25.6 C
Medan
Thursday, May 16, 2024

Prabowo-Hatta Berpeluang Pasangan, Koalisi Kemungkinan Tiga Varian

Prediksi bahwa Pilpres 2014 akan didominasi muka-muka lama sepertinya bakal terjadi. Sebab, hasil survei Maret 2013 Lingkaran Survei Indonesia (LSI) menunjukkan, peta koalisi yang persis saat Pemilu 2009 sangat mungkin terjadi lagi pada 2014.

MERUJUK hasil survei pada 18 Maret lalu terhadap 1.200 responden, jika pemilu dilaksanakan hari ini, hanya ada empat partai politik yang meraih suara di atas lima persen, yaitu Partai Golkar (22,2 persen), PDIP (18,8 persen), Demokrat (11,7 persen), dan Gerindra (7,3 persen).

Enam kontestan pemilu 2014 lainnya (minus PKPI dan PBB yang baru saja diputuskan KPU ikut Pemilu 2014) hanya mendapat suara di bawah lima persen.

Dengan komposisi tersebut, LSI mem perkirakan ada tiga kemungkinan peta koalisi. Itu terjadi jika syarat minimal pencapresan tak berubah. Yakni, partai atau gabungan partai yang memenuhi minimal 25 persen suara sah atau 20 persen kursi parlemen, sesuai UU Nomor 42/2008 tentang Pilpres.

Kemungkinan koalisi tersebut adalah Golkar dengan koalisinya, PDIP dengan koalisinya, serta Demokrat dan Gerindra dengan koalisinya. Nah, mengacu pada pengalaman 2004 dan 2009, ada perilaku elite parpol yang bisa dinilai. “Hampir semua yang dicapreskan adalah petinggi struktural partai, kecuali Wiranto yang maju karena menang konvensi,” papar peneliti LSI Adjie Alfaraby, kemarin.

Aburizal Bakrie (Ical) yang sudah dideklarasikan diajukan sebagai capres dari Golkar bisa lebih leluasa memilih cawapresnya dengan perolehan 22,2 persen sesuai survei LSI. Dari pernyataan tokoh internal Golkar di media massa, ada dua nama yang muncul sebagai cawapres Ical. Yakni, Joko Widodo (Jokowi) dan Mahfud M.D.

LSI memperkirakan, jika keduanya bersedia, Golkar dan Ical bakal lebih memilih Jokowi dibandingkan Mahfud. Di sisi lain, PDIP bisa memim pin koalisi dengan perolehan 18,8 persen sesuai survei LSI. Sejauh ini hanya Megawati yang memiliki kans besar untuk diajukan kembali oleh partainya menjadi capres. Sebagai pasangannya, LSI menyebut nama Jusuf Kalla (JK) yang diberitakan dipertimbangkan PDIP. JK juga sempat diberitakan akan dilirik PPP sebagai capres yang bisa dijadikan bargaining koalisi.

Bagaimana dengan Demokrat dan Gerindra? Perolehan suara yang terus merosot dan tidak adanya kader internal yang menonjol, menurut LSI, Demokrat dan SBY bisa saja mendukung capres partai lain dan hanya menggaransi posisi cawapres. Menilik Gerindra yang bakal mengusung Prabowo, dukungan terhadap mantan Pangkostrad tersebut bisa diberikan oleh SBY dan Partai Demokrat.

“Itu terjadi jika SBY tetap ingin menjaga trah militer dalam kepemimpinan nasional,” jelas Adjie. Dengan PAN yang tidak memperoleh suara signifikan, Prabowo dan Hatta Rajasa mungkin muncul di luar poros Golkar dan PDIP. “Pasangan tersebut juga mungkin direstui SBY,” tuturnya.

Hasil survei LSI juga menyebut duet Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa paling tepat sebagai calon presiden dan calon wakil presiden 2014. Anggota Dewan Pembina Partai Gerindra, Martin Hutabarat mengatakan hasil survei itu akan menjadi informasi penting bagi Gerindra untuk menentukan siapa yang menjadi calon pasangan Prabowo untuk wakil Presiden.

“Hubungan pribadi antara Prabowo dan Hatta pun selama ini sangat baik, sehingga tidak akan menjadi hambatan apabila keduanya nanti sepakat untuk dipasangkan,” ujar Martin di gedung DPR Senayan, Senin (18/3).

Namun masalahnya sambung Martin, bagi Gerindra sekarang adalah bagaimana membuat agar elektabilitas partai dapat meningkat mendekati elek tabilitas Prabowo sebagai capres.
“Ini adalah pekerjaan kita dalam satu tahun ke depan. Apabila elektabilitas Gerindra tidak dapat mengejar popularitas Prabowo maka niat untuk menduetkan Prabowo dan Hatta pun akan mengundang ketidak pastian,” pungkasnya.

Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Ramadhan Pohan mengaku belum bisa menyampaikan kepuasan terkait hasil survei yang dipaparkan LSI. Menurut Ramadhan, kepuasan akan hasil survei baru dapat terlihat pada saat pemilihan umum (pemilu) nanti. “Enggak, enggak. Kalau misalnya puas ya pada pemilu nanti,” ujarnya. (fal/c8/agm/gil/jpnn)

Prediksi bahwa Pilpres 2014 akan didominasi muka-muka lama sepertinya bakal terjadi. Sebab, hasil survei Maret 2013 Lingkaran Survei Indonesia (LSI) menunjukkan, peta koalisi yang persis saat Pemilu 2009 sangat mungkin terjadi lagi pada 2014.

MERUJUK hasil survei pada 18 Maret lalu terhadap 1.200 responden, jika pemilu dilaksanakan hari ini, hanya ada empat partai politik yang meraih suara di atas lima persen, yaitu Partai Golkar (22,2 persen), PDIP (18,8 persen), Demokrat (11,7 persen), dan Gerindra (7,3 persen).

Enam kontestan pemilu 2014 lainnya (minus PKPI dan PBB yang baru saja diputuskan KPU ikut Pemilu 2014) hanya mendapat suara di bawah lima persen.

Dengan komposisi tersebut, LSI mem perkirakan ada tiga kemungkinan peta koalisi. Itu terjadi jika syarat minimal pencapresan tak berubah. Yakni, partai atau gabungan partai yang memenuhi minimal 25 persen suara sah atau 20 persen kursi parlemen, sesuai UU Nomor 42/2008 tentang Pilpres.

Kemungkinan koalisi tersebut adalah Golkar dengan koalisinya, PDIP dengan koalisinya, serta Demokrat dan Gerindra dengan koalisinya. Nah, mengacu pada pengalaman 2004 dan 2009, ada perilaku elite parpol yang bisa dinilai. “Hampir semua yang dicapreskan adalah petinggi struktural partai, kecuali Wiranto yang maju karena menang konvensi,” papar peneliti LSI Adjie Alfaraby, kemarin.

Aburizal Bakrie (Ical) yang sudah dideklarasikan diajukan sebagai capres dari Golkar bisa lebih leluasa memilih cawapresnya dengan perolehan 22,2 persen sesuai survei LSI. Dari pernyataan tokoh internal Golkar di media massa, ada dua nama yang muncul sebagai cawapres Ical. Yakni, Joko Widodo (Jokowi) dan Mahfud M.D.

LSI memperkirakan, jika keduanya bersedia, Golkar dan Ical bakal lebih memilih Jokowi dibandingkan Mahfud. Di sisi lain, PDIP bisa memim pin koalisi dengan perolehan 18,8 persen sesuai survei LSI. Sejauh ini hanya Megawati yang memiliki kans besar untuk diajukan kembali oleh partainya menjadi capres. Sebagai pasangannya, LSI menyebut nama Jusuf Kalla (JK) yang diberitakan dipertimbangkan PDIP. JK juga sempat diberitakan akan dilirik PPP sebagai capres yang bisa dijadikan bargaining koalisi.

Bagaimana dengan Demokrat dan Gerindra? Perolehan suara yang terus merosot dan tidak adanya kader internal yang menonjol, menurut LSI, Demokrat dan SBY bisa saja mendukung capres partai lain dan hanya menggaransi posisi cawapres. Menilik Gerindra yang bakal mengusung Prabowo, dukungan terhadap mantan Pangkostrad tersebut bisa diberikan oleh SBY dan Partai Demokrat.

“Itu terjadi jika SBY tetap ingin menjaga trah militer dalam kepemimpinan nasional,” jelas Adjie. Dengan PAN yang tidak memperoleh suara signifikan, Prabowo dan Hatta Rajasa mungkin muncul di luar poros Golkar dan PDIP. “Pasangan tersebut juga mungkin direstui SBY,” tuturnya.

Hasil survei LSI juga menyebut duet Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa paling tepat sebagai calon presiden dan calon wakil presiden 2014. Anggota Dewan Pembina Partai Gerindra, Martin Hutabarat mengatakan hasil survei itu akan menjadi informasi penting bagi Gerindra untuk menentukan siapa yang menjadi calon pasangan Prabowo untuk wakil Presiden.

“Hubungan pribadi antara Prabowo dan Hatta pun selama ini sangat baik, sehingga tidak akan menjadi hambatan apabila keduanya nanti sepakat untuk dipasangkan,” ujar Martin di gedung DPR Senayan, Senin (18/3).

Namun masalahnya sambung Martin, bagi Gerindra sekarang adalah bagaimana membuat agar elektabilitas partai dapat meningkat mendekati elek tabilitas Prabowo sebagai capres.
“Ini adalah pekerjaan kita dalam satu tahun ke depan. Apabila elektabilitas Gerindra tidak dapat mengejar popularitas Prabowo maka niat untuk menduetkan Prabowo dan Hatta pun akan mengundang ketidak pastian,” pungkasnya.

Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Ramadhan Pohan mengaku belum bisa menyampaikan kepuasan terkait hasil survei yang dipaparkan LSI. Menurut Ramadhan, kepuasan akan hasil survei baru dapat terlihat pada saat pemilihan umum (pemilu) nanti. “Enggak, enggak. Kalau misalnya puas ya pada pemilu nanti,” ujarnya. (fal/c8/agm/gil/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/