Medan, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan meminta KY dan Badan Pengawasan MA agar memeriksa majelis hakim yang menyidangkan perkara korupsi anggaran proyek pemeliharaan dan pembangunan jalan dan jembatan di Dinas PU Deliserdang yang merugikan negara sebesar Rp105,83 miliar dengan dua terdakwa Kadis PU Deliserdang Ir Faisal dan Bendahara Dinas PU Deliserdang, Elvian.

“Ini sudah pasti ada permainan. Apalagi kedua terdakwa juga dijemput pada malam hari. Ada apa itu? Kenapa malam hari dijemput? Kenapa bukan saat jam kerja?” tegas Direktur LBH Medan, Surya Adinata, kemarin.

Surya menambahkan, bila kedua terdakwa ternyata sakit, seharusnya dibantarkan di rumah sakit. Namun dalam hal ini, majelis hakim mengalihkan status penahanan kedua terdakwa menjadi tahanan rumah. “Kalau sakit, ya harus dibantarkan lah. Dibawa ke rumah sakit dulu. Kenapa menjadi tahanan rumah? Berarti dipertanyakan juga sakit dua terdakwa ini. Terlebih lagi surat sakitnya dikeluarkan dokter dari rumah sakit lain. Harusnya dokter independen lah yang menangani dalam hal ini dokter Rutan Tanjunggusta Medan. Karena mereka yang menangani kedua terdakwa selama berada di rutan,” tegasnya.

Surya menambahkan bila faktanya kedua terdakwa berada di luar rumah, jaksa dapat menangkap kedua terdakwa dan menahannya kembali. “Tahanan rumah ya harus di rumah. Tidak boleh keluar dan harus ada pengawasan dari kejaksaan. Kecuali dia berobat ke rumah sakit. Begitupun harus ada izin dari kejaksaan. Ketika ternyata dia berada diluar rumah. Jaksa harus menangkapnya,” ungkapnya.

Sementara itu, Asisten II Pemkab Deliserdang, Agus Ginting, mengatakan Pemkab Deliserdang memberikan bantuan hukum kepada Ir Faisal. “Sampai saat ini Ir Faisal masih Kadis PU Pemkab Deliserdang. Sudak kewajiban Pemkab Deliserang memberikan bantuan hukum terhadap dia (Ir Faisal). Itu ada diatur dalam undang undang, kan tidak salah itu,” ungkap Agus Ginting ketika dihubungi, Selasa (15/1), sekitar pukul 12. 30 WIB.

Asisten II Pemkab Deliserdang selaku kordinatir bidang kesejahteran sosial dan pembangunan. “Dinas PU dibawa kordinasi asisten II dan Sekda, oleh karena itu, selaku pejabat di situ saya bersama Sekda melalu kabag hukum mengajukan permohonan agar Ir Faisal menjadi tahanan rumah,” terang Agus.
Masih, Agus dirinya mengajukan permohonan penanguhan tahan rumah terhadap Ir Faisal kepada majelis hakim tipikor, telah melalui prosedur yang sah. Permohonan penanguhan itu dikabulkan hakim.

Ditanyakan, apakah dirinya secara pribadi menjamin Ir Faisal bersama Elvian. Agus menegaskan bahwa dia dan Sekda tidak pernah menjamin secara pribadi tetapi karena posisi jabatannya. Maka keduanya hanya mengajukan permohonan ke majelis hakim tipikor.
Selanjutnya, Agus Ginting mengaku belum pernah ketemu kepada Ir Faisal bersama Elvian pascaditetapkanya setatus tahan rumah terhadap keduanya. Agus menyatakan bahwa keduanya sesuai surat rujukan dokter, sedang mengalami ganguan kesehatan.”Mereka sakit dan dirawat d rumah. Saya tidak pernah bertemu kepada keduanya,” ucap Agus.
Terpisah Humas Pengadilan Negeri (PN) Medan, Achmad Guntur mengatakan pertimbangan majelis hakim mengalihkan status penahanan kedua terdakwa disebabkan surat keterangan yang dikeluarkan dr. Frans Sihombing dari RSU Sari Mutiara Lubukpakam pada 7 Januari 2013. Begitupun, katanya surat sakit yang dikeluarkan dokter tersebut akan dibuktikan dengan waktu.
“Itu nanti terserah majelisnya. Apakah surat itu dipersalahgunakan, akan dibuktikan dengan waktu. Kamu juga harus paham, hakim tidak bertanggung jawab secara fisik kepada terdakwa. Hakim bertanggung jawab secara yuridis. Pengalihan penahanan itu tidak ada hubungannya dengan surat permohonan dari Sekda (tantatangan asisten II Pemkab Deliserdang). Karena itu tidak penting. Surat dokter itu saja. Dokter kan punya aturan dan kode etik. Kalau tidak benar silahkan laporkan saja,” jelas Guntur.
Namun, lanjutnya, pengalihan penahanan terhadap kedua terdakwa bisa diubah sewaktu-waktu tergantung siapa yang menahan. “Kalau terdakwa tidak hadir saat sidang harus ada suratnya. Hakim mempertimbangkan secara formal dan bukan steatment yang dipertimbangan tetapi permohonan secara formal. Kalau steatment yang dipertimbangkan hancur negara ini. Sudah jangan tanyakan lagi perkara ini ke saya,” ujarnya sembari berlalu pergi.(sam/gir/far/btr)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/