27.8 C
Medan
Thursday, May 2, 2024

Wapres Prihatin OTT Seret Banyak Kepala Daerah

Jusuf Kalla berjalan kaki menuju Kantor PBB di New York.

NEWYORK, SUMUTPOS.CO – Maraknya kegiatan operasi tangkap tangan (OTT) yang menyeret sejumlah kepala daerah, termasuk Bupati Batubara OK Arya Zulkarnain, mengundang keprihatinan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Dia menilai, penangkapan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu bisa diindikasikan dua hal. Yakni, jumlah korupsi besar semakin menurun atau bisa jadi para koruptor makin canggih dalam merampok uang rakyat.

”Kita tidak tahu yang mana, apakah menurun atau lebih canggih. Tapi saya kira kedua-duanya, pasti menurun,” ujar JK di sela-sela menghadiri rangkaian acara sidang umum Perserikatan Bangsa-bangsa di New York, Senin (18/9) waktu setempat.

Bila dilihat dari kaca mata yang lebih positif atau angka korupsi yang turun itu juga ada indikasinya. JK menuturkan, saat ini pejabat di kementerian atau lembaga seringkali ragu dalam mengambil keputusan. Sebab, dikhawatirkan mereka masuk penjara karena salah dalam pengelolaan anggaran.

Namun, bisa jadi pula korupsi di Indonesia makin canggih modus operandinya. Apalagi Mahkamah Konstitusi menghapuskan kata ‘dapat’ dalam pasal 2 ayat 1 dan pasal 3 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi. Pengapusan satu kata itu berdampak pada kasus korupsi sebagai delik materil yang harus terhitung jelas jumlah kerugian negara.

”Dengan perubahan undang-undang di MK tentang korupsi, kata tidak dapat lagi. Jadi (sebelum perubahan UU) asumsi aja orang bisa masuk KPK. (Setelah perubahan UU) Lebih sulit menangkap korupsi hanya dengan asumsi jadi lebih banyak OTT (operasi tangkap tagan, red),” ujar JK.

Namun, OTT dianggap punya nilai kerugian negara yang tidak terlalu besar. Lantaran biasanya OTT dalam lingkup pelaksanaan. Bukan dari tahap perencanaan. ”Kalau di (korupsi) besar-besar mulai perencanaan sampai pelaksanaan, kalau di daerah pelaksanaan tapi kecil-kecil Rp100 juta hingga Rp200 juta,” tambah dia. Dia membandingkan dengan korupsi e-KTP yang diduga sudah dimulai dari tahap perencaaan hingga pelaksanaan.

Selain itu, menurut JK, penanganan korupsi di Indonesia ini sudah menyentuh hampir semua jabatan publik. Mulai kepala daerah, menteri, hingga kepala lembaga. Tapi, dia meyakini bahwa jumlah pejabat yang bersih dari korupsi masih banyak.

”Kita ada 516 kepala derah, terakhir ini tiga kepala daerah (terkena OTT), di banding 516 (daerah) kan sebenanrya jumlah relatif di bawah satu persen,” tegas dia.

Bupati Batubara, OK Arya yang ditangkap KPK dengan operasi Tangkap Tangan.

Sebelumnya, JURU bicara KPK Febri Diansyah menjelaskan, Bupati Batubara OK Arya Zulkarnain diduga menerima suap sebanyak tiga kali dari kontraktor Maringan Situmorang. OK Arya menerima suap sebesar Rp4 miliar secara berangsur-angsur dalam rentan waktu Mei hingga Agustus 2017.

Menurut Febri, pemberian uang tersebut dilakukan melalui perantara seorang pengusaha dealer mobil, Sujendi Tarsono. Uang diberikan kepada Sujendi dalam bentuk cek.

Suap tersebut merupakan pemberian fee dari pengerjaan dua proyek infrastruktur di Kabupaten Batubara, yakni pembangunan jembatan Sentang dan pembangunan jembatan Sei Semangung.

“Sebelum mendapatkan proyek, sebanyak 2 kali penyerahan (suap), masing-masing Rp1,5 miliar. Setelah mendapatkan proyek, serahkan Rp1 miliar. Maringan diindikasikan memberikan melalui cek pada Sujendi,” jelasnya.

Sementara suap yang diberikan kontraktor Syaiful Azhar, Febri menjelaskan, OK Arya menerima uang tersebut melalui kepala Dinas PUPR Helman Herdady. OK Arya menerima suap dari Syaiful sebesar Rp400 juta terkait proyek betonisasi  jalan Kecamatan Talawi, Batubara.

“Sedangkan indikasi pemberian Rp400 juta dari kontraktor SAZ dilakukan melalui transfer ke rekening HH,” kata Febri.

Uang Rp400 juta itu kemudian dibagi dua untuk OK Arya dan Helman. “Dengan pembagian Rp300 juta untuk Bupati dan Rp100 juta untuk Helman,” pungkas Febri. (jun/tyo/oki/jpg/adz)

Jusuf Kalla berjalan kaki menuju Kantor PBB di New York.

NEWYORK, SUMUTPOS.CO – Maraknya kegiatan operasi tangkap tangan (OTT) yang menyeret sejumlah kepala daerah, termasuk Bupati Batubara OK Arya Zulkarnain, mengundang keprihatinan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Dia menilai, penangkapan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu bisa diindikasikan dua hal. Yakni, jumlah korupsi besar semakin menurun atau bisa jadi para koruptor makin canggih dalam merampok uang rakyat.

”Kita tidak tahu yang mana, apakah menurun atau lebih canggih. Tapi saya kira kedua-duanya, pasti menurun,” ujar JK di sela-sela menghadiri rangkaian acara sidang umum Perserikatan Bangsa-bangsa di New York, Senin (18/9) waktu setempat.

Bila dilihat dari kaca mata yang lebih positif atau angka korupsi yang turun itu juga ada indikasinya. JK menuturkan, saat ini pejabat di kementerian atau lembaga seringkali ragu dalam mengambil keputusan. Sebab, dikhawatirkan mereka masuk penjara karena salah dalam pengelolaan anggaran.

Namun, bisa jadi pula korupsi di Indonesia makin canggih modus operandinya. Apalagi Mahkamah Konstitusi menghapuskan kata ‘dapat’ dalam pasal 2 ayat 1 dan pasal 3 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi. Pengapusan satu kata itu berdampak pada kasus korupsi sebagai delik materil yang harus terhitung jelas jumlah kerugian negara.

”Dengan perubahan undang-undang di MK tentang korupsi, kata tidak dapat lagi. Jadi (sebelum perubahan UU) asumsi aja orang bisa masuk KPK. (Setelah perubahan UU) Lebih sulit menangkap korupsi hanya dengan asumsi jadi lebih banyak OTT (operasi tangkap tagan, red),” ujar JK.

Namun, OTT dianggap punya nilai kerugian negara yang tidak terlalu besar. Lantaran biasanya OTT dalam lingkup pelaksanaan. Bukan dari tahap perencanaan. ”Kalau di (korupsi) besar-besar mulai perencanaan sampai pelaksanaan, kalau di daerah pelaksanaan tapi kecil-kecil Rp100 juta hingga Rp200 juta,” tambah dia. Dia membandingkan dengan korupsi e-KTP yang diduga sudah dimulai dari tahap perencaaan hingga pelaksanaan.

Selain itu, menurut JK, penanganan korupsi di Indonesia ini sudah menyentuh hampir semua jabatan publik. Mulai kepala daerah, menteri, hingga kepala lembaga. Tapi, dia meyakini bahwa jumlah pejabat yang bersih dari korupsi masih banyak.

”Kita ada 516 kepala derah, terakhir ini tiga kepala daerah (terkena OTT), di banding 516 (daerah) kan sebenanrya jumlah relatif di bawah satu persen,” tegas dia.

Bupati Batubara, OK Arya yang ditangkap KPK dengan operasi Tangkap Tangan.

Sebelumnya, JURU bicara KPK Febri Diansyah menjelaskan, Bupati Batubara OK Arya Zulkarnain diduga menerima suap sebanyak tiga kali dari kontraktor Maringan Situmorang. OK Arya menerima suap sebesar Rp4 miliar secara berangsur-angsur dalam rentan waktu Mei hingga Agustus 2017.

Menurut Febri, pemberian uang tersebut dilakukan melalui perantara seorang pengusaha dealer mobil, Sujendi Tarsono. Uang diberikan kepada Sujendi dalam bentuk cek.

Suap tersebut merupakan pemberian fee dari pengerjaan dua proyek infrastruktur di Kabupaten Batubara, yakni pembangunan jembatan Sentang dan pembangunan jembatan Sei Semangung.

“Sebelum mendapatkan proyek, sebanyak 2 kali penyerahan (suap), masing-masing Rp1,5 miliar. Setelah mendapatkan proyek, serahkan Rp1 miliar. Maringan diindikasikan memberikan melalui cek pada Sujendi,” jelasnya.

Sementara suap yang diberikan kontraktor Syaiful Azhar, Febri menjelaskan, OK Arya menerima uang tersebut melalui kepala Dinas PUPR Helman Herdady. OK Arya menerima suap dari Syaiful sebesar Rp400 juta terkait proyek betonisasi  jalan Kecamatan Talawi, Batubara.

“Sedangkan indikasi pemberian Rp400 juta dari kontraktor SAZ dilakukan melalui transfer ke rekening HH,” kata Febri.

Uang Rp400 juta itu kemudian dibagi dua untuk OK Arya dan Helman. “Dengan pembagian Rp300 juta untuk Bupati dan Rp100 juta untuk Helman,” pungkas Febri. (jun/tyo/oki/jpg/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/