35.6 C
Medan
Saturday, May 25, 2024

Kasus Penjualan Barbut, Reza Indragiri Sebut Emotikon Teddy Minahasa Multitafsir

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Sidang kasus penjualan barang bukti Teddy Minahasa kembali bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Dalam persidangan kemarin (16/3), dihadirkan saksi ahli psikologi forensik Reza Indragiri.

Dia menganalisis chat perintah Teddy untuk mengganti sabu-sabu dengan tawas. Hasilnya, Reza meragukan niat jahat dalam chat tersebut. Reza dihadirkan sebagai saksi ahli meringankan untuk Teddy.

Saat persidangan, salah seorang kuasa hukum Teddy Minahasa memperlihatkan chat Teddy dengan kalimat: sebagian BB diganti tawas. Yang lantas dibalas Dody ”Siap, tidak berani jenderal.” Selanjutnya, kuasa hukum Teddy kembali menunjukkan kalimat yang sama. Namun dengan tambahan emotikon tersenyum. ”Kalau ini chat yang riil dengan emotikon, bagaimana tafsiran Saudara?” paparnya kepada Reza.

Menurut dia, dalam psikologi, kondisi chat itu disebut dissonance. Artinya, ada dua bagian yang tidak harmonis atau linier, tidak sejalan. Sebab, emotikon bisa menghadirkan konteks emosi yang mengubah konteks percakapan secara keseluruhan. ”Dengan adanya emotikon ini, niat jahat menjadi multitafsir atau relatif. Apakah bercanda atau lainnya. Saya tidak mengetahui,” paparnya.

Menurut dia, berdasar riset yang sudah menjadi kebijakan dalam lembaga yudisial negara lain, emotikon tidak bisa dipisahkan. ”Tidak bisa dinihilkan elemennya memengaruhi percakapan,” jelasnya.

Dengan emoji tersebut, dia mulai ragu dengan kesimpulan sebelumnya bahwa terdapat perintah absolut yang salah sekaligus mengandung niat jahat. (jpc/han)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Sidang kasus penjualan barang bukti Teddy Minahasa kembali bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Dalam persidangan kemarin (16/3), dihadirkan saksi ahli psikologi forensik Reza Indragiri.

Dia menganalisis chat perintah Teddy untuk mengganti sabu-sabu dengan tawas. Hasilnya, Reza meragukan niat jahat dalam chat tersebut. Reza dihadirkan sebagai saksi ahli meringankan untuk Teddy.

Saat persidangan, salah seorang kuasa hukum Teddy Minahasa memperlihatkan chat Teddy dengan kalimat: sebagian BB diganti tawas. Yang lantas dibalas Dody ”Siap, tidak berani jenderal.” Selanjutnya, kuasa hukum Teddy kembali menunjukkan kalimat yang sama. Namun dengan tambahan emotikon tersenyum. ”Kalau ini chat yang riil dengan emotikon, bagaimana tafsiran Saudara?” paparnya kepada Reza.

Menurut dia, dalam psikologi, kondisi chat itu disebut dissonance. Artinya, ada dua bagian yang tidak harmonis atau linier, tidak sejalan. Sebab, emotikon bisa menghadirkan konteks emosi yang mengubah konteks percakapan secara keseluruhan. ”Dengan adanya emotikon ini, niat jahat menjadi multitafsir atau relatif. Apakah bercanda atau lainnya. Saya tidak mengetahui,” paparnya.

Menurut dia, berdasar riset yang sudah menjadi kebijakan dalam lembaga yudisial negara lain, emotikon tidak bisa dipisahkan. ”Tidak bisa dinihilkan elemennya memengaruhi percakapan,” jelasnya.

Dengan emoji tersebut, dia mulai ragu dengan kesimpulan sebelumnya bahwa terdapat perintah absolut yang salah sekaligus mengandung niat jahat. (jpc/han)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/