30 C
Medan
Friday, May 17, 2024

DPR Takut Ahok Effect

Sebaliknya, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menilai tidak perlu ada perubahan untuk syarat calon Independen dalam Pilkada 2016 mendatang. Menurutnya, syarat dukungan yang ada saat ini yakni 6,5-10 persen dari jumlah daftar pemilih tetap (DPT) sudah sesuai.

 

“Saya kira, syarat calon independen tidak ada masalah. Walaupun jumlah calon independen sedikit. Tapi jangan diukur sedikitnya tapi kesempatan yang diberikan pemerintah itu ada,” kata Tjahjo di Jakarta, Selasa (15/3).

 

Ia pun mengatakan jangan ada aturan yang membatasi hak politik warga negara untuk maju dalam Pilkada, termasuk dengan menaikkan syarat dukungan calon independen maupun partai politik.

 

“Jangan ada kesan membatasi. Ini kan hak politik warga negara, hak politik warga masyarakat yang ingin mencalonkan diri, mencalonkan seseorang dan dicalonkan seseorang,” ujar Tjahjo.

 

Menurutnya, setiap warga negara berhak maju sebagai calon baik diusung partai politik atau lewat jalur Independen.

 

 

Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun mempertanyakan rencana revisi UU Pilkada. Terutama soal meningkatkan syarat bagi calon independen hingga 20 persen dalam revisi tersebut.

 

“Menurut saya usulan meningkatkan syarat untuk calon independen itu sangat tidak masuk akal dan tidak fair,” kata Refly di Jakarta, Selasa (15/3)

 

Harusnya, kata Refly, pintu untuk calon independen dibuka selebar-lebarnya. Termasuk untuk, calon dari partai politik (parpol). Ia menegaskan, kesempatan setiap calon harus sama besar sehingga tak perlu berpaku pada banyaknya perolehan jumlah kursi.

 

“Jadi mau itu calon independen atau dari parpol jangan dihalangi. Semua parpol atau dari nonparpol bebas berkompetisi. Kan nanti ujungnya rakyat yang pilih,” kata Refly.

 

Refly pun menegaskan Mahkamah Konstitusi (MK) pernah menerbitkan putusan untuk meringankan syarat bagi calon independen tahun lalu. Aturan mainnya calon independen atau perseorang mengumpulkan 6,5 hingga 10 persen jumlah pemilih tetap. Karena itu, ia menduga revisi UU tersebut sebenarnya  bentuk ketakutan dari partai politik terhadap calon independen, termasuk calon gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama (Ahok).

 

“Usul memperberat syarat calon independen kemungkinan bisa terjadi salah satunya karena Ahok, mungkin ya. Tapi saya juga takut kalau syarat dipersulit ada upaya untuk mengekslusifkan kursi atau calon dari parpol,” tegas Refly.

 

Refly berharap kompetisi politik melalui pilkada bisa dijalankan secara adil tanpa dihalang-halangi melalui revisi UU yang memberatkan para bakal calon pilkada.

Direktur Riset Setara Institute Ismail Hasani menilai usulan kenaikan syarat dukungan calon dari jalur independen oleh DPR ini sangat bermuatan politik. Ada semangat berbeda ketika DPR mengusulkan revisi syarat dukungan calon independen.

 

“Ini politis sekali tujuannya, jelas isu utamanya deparpolisasi, parpol cemas karena tidak lagi diminati rakyat dan seterusnya,” kata Ismail.  (jpnn/bbs/val)

 

 

Sebaliknya, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menilai tidak perlu ada perubahan untuk syarat calon Independen dalam Pilkada 2016 mendatang. Menurutnya, syarat dukungan yang ada saat ini yakni 6,5-10 persen dari jumlah daftar pemilih tetap (DPT) sudah sesuai.

 

“Saya kira, syarat calon independen tidak ada masalah. Walaupun jumlah calon independen sedikit. Tapi jangan diukur sedikitnya tapi kesempatan yang diberikan pemerintah itu ada,” kata Tjahjo di Jakarta, Selasa (15/3).

 

Ia pun mengatakan jangan ada aturan yang membatasi hak politik warga negara untuk maju dalam Pilkada, termasuk dengan menaikkan syarat dukungan calon independen maupun partai politik.

 

“Jangan ada kesan membatasi. Ini kan hak politik warga negara, hak politik warga masyarakat yang ingin mencalonkan diri, mencalonkan seseorang dan dicalonkan seseorang,” ujar Tjahjo.

 

Menurutnya, setiap warga negara berhak maju sebagai calon baik diusung partai politik atau lewat jalur Independen.

 

 

Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun mempertanyakan rencana revisi UU Pilkada. Terutama soal meningkatkan syarat bagi calon independen hingga 20 persen dalam revisi tersebut.

 

“Menurut saya usulan meningkatkan syarat untuk calon independen itu sangat tidak masuk akal dan tidak fair,” kata Refly di Jakarta, Selasa (15/3)

 

Harusnya, kata Refly, pintu untuk calon independen dibuka selebar-lebarnya. Termasuk untuk, calon dari partai politik (parpol). Ia menegaskan, kesempatan setiap calon harus sama besar sehingga tak perlu berpaku pada banyaknya perolehan jumlah kursi.

 

“Jadi mau itu calon independen atau dari parpol jangan dihalangi. Semua parpol atau dari nonparpol bebas berkompetisi. Kan nanti ujungnya rakyat yang pilih,” kata Refly.

 

Refly pun menegaskan Mahkamah Konstitusi (MK) pernah menerbitkan putusan untuk meringankan syarat bagi calon independen tahun lalu. Aturan mainnya calon independen atau perseorang mengumpulkan 6,5 hingga 10 persen jumlah pemilih tetap. Karena itu, ia menduga revisi UU tersebut sebenarnya  bentuk ketakutan dari partai politik terhadap calon independen, termasuk calon gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama (Ahok).

 

“Usul memperberat syarat calon independen kemungkinan bisa terjadi salah satunya karena Ahok, mungkin ya. Tapi saya juga takut kalau syarat dipersulit ada upaya untuk mengekslusifkan kursi atau calon dari parpol,” tegas Refly.

 

Refly berharap kompetisi politik melalui pilkada bisa dijalankan secara adil tanpa dihalang-halangi melalui revisi UU yang memberatkan para bakal calon pilkada.

Direktur Riset Setara Institute Ismail Hasani menilai usulan kenaikan syarat dukungan calon dari jalur independen oleh DPR ini sangat bermuatan politik. Ada semangat berbeda ketika DPR mengusulkan revisi syarat dukungan calon independen.

 

“Ini politis sekali tujuannya, jelas isu utamanya deparpolisasi, parpol cemas karena tidak lagi diminati rakyat dan seterusnya,” kata Ismail.  (jpnn/bbs/val)

 

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/