SUMUTPOS.CO – Eksodus pengungsi Rohingya ke Indonesia menuai sorotan. Selain soal perilalu sebagian dari pengungsi yang dinilai kurang ramah, juga adanyan praktik tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Wakil Presiden Ma’ruf Amin menyampaikan sikap pemerintah terkini terkait pengungsi Rohingya tersebut.
Ma’ruf mengatakan atas dasar kemanusiaan, pemerintah Indonesia bersedia menampung pengungsi Rohingya. “Tapi tentu ini juga memerlukan biaya besar. Karena itu kita berkoordinasi dengan UNHCR yang bertanggungjawab,” katanya di Jakarta kemarin (18/12).
UNHCR adalah lembaga di bawah payung PBB yang berfokus menangani pengungsi. Termasuk pengungsi Rohingya yang masuk ke Indonesia. Ma’ruf juga menyampaikan, pemerintah Indonesia sedang mempelajari kenapa warga Rohingya itu berduyun-duyun masuk ke Indonesia.
“Kan Indonesia bukan negara tujuan sata kira. Tapi (tujuan) sementara, semacam transit,” kata dia. Namun kemudian malah muncul kasus TPPO pengungsi Rohingya di Indonesia. Ma’ruf meminta praktik TPPO itu harus dicegah dan ditindak tegas pelakunya. Namun untuk aspek kemanusiaan, Ma’ruf mengatakan pemerintah tetap menangani para pengungsi itu. Diantaranya dengan mencarikan tempat penampungan yang baik serta tidak menganggu masyarakat setempat atau sekitarnya.
Munculnya eksodus pengungsi Rohingya itu, tidak lepas dari adanya konflik bernuansa agama di Myanmar. Masih maraknya kekerasan atau peperangan berlatarbelakang keagamaan itu, juga menjadi keprihatinan Kementerian Agama (Kemenag) bersama PBNU. Keduanya bakal menggelar The Asia-Africa and Latin America Conference and Religious Moderation, untuk meredam konflik bernuansa agama di belahan dunia.
Ketua PBNU Ulil Abshar Abdallah mengatakan ada fenomena merebaknya politik identitas di sejumlah negara di Eropa. Jika dibiarkan, kondisi tersebut dapat memicu konflik. “Di Eropa sekarang mulai bangkitnya partai-partai (beraliran) kanan,” ungkap Ulil.
Menurut Ulil kebangkitan partai-partai beraliran kanan tersebut, mengancam perdamaian di Barat. Dia menyebut penyelenggaraan The Asia-Africa and Latin America Conference and Religious Moderation oleh Kementerian Agama (Kemenag) sangat penting. Yaitu untuk menghadirkan pemahaman keagamaan yang moderat. Tidak ekstrem kanan maupun ekstrem kiri. Moderasi beragama itu berlaku untuk semua agama, tidak hanya bagi Islam.
“Agama jangan jadi bensin di setiap konflik,” katanya. Ulil menuturkan masih banyak ditemukan bahwa konflik di berbagai negara, muncul karena agama. Padahal semua agama memiliki inti ajaran yang sama. Yaitu menjunjung tinggi perdamaian. Serta menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Ulil mengakui bahwa tokoh agama tidak memiliki peran mengatur sebuah negara. Kendali sebuah negara tetap ada di tokoh politik yang menjadi kepala negara. Namun tokoh atau pemuka agama bisa memberikan masukan bahkan meluruskan pemahaman yang kurang tepat. Apalagi banyak kepala negara yang terikat kuat kepada tokoh agama, untuk mendapatkan simpati dari rakyatnya. (wan/jpg/ila)