JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Para hakim agung penerima suvenir iPod Shuffle 2 GB dari pesta pernikahan putri sektretaris Mahkamah Agung, Nurhadi datang ke KPK. Mereka ingin mendapatkan penjelasan resmi terkait status hukum alat pemutar musik itu. Usai pertemuan, sikap para hakim melunak dan akan membuat laporan kolektif.
Ketua IKAHI cabang MA Gayus Lumbuun mengatakan keputusan itu diambil setelah membicarakannya dengan Wakil Ketua KPK Zulkarnaen dan Direktur Gratifikasi Giri Suprapdiono. Nanti, KPK akan menentukan apakah itu gratifikasi yang dilarang atau tidak. “Kami akan membuat secara kolektif pelaporan,” ujarnya.
Pernyataan yang disampaikan Gayus tersebut tentu bertolak belakang dengan sebelumnya. Pada jumpa pers di Gedung MA Rabu (19/3) Gayus mengatakan bahwa iPod itu tidak perlu dikembalikan karena harganya hanya Rp 500 ribu. Selain itu, kata dia, Nurhadi tidak memiliki kepentingan apapun dalam memberikan suvenir pernikahan itu.
Setelah bertemu pimpinan KPK kemarin, Gayus juga menjelaskan bahwa IKAHI perlu mengurusi penerimaan suvenir itu karena sebagian besar yang menerima adalah hakim. “Penerima iPod sebagian besar adalah hakim-hakim di lingkungan MA. Hakim agung dan hakim-hakim lainnya yang ditugaskan di lingkungan MA. Itulah kenapa IKAHI perlu menyelesaikan ini,” tandasnya.
Sedangkan soal pola hidup mewah Nurhadi, Gayus enggan menanggapi. Termasuk belum lengkapnya berkas laporan harta kekayaan pejabat negara (LHKPN) milik sekretaris MA itu. Menurut Gayus, dirinya tidak memiliki kapasitas untuk menjelaskan hal tersebut.
Juru Bicara KPK Johan Budi S.P mengatakan, pertemuan pimpinan KPK dengan hakim agung untuk menyamakan persepsi soal penerimaan iPod. Jadi, tidak ada instruksi pengembalian iPod dari pengadil lembaga peradilan tertinggi di Indonesia itu. “(Namun) ada kesimpulan bahwa mereka akan melaporkan pada KPK iPod yang diterima,” terang Johan.
Menurut dia, KPK tidak mengubah sikap dalam kasus bagi-bagi iPod. Pimpinan KPK tetap berpendirian bahwa penerimaan hadiah yang diterima penyelenggara negara, apapun bentuk dan berapapun harganya harus dilaporkan. Apalagi, dalam undang-undang (UU) tidak dijelaskan batasan nilainnya.
Setelah ada laporan, Johan menjelaskan pihaknya akan memverifikasi. Mulai dari apa konteks pemberian, adakah maksud tertentu, hingga nilai barang. KPK memiliki waktu 30 hari sebelum menyatakan iPod tersebut benar gratifikasi atau tidak. “KPK bisa melakukan klarifikasi ke penerima dan pemberi,” tuturnya.
Sementara, Ketua MA Hatta Ali mulai gerah polemik kasus bagi-bagi iPod pada resepsi pernikahan Nurhadi. Kata dia, kasus tersebut seharusnya tidak perlu dibesar-besarkan. “Sebenarnya masalah ini kok dibesar-besarkan. Clear aja, stop aja sudah ya,” kata Hatta di Gedung MPR kemarin (20/3).
Hatta menekankan, inisiatif pembagian iPod itu bukan berasal dari pihak keluarga Nurhadi. IPod tersebut dipesan oleh keluarga besan yang bersangkutan. “Itu dari luar negeri dan yang memesan itu besannya. Bisa dilihat, itu dipesan sejak 2013,” tegasnya.
Hatta pun menilai iPod tersebut tidak perlu dikembalikan. Karena nilainya tidak sampai Rp 500 ribu. Menyoal kemungkinan kasus bagi-bagi iPod bergulir di KPK, dia menegaskan, hal tersebut tidak mewakili lembaga MA. “Kita nggak tahu, itu kan bukan lembaga, tapi pribadi,” ujar Hatta.
Saat disinggung soal Nurhadi yang belum melaporkan harta kekayaannya, Hatta mengatakan bahwa yang bersangkutan sebenarnya sudah pernah melaporkan asetnya. “Tapi masih ada kekurangan. Ya, kan tinggal ditambahi,” imbuhnya. (dim/ken/agm)