Soal Gratifikasi Berupa Toyota Harrier
JAKARTA – Ketua Umum Partai Demokrat (PD) Anas Urbaningrum membantah anggapan yang menyebutnya menerima gratifikasi berupa mobil Toyota Harrier. Anas melalui kuasa hukumnya, Firman Wijaya, menyebut mobil mewah itu hasil pembelian dari bekas Bendahara Umum PD, M Nazaruddin, secara kredit.
Firman menjelaskan, sekitar Agustus-September 2009, Anas beberapa kali melontarkan pembicaraan tentang niatnya membeli mobil. Akhirnya Anas memutuskan untuk membeli Toyota Harrier.
Selanjutnya, Nazaruddin menawarkan diri untuk menalangi pembelian Harrier untuk Anas itu. “Dan Anas akan mencicil kepada Nazaruddin,” katanya kepada wartawan, di Jakarta, Selasa (19/2).
Selanjutnya pada akhir Agustus 2009, Anas menyerahkan uang Rp200 juta kepada Nazar. Menurutnya, itu menjadi uang muka Anas kepada Nazar untuk membeli mobil. Sejumlah kolega dekat Anas maupun Nazaruddin pun tahu soal serah terima uang itu. “Di sana ada Saan Mustofa, Pasha Ismayadi Sukardi, Nazaruddin dan Maimara Tando,” ujarnya.
Kemudian, lanjut Firman, justru dari media belakangan diketahui Nazaruddin membeli mobil Harrier itu secara tunai dari showroom dengan cek atas nama PT Pacific Putra Metropolitan. Firman beralasan, mobil itu diambil dari kantor Nazaruddin pada 12 September 2009 oleh staf Anas yang bernama Nurahmad. “Anas sendiri tidak mengetahui bagaimana detail pembelian sampai proses pengurusan surat,” paparnya.
Dia menambahkan, pada Februari 2010 Anas membayar cicilan kedua Rp75 juta kepada Nazar. Pembayaran itu disaksikan staf ahli Anas yang bernama M. Rahmad.
Namun setelah Kongres PD di Bandung pada Mei 2010, Anas banyak mendapat pertanyaan rekan sejawat dan mendengar kabar beredar bahwa Harrier itu pemberian dari Nazaruddin. “Anas memutuskan untuk mengembalikan mobil Harrier,” tegasnya.
Pada saat mobil dikembalikan, kata Firman, Nazar menolak dengan alasan di rumahnya sudah penuh mobil dan tidak ada tempat lagi. “Akhirnya Nazar minta agar mobil dijual saja untuk dikembalikan “mentahnya”,” kata Firman.
Pada Juli 2010 Anas menyuruh Nurachmad menjual Harrier. Kemudian, kata dia, Harrier itu dijual di showroom di Kemayoran Rp500 juta.
Showroom mentransfer uang jual beli itu ke rekening Nurahmad pada 12 Juli 2010. Selanjutnya, Nurahmad mencairkan uang itu pada 13 Juli 2010. “Nurahmad kemudian diminta oleh Anas untuk menyerahkan uang hasil penjualan mobil itu kepada Nazaruddin,” katanya.Menurutnya, setelah menghubungi Nazar melalui telepon dan SMS akhirnya disepakati bertemu di Plaza Senayan, 17 Juli 2010. Kata Firman, Nurahmad pergi bersama saksi bernama Yadi dan Adromi membawa uang hasil penjualan mobil Rp500 juta dalam bentuk tunai.
Tapi setiba di Plaza Senayan, kata dia, Nazar memberi kabar tak bisa datang. Nazar mengatakan dirinya akan mengirim ajudannya yang bernama Iwan untuk mengambil uang itu. “Nurahmad menyerahkan kepada Iwan. Nurahmad kemudian menanyakan melalui SMS kepada Nazarudin dan dijawab uang tersebut sudah diterima,” paparnya.
Atas inisiatif Nurahmad, dibuatlah tanda terima yang ditandatangani Iwan sebagai bukti serah terima. Esok harinya, sambung Firman, Nurahmad kembali memastikan dengan berkirim SMS kepada Nazaruddin untuk menanyakan perihal uang yang sudah diserahkan ke Iwan.
“Melalui SMS, Nazaruddin menyatakan bahwa uang sudah diterima,” katanya. “Selanjutnya persoalan mobil dianggap selesai,” paparnya lagi.
Kemudian, tegas dia, pada Juli 2010 Anas mengundurkan diri dari anggota DPR. “Sebagai pembeli, Anas menunjukkan itikad baik dengan membayar uang muka dan angsuran sesuai kesepakatan,” ungkapnya.(boy/jpnn)