SUMUTPOS.CO – Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan dan Barat menetapkan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Abraham Samad, sebagai tersangka dalam kasus pemalsuan dokumen.
Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol. Ronny Sompi mengatakan, penetapan tersangka atas Samad merupakan hasil pengembangan kasus pemalsuan dokumen dengan tersangka awal seorang perempuan bernama Feriyani Lim.
“Ditemukan keterlibatan orang lain yaitu Pak AS, kemudian dalam proses penyidikan itulah mereka [penyidik Polda Sulselbar] dalami dan dalam gelar perkara ditetapkan bahwa AS sudah bisa ditetapkan sebagai tersangka,” kata Ronny.
Abraham Samad dijadwalkan akan diperiksa oleh Polda Sulselbar pada hari Jumat, 20 Februari.
Dokumen yang diduga dipalsukan oleh Samad dan juga Feriyani Lim adalah paspor atas nama Feriyani Lim. Menurut Endi, Samad diduga membantu membuatkan KTP dan Kartu Keluarga palsu untuk memudahkan pengurusan paspor Feriyani.
TERKAIT KETEGANGAN KPK-POLRI?
Sementara itu dalam konferensi pers di Mapolda Sulselbar di kota Makassar, Senin (17/02), Kabid Humas Polda Sulselbar Kombes Endi Sutendi mengatakan Samad dijerat dengan pasal 264 KUHP tentang pemalsuan dokumen kependudukan yang memiliki ancaman hukuman maksimal delapan tahun.
Kasus ini menurut Endi pertama kali dilaporkan ke Mabes Polri pada 29 Januari. Bareskrim Mabes Polri kemudian melimpahkannya ke Polda Sulsebar.
“Dalam gelar perkara yang diadakan pada tanggal 9 Februari, semua unsur penyidik setuju bahwa Saudara AS sudah cukup bukti untuk ditingkatkan statusnya sebagai tersangka,” kata Endi.
Penetapan tersangka atas Abraham Samad menuai kecaman publik di media sosial. Tidak sedikit yang menuduh hal ini masih ada kaitannya dengan konflik KPK-Polri yang berawal dari penetapan kandidat Kapolri Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka korupsi oleh KPK.
Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol. Ronny Sompi membantah jika kasus itu terkait dengan ketegangan yang terjadi antara KPK dan Polri.
“Penyidik Polri hanya menerima laporan dari masyarakat. Masyarakat melaporkan kasus dan kemudian diproses sesuai Undang-Undang… Opini publik itu kan tergantung media,” kata Ronny. (BBC)