26 C
Medan
Saturday, July 27, 2024

Ahok Dipolisikan Lagi

Sementara Ketua Komando Masyarakat Tertindas (Komat), Martimus Amin dalam keterangan persnya Kamis (17/11) petang menyebutkan, selain melakukan fitnah, tersangka kasus penistaan agama tersebut dinilai punya maksud yang lebih besar. Yaitu, ingin mencoreng kredibilitas Indonesia di mata internasional.

“Pernyataannya yang sangat bersifat fitnah dan asal-asalan ini sengaja ia sampaikan untuk mempolitisasi tuntutan hukum umat Islam atas kasus penistaan agama yang dilakukannya. Sekaligus untuk maksud mencoreng kredibilitas Indonesia di mata internasional,” ucapnya.

Pernyataan Ahok tersebut persis seperti apa yang diekspos oleh LSM komprador asing terkait tentang adanya ribuan korban pemerkosaan etnis keturunan pada peristiwa kerusuhan 98. Setelah diinvestigasi, ternyata tudingan tidak benar sama sekali. Karena, imbuh Martimus, sangat tidak logis di tengah terjadi kebakaran hebat seseorang mampu melakukan pemerkosaan.

“Diketahui data diperoleh dari Kedubes AS. Dimana warga keturunan yang ingin bekerja supaya mudah mendapat visa, mereka mendaftarkan diri sebagai pemohon suaka politik. Kebijakan Negara AS memberikan kemudahan bagi warga negara lain tinggal di negaranya untuk perlindungan politik,” ungkap Martimus, salah satu simpul massa pada Aksi 411.

Karena itu dapat diduga Ahok memang dipakai sebagai corong pemecah belah bangsa Indonesia. Dia bagian dari agenda tersembunyi konspirator asing yang tak ingin Indonesia menjadi bangsa bersatu dan hebat.

“Ada dua poros yang bermain. Salah satunya koalisi rezim berkuasa saat ini dan China raya yang ingin menggeser hegemoni Barat,” sebutnya.

Sebelumnya, dalam sebuah wawancara khusus dengan ABC. Net. au, Kamis (17/11), Ahok menyatakan keinginannya agar kasus dugaan penistaan agama tersebut dibawa ke pengadilan untuk membersihkan dirinya. “Saya harus membawa ini ke pengadilan untuk membuktikan bahwa tuduhan ini adalah politik bukan hukum,” katanya dalam wawancara khusus itu.

Dalam kesempatan itu, Ahok pun turut mengomentari aksi protes yang digelar sejumlah elemen dan ormas Islam pada 4 November yang lalu. Menurutnya, aksi protes tersebut bermotif politik dan pemrotes menerima bayaran Rp500 ribu.

“Hal ini tidak mudah, Anda mengirim lebih dari 100 ribu orang, sebagian besar dari mereka, jika Anda melihat berita, mereka mengatakan mereka mendapat uang, Rp500 ribu,” kata Ahok.

Namun, Ahok tidak mengungkapkan siapa sosok yang mendanai aksi tersebut. “Saya tidak tahu, kita tidak tahu, tapi saya percaya Presiden tahu dari intelijen, saya percaya mereka tahu,” katanya.

“Saya percaya ini adalah status quo, koruptor yang menyerang saya kembali karena saya memotong terlalu banyak korupsi di kota ini,” imbuhnya.

Harusnya Ahok Ditahan
Sementara, Pakar hukum tatanegara, Asep Warlan Yusuf menilai, keputusan ataupun penetapan Ahok sebagai tersangka kasus penistaan agama belum adil. Asep menyayangkan status tersangka tidak diikuti dengan tindakan penahanan terhadap Ahok.

Menurut dia, syarat bagi seseorang untuk tidak ditahan setelah ditetapkan tersangka yaitu tidak akan menghilangkan barang bukti, melarikan diri, mempengaruhi saksi dan mengulangi perbuatannya, tidak terpenuhi.

“Saya lihat seharusnya dengan kasus penistaan ini setelah ditetapkan tersangka, Ahok harusnya ditahan. Paling tidak unsur dapat mengulangi kembali perbuatannya sangat mungkin terjadi karena sudah banyak contoh Ahok dengan pernyataan-pernyataannya menimbulkan kegaduhan yang berpotensi menimbulkan kegaduhan-kegaduhan seperti pada kasus Al-Maidah 51,” kata Asep saat dihubungi, Kamis (17/11).

Asep pun mencontohkan bagaimana setelah kasus itu banyak pernyataan-pernyataan Ahok yang banyak membuat telinga orang yang mendengarnya menjadi merah. “Saya sempat baca dia bilang para pendemo 411 adalah orang barbar, dia juga menantang warga negara untuk berkelahi yang menolak kampanyenya dan lain-lain. Harusnya ini juga dipertimbangkan polisi,” katanya.

Penahanan Ahok menurutnya juga harus dilakukan demi menepis adanya isu kalau proses hukum terhadapnya hanya sekadar memenuhi keinginan masyarakat dan adanya intervensi dari Presiden Jokowi.

“Selama ini kan isu bahwa Ahok kebal hukum dan dilindungi penguasa sangat kuat beredar, sehingga Ahok nampak bisa bebas melakukan apa saja. Jangan sampai karena merasa dilindungi dia mengulangi lagi perbuatannya,” kata Asep.

Dia pun mengingatkan agar tidak ada permainan-permainan dalam pelimpahan berkas dari kepolisian ke kejaksaan nantinya. “Jadi masyarakat harus mengawal betul nanti proses pelimpahan berkasnya. Jangan sampai berkas bolak balik karena ada intervensi politik pada jajaran kejaksaan dan kepolisian sehingga hukum nampak dipermainkan,” tandas Asep. (rmol/jpg/adz)

Sementara Ketua Komando Masyarakat Tertindas (Komat), Martimus Amin dalam keterangan persnya Kamis (17/11) petang menyebutkan, selain melakukan fitnah, tersangka kasus penistaan agama tersebut dinilai punya maksud yang lebih besar. Yaitu, ingin mencoreng kredibilitas Indonesia di mata internasional.

“Pernyataannya yang sangat bersifat fitnah dan asal-asalan ini sengaja ia sampaikan untuk mempolitisasi tuntutan hukum umat Islam atas kasus penistaan agama yang dilakukannya. Sekaligus untuk maksud mencoreng kredibilitas Indonesia di mata internasional,” ucapnya.

Pernyataan Ahok tersebut persis seperti apa yang diekspos oleh LSM komprador asing terkait tentang adanya ribuan korban pemerkosaan etnis keturunan pada peristiwa kerusuhan 98. Setelah diinvestigasi, ternyata tudingan tidak benar sama sekali. Karena, imbuh Martimus, sangat tidak logis di tengah terjadi kebakaran hebat seseorang mampu melakukan pemerkosaan.

“Diketahui data diperoleh dari Kedubes AS. Dimana warga keturunan yang ingin bekerja supaya mudah mendapat visa, mereka mendaftarkan diri sebagai pemohon suaka politik. Kebijakan Negara AS memberikan kemudahan bagi warga negara lain tinggal di negaranya untuk perlindungan politik,” ungkap Martimus, salah satu simpul massa pada Aksi 411.

Karena itu dapat diduga Ahok memang dipakai sebagai corong pemecah belah bangsa Indonesia. Dia bagian dari agenda tersembunyi konspirator asing yang tak ingin Indonesia menjadi bangsa bersatu dan hebat.

“Ada dua poros yang bermain. Salah satunya koalisi rezim berkuasa saat ini dan China raya yang ingin menggeser hegemoni Barat,” sebutnya.

Sebelumnya, dalam sebuah wawancara khusus dengan ABC. Net. au, Kamis (17/11), Ahok menyatakan keinginannya agar kasus dugaan penistaan agama tersebut dibawa ke pengadilan untuk membersihkan dirinya. “Saya harus membawa ini ke pengadilan untuk membuktikan bahwa tuduhan ini adalah politik bukan hukum,” katanya dalam wawancara khusus itu.

Dalam kesempatan itu, Ahok pun turut mengomentari aksi protes yang digelar sejumlah elemen dan ormas Islam pada 4 November yang lalu. Menurutnya, aksi protes tersebut bermotif politik dan pemrotes menerima bayaran Rp500 ribu.

“Hal ini tidak mudah, Anda mengirim lebih dari 100 ribu orang, sebagian besar dari mereka, jika Anda melihat berita, mereka mengatakan mereka mendapat uang, Rp500 ribu,” kata Ahok.

Namun, Ahok tidak mengungkapkan siapa sosok yang mendanai aksi tersebut. “Saya tidak tahu, kita tidak tahu, tapi saya percaya Presiden tahu dari intelijen, saya percaya mereka tahu,” katanya.

“Saya percaya ini adalah status quo, koruptor yang menyerang saya kembali karena saya memotong terlalu banyak korupsi di kota ini,” imbuhnya.

Harusnya Ahok Ditahan
Sementara, Pakar hukum tatanegara, Asep Warlan Yusuf menilai, keputusan ataupun penetapan Ahok sebagai tersangka kasus penistaan agama belum adil. Asep menyayangkan status tersangka tidak diikuti dengan tindakan penahanan terhadap Ahok.

Menurut dia, syarat bagi seseorang untuk tidak ditahan setelah ditetapkan tersangka yaitu tidak akan menghilangkan barang bukti, melarikan diri, mempengaruhi saksi dan mengulangi perbuatannya, tidak terpenuhi.

“Saya lihat seharusnya dengan kasus penistaan ini setelah ditetapkan tersangka, Ahok harusnya ditahan. Paling tidak unsur dapat mengulangi kembali perbuatannya sangat mungkin terjadi karena sudah banyak contoh Ahok dengan pernyataan-pernyataannya menimbulkan kegaduhan yang berpotensi menimbulkan kegaduhan-kegaduhan seperti pada kasus Al-Maidah 51,” kata Asep saat dihubungi, Kamis (17/11).

Asep pun mencontohkan bagaimana setelah kasus itu banyak pernyataan-pernyataan Ahok yang banyak membuat telinga orang yang mendengarnya menjadi merah. “Saya sempat baca dia bilang para pendemo 411 adalah orang barbar, dia juga menantang warga negara untuk berkelahi yang menolak kampanyenya dan lain-lain. Harusnya ini juga dipertimbangkan polisi,” katanya.

Penahanan Ahok menurutnya juga harus dilakukan demi menepis adanya isu kalau proses hukum terhadapnya hanya sekadar memenuhi keinginan masyarakat dan adanya intervensi dari Presiden Jokowi.

“Selama ini kan isu bahwa Ahok kebal hukum dan dilindungi penguasa sangat kuat beredar, sehingga Ahok nampak bisa bebas melakukan apa saja. Jangan sampai karena merasa dilindungi dia mengulangi lagi perbuatannya,” kata Asep.

Dia pun mengingatkan agar tidak ada permainan-permainan dalam pelimpahan berkas dari kepolisian ke kejaksaan nantinya. “Jadi masyarakat harus mengawal betul nanti proses pelimpahan berkasnya. Jangan sampai berkas bolak balik karena ada intervensi politik pada jajaran kejaksaan dan kepolisian sehingga hukum nampak dipermainkan,” tandas Asep. (rmol/jpg/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/