30 C
Medan
Friday, May 17, 2024

Jaksa Agung Diam-diam Temui JK

HM Prasetyo saat bersiap-siap menjalani pelantikan dirinya di Istana Negara, Jakarta, Kamis (20/11). HM Prasetyo resmi menjadi Jaksa Agung. Foto: Ricardo/JPNN.com
HM Prasetyo saat bersiap-siap menjalani pelantikan dirinya di Istana Negara, Jakarta, Kamis (20/11). HM Prasetyo resmi menjadi Jaksa Agung. Foto: Ricardo/JPNN.com

SUMUTPOS.CO- Jaksa Agung HM Prasetyo diam-diam menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla di kantor Wapres RI, Jalan Veteran III, Jakarta, Senin (19/10).Prasetyo yang mengenakan kemeja putih tiba di Kantor Wakil Presiden sekitar pukul 11.30 WIB. Sekitar pukul 12.45 WIB, Prasetyo keluar Kantor Wakil Presiden tidak melalui pintu utama.  Tak diketahui pasti tujuan pertemuan tersebut.

SETELAH 30 menit bertemu JK, sapaan Jusuf Kalla, Prasetyo langsung meninggalkan kantor Wapres lewat pintu lainnya yang tak diketahui wartawan.

Tidak seperti tamu pada lazimnya yang melewati pintu depan Kantor Wakil Presiden di Jalan Medan Merdeka Utara itu, Prasetyo datang dan masuk melalui pintu belakang, sehingga tidak terlihat oleh wartawan yang biasa bertugas di Kantor Wapres.

Kehadirannya juga di luar dari jadwal resmi JK. Kendaraan Prasetyo sempat terparkir di depan pintu utama kantor Wapres.

Dikonfirmasi isi pertemuan tersebut, Juru Bicara Wapres, Husain Abdullah mengaku tidak mengetahui. Bahkan, Prasetyo menemukan  Presiden RI, Joko Widodo
Tim Komunikasi Presiden Ari Dwipayana hanya menyatakan Presiden memanggil agar lebih tegas dalam menegakkan hukum. Selain itu, Ari juga membantah pertemuan Jaksa Agung dengan Presiden membahas kasus yang melibatkan Rio.

Pandangan senada juga dikemukakan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Menurutnya, pertemuan dengan Prasetyo sama sekali tidak membahas kasus yang membelit Rio. “Bukan, kami membahas hal lain,”ujarnya.

Meski begitu, JK meyakini Prasetyo tidak terlibat pada kasus yang menjerat Rio. Sebagai bukti, saat pertama kali menjabat sebagai jaksa agung, Prasetyo yang notabene berasal dari Partai NasDem, bahkan menangkap salah seorang petinggi daerah partai di bawah pimpinan Surya Paloh tersebut.

“Saya yakin dia (Prasetyo) tidak (terlibat,red). Itu yang ditangkap pertama pimpinan daerah dari NasDem. Jadi saya yakin dia (Prasetyo) ndak (terlibat,” ujuarnya.

Namun sayang, JK tidak menyebut siapa nama petinggi daerah Partai NasDem yang pernah ditangkap Prasetyo tersebut
Prasetyo menambahkan, sejak KPK melakukan operasi tangkap tangan terhadap hakim di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan, dirinya terus mendesak agar segera dicari siapa aktor intelektualnya dan minta untuk segera diusut tuntas.

Belakangan, nama Prasetyo memang menjadi sorotan. Itu karena rekan separtainya, Rio Capella ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dan nama Prasetyo ikut dikaitkan dalam perkara yang dialami mantan Sekjen DPP Partai NasDem itu.

Rio dianggap dimanfaatkan Gubsu non-aktif Gatot Pujo Nugroho untuk mendekati kejaksaan dan meminta penghentian penanganan kasus korupsi dana bantu sosial yang ditangani lembaga tersebut.

Banyak pihak mendesak agar Prasetyo diganti dari jabatannya sebagai Jaksa Agung. Desakan makin kencang, terlebih isu reshuffle kabinet juga muncul akhir bulan ini. Meski demikian, Prasetyo tak mempersoalkan kritikan tersebut. “Ah silahkan itu (mengkritik),” kata Prasetyo, akhir pekan lalu, di Kejagung.

Bahkan, Prasetyo menyamakan hal tersebut seperti pertandingan sepakbola. Menurut dia, dalam pertandingan sepakbola itu penonton selalu lebih pintar daripada pemain. “Penonton sepak bola selalu lebih pintar dari pemain. Suruh turun ke lapangan bisa nggak dia nendang bola?” sindir Prasetyo.

Mantan Jaksa Agung Muda Pidana Umum Kejagung itu tak ingin menilai sendiri kinerja Kejagung. Menurut dia, silahkan tanyakan kepada orang yang benar-benar objektif. “Serta pihak yang tak punya kepentingan,” kata Prasetyo.

Pengamat politik Idil Akbar menanggapi sorotan publik kepada Prasetyo, terkait status Patrice Rio Capella sebagai tersangka penerima suap penanganan perkara kasus bansos yang diusut kejaksaan agung.

Dia mendesak Presiden Jokowi mengambil sikap tegas terhadap Prasetyo dengan menonaktifkannya sementara dari jabatan sebagai Jaksa Agung. Hal ini berkaca pada kasus Komjen Budi Gunawan yang batal dilantik karena adanya dorongan publik menyangkut status hukumnya di KPK.

“Presiden perlu mengambil sikap sama  agar posisi Jaksa Agung dinonaktifkan hingga kejelasan kasus ini menjadi jelas apakah ada atau tidak keterlibatan Jaksa Agung di sana (penanganan kasus Bansos, Red),” kata Idil menjawab JPNN (grup Sumut Pos).

Dia berpendapat, bila Prasetyo masih aktif dikhawatirkan hanya akan membuat terjadinya gesekan kepentingan. Karena itu Idil mendorong Presiden perlu mengamankan posisi Pemerintah agar tidak turut dinilai berusaha melindungi posisi pejabat negara yang terlibat di kasus itu.

Idil yakin, posisi Prasetyo yang mantan anggota DPR dari Fraksi NasDem, menjadikan dirinya kesulitanmemisahkan antara kepentingan hukum dengan politik. “Problem di kita adalah masih sulitnya memisahkan persoalan hukum dan kepentingan politik. Sehingga kecenderungannya penanganan hukum terdistorsi. Karena itu juga, ketika parpol mengatakan menghormati proses hukum dan menyerahkan persoalan pada penyelesaian hukum itu hanyalah lips service aja,” jelasnya.

Politikus Partai Nasional Demokrat (NasDem) Akbar Faizal menyatakan tidak heran kasus dugaan suap terhadap Patrice Rio Capella (mantan Sekjen DPP Partai NasDem) dikaitkan-kaitkan dengan apa dan siapa saja. Fakta tersebut, menurut Akbar Faizal merupakan bentuk kekacauan berpikir.  Lebih lanjut, Anggota Komisi III DPR RI ini mempertanyakan, apakah para pihak yang menuding adanya dugaan keterlibatan Jaksa Agung dalam kasus tersebut memiliki alat bukti?
“Saya tahu kok ujungnya ini, mereka mau mengambil posisi Jaksa Agung ini, karena semua rebutan, dan kami tahu karena posisi Jaksa Agung ini kan posisi strategis, mereka mau ambil itu. Makanya menarik-narik kita seakan ada masalah, padahal tidak ada,” tegas Akbar Faisal kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (19/10).’
Menurut Akbar, siapa pun, silakan ambil posisi Jaksa Agung itu. Tapi minta kepada presiden, jangan ke NasDem. “Kan presiden yang tunjuk Jaksa Agung. Lagi pula Jaksa Agung sudah mundur dari Nasdem,” kata Akar.

Dikatakan Akbar, “Saya tidak heran, karena biasa kita di Indonesia melibatkan apa saja. Padahal dugaan suap itu merupakan tindakan individu dia,” tegas Akbar Faizal.

Kalau saja ada pihak yang menghubungkannya dengan bakal calon Presiden Amerika Serikat Donald Trump atau pemimpin Mesir, menurut Akbar, pasti kasus suap Rio Capella dikaitkan. “Ini bentuk kekacauan berpikir,” katanya.

Sementara, KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap mantan penyanyi era ‘90-an Francisca Insani Rahesti. Dia diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di Kejaksaan Agung dan Kejati Sumut yang melibatkan eks Sekjen NasDem Patrice Rio Capella.

“Dia diperiksa sebagai saksi untuk tersangka PRC (Patrice Rio Capella),” kata Plh Kabiro Humas KPK, Yuyuk Andriati saat dihubungi, Senin (19/10).

Bekas penyanyi latar grup musik kawakan KLa Project itu adalah teman kuliah Rio di Universitas Brawijaya. Dia disebut-sebut sebagai perantara Rio dengan Gatot Pujo Nugroho dan Evy Susanti yang menjadi pihak penyuap dalam perkara ini.

Sementara itu, KPK terus mengembangkan kasus dugaan suap yang menjerat Patrice Rio Capella. Setelah menetapkan mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP Partai NasDem tersebut sebagai tersangka, lembaga antirasuah diketahui memanggil dan memeriksa teman semasa kuliahnya, Fransisca Insani Rahesti alias Sisca sebagai saksi, Senin (19/10).”Benar yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka PRC,” ujar Pelaksana Harian (Plh) Kabiro Humas KPK Yuyuk Andrianti saat dikonfirmasi wartawan, Jakarta, Senin (19/10).

Sayangnya, Yuyuk belum menjelaskan mengapa KPK sampai memeriksa Sisca. Ia hanya membenarkan kalau sebelumnya Sisca pernah dipanggil untuk dimintai keterangan, namun tidak hadir. Karena itu kemudian KPK menjadwalkan pemeriksaan ulang.

Sementara itu dari informasi yang dihimpun, Sisca selama ini diketahui bekerja pada kantor pengacara OC Kaligis.

Disebut, lewat dirinyalah uang yang diduga sebagai suap dari Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho, diserahkan pada Rio. Uang senilai Rp 200 juta diduga diserahkan terkait penanganan perkara bantuan daerah, tunggakan dana bagi hasil, dan penyertaan modal sejumlah Badan Usaha Milik Daerah di Provinsi Sumatera Utara oleh Kejaksaan.

Kepastian adanya penyerahan uang tersebut, sebelumnya juga diakui pengacara Rio,
Dalam perkara ini Rio telah mengunjuk pengacaranya, Maqdir Ismail. Rio mengakui, kliennya pernah menerima uang senilai Rp200 juta. Namun, menurutnya uang haram tersebut berasal dari teman Rio semasa kuliah.

“Itu diberikan bukan oleh Pak Gatot tapi orang lain, melalui temannya Pak Rio, teman mahasiswa satu kampus,” jelas Maqdir.

Setelah melakukan pemeriksaan sebanyak 138 saksi, penerima Bantuan Sosial dan dan Hibah yang bersumber dari APBD Sumut tahun 2012-2013, kini Penyidik Kejagung akan melakukan pemeriksaan saksi di daerah lain di Sumut.

Menurut Kajari Medan, Samsuri, penyidik Kejagung akan melakukan pemeriksaan sejumlah saksi di Sergei, Deliserdang, Madina, Asahan dan daerah lainnya pada pekan ini.”Kemudian, pemeriksaan berlanjut di wilayah Sergai, Deliserdang, Madina,” ungkap Samsuri kepada wartawan, akhir pekan lalu.

Untuk di Medan, pihak Kejari Medan hanya sebagai fasilitasi ruangan dan pemeriksaan oleh tim dari Kejagung yang dipimpin oleh Viktor selaku ketua tim pemeriksaan. Pemeriksaan ini sendiri, sudah dimulai sejak tanggal 13 hingga 16 Oktober 2015.

“Mereka semua penerima dana bansos dan hibah, terdiri dari lembaga swadaya masyarakat, ada tempat ibadah, media, sekolah, pendidikan anak usia dini, dan lainnya. Ini untuk yang wilayah Medan,” jelasnya.

Diketahui kalau satu persatu lembaga yang menerima dana hibah ini pun berdatangan, Beberapa orang dari perwakilan lembaga yang menerima dana hibah menghadari undangan penyidik Kejagung, diantaranya Mantan Sekretaris Daerah Provsu, Nurdin Lubis yang diperiksa sebagai Ketua Harian Kwartir Daerah Sumut yang menerima bantuan dana hibah dari pemprovsu tahun 2012 – 2013.

Begitu juga dengan Ketua Majelis Ulama Indonesia Sumatra Utara, Abdullah Syah, yang pada tahun 2013 menerima dana sebesar Rp2 Miliar. Ketua Pimpinan Wilayah Muhamadyah Sumatra Utara, Asmuni yang menyatakan kalau pada tahun 2012 mendapatkan dana sebesar Rp500 juta. Sedangkan tahun 2013, dana yang diterimanya sebesar Rp250 juta. Dan Ketua Harian Dewan Pimpinan Wilayah Al Washliyah Sumut, Hardi Mulyono, yang menyatakan pada tahun 2012 menerima Rp400 juta yang digunakan membangun musala Al Washliyah Sumatra Utara di Jalan Sisingamangaraja.

Ketua Komisi Pemilihan Umum Sumatera Utara (KPU Sumut), Irham Buana Nasution dan Ketua Panwaslu Sumut Tahun 2012 – 2013 David Susanto, menyebut, pada tahun 2012, Panwaslu Sumut menerima dana hibah sebesar Rp76 miliar. Kata David, sebagian uang tersebut digunakan untuk pengawasan pemilu dari tingkat provinsi sampai kabupaten kota.

Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Medan, Samsuri menyebutkan dari 104 lembaga penerima, hanya 32 lembaga yang hadir dalam pemeriksaan sebagai saksi hari ini (kemarin,red),” ungkap Samsuri saat dikonfirmasi Sumut Pos, kemarin sore.

Dari data 104 lembaga penerima Bansos dan Dana Hibah tersebut, adalah yang dikeluarkan melalui Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat (Kesbang Pol dan Linmas) Provinsi Sumut. Sedangkan yang tidak hadir dalam pemeriksaan saksi sebanyak 72 lembaga, diduga lembaga tersebut merupakan lembaga fiktif sebagai penerima dana Bansos dan dana Hibah itu.

“Itu penyalurannya melalui Satuan Kerja pemerintah daerah (SKPD) Kesbang Pol dan Linmas,” jelas Samsuri.

Ditanyakan apa alasan 72 lembaga tersebut tidak hadir dalam pemeriksaan sebagai saksi di gedung Kejari Medan, Samsuri mengaku tidak tahu penyebabnya para penerima Bansos dan Hibah itu, mangkir dalam pemeriksaan.

Lanjut Samsuri, sehingga tingkat kehadiran dalam pemeriksaan ini, hanya 40 persen, sesuai jadwal yang ditetapkan dalam pemeriksaan saksi.”Kalau itu, saya tidak tahu. Sesuai dengan jadwal pemeriksaan dari 104 lembaga, hanya 32 lembaga yang datang,” tuturnya.(gus/gir/(flo/fas/jpnn/bbs/val/ril)

HM Prasetyo saat bersiap-siap menjalani pelantikan dirinya di Istana Negara, Jakarta, Kamis (20/11). HM Prasetyo resmi menjadi Jaksa Agung. Foto: Ricardo/JPNN.com
HM Prasetyo saat bersiap-siap menjalani pelantikan dirinya di Istana Negara, Jakarta, Kamis (20/11). HM Prasetyo resmi menjadi Jaksa Agung. Foto: Ricardo/JPNN.com

SUMUTPOS.CO- Jaksa Agung HM Prasetyo diam-diam menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla di kantor Wapres RI, Jalan Veteran III, Jakarta, Senin (19/10).Prasetyo yang mengenakan kemeja putih tiba di Kantor Wakil Presiden sekitar pukul 11.30 WIB. Sekitar pukul 12.45 WIB, Prasetyo keluar Kantor Wakil Presiden tidak melalui pintu utama.  Tak diketahui pasti tujuan pertemuan tersebut.

SETELAH 30 menit bertemu JK, sapaan Jusuf Kalla, Prasetyo langsung meninggalkan kantor Wapres lewat pintu lainnya yang tak diketahui wartawan.

Tidak seperti tamu pada lazimnya yang melewati pintu depan Kantor Wakil Presiden di Jalan Medan Merdeka Utara itu, Prasetyo datang dan masuk melalui pintu belakang, sehingga tidak terlihat oleh wartawan yang biasa bertugas di Kantor Wapres.

Kehadirannya juga di luar dari jadwal resmi JK. Kendaraan Prasetyo sempat terparkir di depan pintu utama kantor Wapres.

Dikonfirmasi isi pertemuan tersebut, Juru Bicara Wapres, Husain Abdullah mengaku tidak mengetahui. Bahkan, Prasetyo menemukan  Presiden RI, Joko Widodo
Tim Komunikasi Presiden Ari Dwipayana hanya menyatakan Presiden memanggil agar lebih tegas dalam menegakkan hukum. Selain itu, Ari juga membantah pertemuan Jaksa Agung dengan Presiden membahas kasus yang melibatkan Rio.

Pandangan senada juga dikemukakan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Menurutnya, pertemuan dengan Prasetyo sama sekali tidak membahas kasus yang membelit Rio. “Bukan, kami membahas hal lain,”ujarnya.

Meski begitu, JK meyakini Prasetyo tidak terlibat pada kasus yang menjerat Rio. Sebagai bukti, saat pertama kali menjabat sebagai jaksa agung, Prasetyo yang notabene berasal dari Partai NasDem, bahkan menangkap salah seorang petinggi daerah partai di bawah pimpinan Surya Paloh tersebut.

“Saya yakin dia (Prasetyo) tidak (terlibat,red). Itu yang ditangkap pertama pimpinan daerah dari NasDem. Jadi saya yakin dia (Prasetyo) ndak (terlibat,” ujuarnya.

Namun sayang, JK tidak menyebut siapa nama petinggi daerah Partai NasDem yang pernah ditangkap Prasetyo tersebut
Prasetyo menambahkan, sejak KPK melakukan operasi tangkap tangan terhadap hakim di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan, dirinya terus mendesak agar segera dicari siapa aktor intelektualnya dan minta untuk segera diusut tuntas.

Belakangan, nama Prasetyo memang menjadi sorotan. Itu karena rekan separtainya, Rio Capella ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dan nama Prasetyo ikut dikaitkan dalam perkara yang dialami mantan Sekjen DPP Partai NasDem itu.

Rio dianggap dimanfaatkan Gubsu non-aktif Gatot Pujo Nugroho untuk mendekati kejaksaan dan meminta penghentian penanganan kasus korupsi dana bantu sosial yang ditangani lembaga tersebut.

Banyak pihak mendesak agar Prasetyo diganti dari jabatannya sebagai Jaksa Agung. Desakan makin kencang, terlebih isu reshuffle kabinet juga muncul akhir bulan ini. Meski demikian, Prasetyo tak mempersoalkan kritikan tersebut. “Ah silahkan itu (mengkritik),” kata Prasetyo, akhir pekan lalu, di Kejagung.

Bahkan, Prasetyo menyamakan hal tersebut seperti pertandingan sepakbola. Menurut dia, dalam pertandingan sepakbola itu penonton selalu lebih pintar daripada pemain. “Penonton sepak bola selalu lebih pintar dari pemain. Suruh turun ke lapangan bisa nggak dia nendang bola?” sindir Prasetyo.

Mantan Jaksa Agung Muda Pidana Umum Kejagung itu tak ingin menilai sendiri kinerja Kejagung. Menurut dia, silahkan tanyakan kepada orang yang benar-benar objektif. “Serta pihak yang tak punya kepentingan,” kata Prasetyo.

Pengamat politik Idil Akbar menanggapi sorotan publik kepada Prasetyo, terkait status Patrice Rio Capella sebagai tersangka penerima suap penanganan perkara kasus bansos yang diusut kejaksaan agung.

Dia mendesak Presiden Jokowi mengambil sikap tegas terhadap Prasetyo dengan menonaktifkannya sementara dari jabatan sebagai Jaksa Agung. Hal ini berkaca pada kasus Komjen Budi Gunawan yang batal dilantik karena adanya dorongan publik menyangkut status hukumnya di KPK.

“Presiden perlu mengambil sikap sama  agar posisi Jaksa Agung dinonaktifkan hingga kejelasan kasus ini menjadi jelas apakah ada atau tidak keterlibatan Jaksa Agung di sana (penanganan kasus Bansos, Red),” kata Idil menjawab JPNN (grup Sumut Pos).

Dia berpendapat, bila Prasetyo masih aktif dikhawatirkan hanya akan membuat terjadinya gesekan kepentingan. Karena itu Idil mendorong Presiden perlu mengamankan posisi Pemerintah agar tidak turut dinilai berusaha melindungi posisi pejabat negara yang terlibat di kasus itu.

Idil yakin, posisi Prasetyo yang mantan anggota DPR dari Fraksi NasDem, menjadikan dirinya kesulitanmemisahkan antara kepentingan hukum dengan politik. “Problem di kita adalah masih sulitnya memisahkan persoalan hukum dan kepentingan politik. Sehingga kecenderungannya penanganan hukum terdistorsi. Karena itu juga, ketika parpol mengatakan menghormati proses hukum dan menyerahkan persoalan pada penyelesaian hukum itu hanyalah lips service aja,” jelasnya.

Politikus Partai Nasional Demokrat (NasDem) Akbar Faizal menyatakan tidak heran kasus dugaan suap terhadap Patrice Rio Capella (mantan Sekjen DPP Partai NasDem) dikaitkan-kaitkan dengan apa dan siapa saja. Fakta tersebut, menurut Akbar Faizal merupakan bentuk kekacauan berpikir.  Lebih lanjut, Anggota Komisi III DPR RI ini mempertanyakan, apakah para pihak yang menuding adanya dugaan keterlibatan Jaksa Agung dalam kasus tersebut memiliki alat bukti?
“Saya tahu kok ujungnya ini, mereka mau mengambil posisi Jaksa Agung ini, karena semua rebutan, dan kami tahu karena posisi Jaksa Agung ini kan posisi strategis, mereka mau ambil itu. Makanya menarik-narik kita seakan ada masalah, padahal tidak ada,” tegas Akbar Faisal kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (19/10).’
Menurut Akbar, siapa pun, silakan ambil posisi Jaksa Agung itu. Tapi minta kepada presiden, jangan ke NasDem. “Kan presiden yang tunjuk Jaksa Agung. Lagi pula Jaksa Agung sudah mundur dari Nasdem,” kata Akar.

Dikatakan Akbar, “Saya tidak heran, karena biasa kita di Indonesia melibatkan apa saja. Padahal dugaan suap itu merupakan tindakan individu dia,” tegas Akbar Faizal.

Kalau saja ada pihak yang menghubungkannya dengan bakal calon Presiden Amerika Serikat Donald Trump atau pemimpin Mesir, menurut Akbar, pasti kasus suap Rio Capella dikaitkan. “Ini bentuk kekacauan berpikir,” katanya.

Sementara, KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap mantan penyanyi era ‘90-an Francisca Insani Rahesti. Dia diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di Kejaksaan Agung dan Kejati Sumut yang melibatkan eks Sekjen NasDem Patrice Rio Capella.

“Dia diperiksa sebagai saksi untuk tersangka PRC (Patrice Rio Capella),” kata Plh Kabiro Humas KPK, Yuyuk Andriati saat dihubungi, Senin (19/10).

Bekas penyanyi latar grup musik kawakan KLa Project itu adalah teman kuliah Rio di Universitas Brawijaya. Dia disebut-sebut sebagai perantara Rio dengan Gatot Pujo Nugroho dan Evy Susanti yang menjadi pihak penyuap dalam perkara ini.

Sementara itu, KPK terus mengembangkan kasus dugaan suap yang menjerat Patrice Rio Capella. Setelah menetapkan mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP Partai NasDem tersebut sebagai tersangka, lembaga antirasuah diketahui memanggil dan memeriksa teman semasa kuliahnya, Fransisca Insani Rahesti alias Sisca sebagai saksi, Senin (19/10).”Benar yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka PRC,” ujar Pelaksana Harian (Plh) Kabiro Humas KPK Yuyuk Andrianti saat dikonfirmasi wartawan, Jakarta, Senin (19/10).

Sayangnya, Yuyuk belum menjelaskan mengapa KPK sampai memeriksa Sisca. Ia hanya membenarkan kalau sebelumnya Sisca pernah dipanggil untuk dimintai keterangan, namun tidak hadir. Karena itu kemudian KPK menjadwalkan pemeriksaan ulang.

Sementara itu dari informasi yang dihimpun, Sisca selama ini diketahui bekerja pada kantor pengacara OC Kaligis.

Disebut, lewat dirinyalah uang yang diduga sebagai suap dari Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho, diserahkan pada Rio. Uang senilai Rp 200 juta diduga diserahkan terkait penanganan perkara bantuan daerah, tunggakan dana bagi hasil, dan penyertaan modal sejumlah Badan Usaha Milik Daerah di Provinsi Sumatera Utara oleh Kejaksaan.

Kepastian adanya penyerahan uang tersebut, sebelumnya juga diakui pengacara Rio,
Dalam perkara ini Rio telah mengunjuk pengacaranya, Maqdir Ismail. Rio mengakui, kliennya pernah menerima uang senilai Rp200 juta. Namun, menurutnya uang haram tersebut berasal dari teman Rio semasa kuliah.

“Itu diberikan bukan oleh Pak Gatot tapi orang lain, melalui temannya Pak Rio, teman mahasiswa satu kampus,” jelas Maqdir.

Setelah melakukan pemeriksaan sebanyak 138 saksi, penerima Bantuan Sosial dan dan Hibah yang bersumber dari APBD Sumut tahun 2012-2013, kini Penyidik Kejagung akan melakukan pemeriksaan saksi di daerah lain di Sumut.

Menurut Kajari Medan, Samsuri, penyidik Kejagung akan melakukan pemeriksaan sejumlah saksi di Sergei, Deliserdang, Madina, Asahan dan daerah lainnya pada pekan ini.”Kemudian, pemeriksaan berlanjut di wilayah Sergai, Deliserdang, Madina,” ungkap Samsuri kepada wartawan, akhir pekan lalu.

Untuk di Medan, pihak Kejari Medan hanya sebagai fasilitasi ruangan dan pemeriksaan oleh tim dari Kejagung yang dipimpin oleh Viktor selaku ketua tim pemeriksaan. Pemeriksaan ini sendiri, sudah dimulai sejak tanggal 13 hingga 16 Oktober 2015.

“Mereka semua penerima dana bansos dan hibah, terdiri dari lembaga swadaya masyarakat, ada tempat ibadah, media, sekolah, pendidikan anak usia dini, dan lainnya. Ini untuk yang wilayah Medan,” jelasnya.

Diketahui kalau satu persatu lembaga yang menerima dana hibah ini pun berdatangan, Beberapa orang dari perwakilan lembaga yang menerima dana hibah menghadari undangan penyidik Kejagung, diantaranya Mantan Sekretaris Daerah Provsu, Nurdin Lubis yang diperiksa sebagai Ketua Harian Kwartir Daerah Sumut yang menerima bantuan dana hibah dari pemprovsu tahun 2012 – 2013.

Begitu juga dengan Ketua Majelis Ulama Indonesia Sumatra Utara, Abdullah Syah, yang pada tahun 2013 menerima dana sebesar Rp2 Miliar. Ketua Pimpinan Wilayah Muhamadyah Sumatra Utara, Asmuni yang menyatakan kalau pada tahun 2012 mendapatkan dana sebesar Rp500 juta. Sedangkan tahun 2013, dana yang diterimanya sebesar Rp250 juta. Dan Ketua Harian Dewan Pimpinan Wilayah Al Washliyah Sumut, Hardi Mulyono, yang menyatakan pada tahun 2012 menerima Rp400 juta yang digunakan membangun musala Al Washliyah Sumatra Utara di Jalan Sisingamangaraja.

Ketua Komisi Pemilihan Umum Sumatera Utara (KPU Sumut), Irham Buana Nasution dan Ketua Panwaslu Sumut Tahun 2012 – 2013 David Susanto, menyebut, pada tahun 2012, Panwaslu Sumut menerima dana hibah sebesar Rp76 miliar. Kata David, sebagian uang tersebut digunakan untuk pengawasan pemilu dari tingkat provinsi sampai kabupaten kota.

Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Medan, Samsuri menyebutkan dari 104 lembaga penerima, hanya 32 lembaga yang hadir dalam pemeriksaan sebagai saksi hari ini (kemarin,red),” ungkap Samsuri saat dikonfirmasi Sumut Pos, kemarin sore.

Dari data 104 lembaga penerima Bansos dan Dana Hibah tersebut, adalah yang dikeluarkan melalui Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat (Kesbang Pol dan Linmas) Provinsi Sumut. Sedangkan yang tidak hadir dalam pemeriksaan saksi sebanyak 72 lembaga, diduga lembaga tersebut merupakan lembaga fiktif sebagai penerima dana Bansos dan dana Hibah itu.

“Itu penyalurannya melalui Satuan Kerja pemerintah daerah (SKPD) Kesbang Pol dan Linmas,” jelas Samsuri.

Ditanyakan apa alasan 72 lembaga tersebut tidak hadir dalam pemeriksaan sebagai saksi di gedung Kejari Medan, Samsuri mengaku tidak tahu penyebabnya para penerima Bansos dan Hibah itu, mangkir dalam pemeriksaan.

Lanjut Samsuri, sehingga tingkat kehadiran dalam pemeriksaan ini, hanya 40 persen, sesuai jadwal yang ditetapkan dalam pemeriksaan saksi.”Kalau itu, saya tidak tahu. Sesuai dengan jadwal pemeriksaan dari 104 lembaga, hanya 32 lembaga yang datang,” tuturnya.(gus/gir/(flo/fas/jpnn/bbs/val/ril)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/