27 C
Medan
Wednesday, July 3, 2024

Lagunya akan Bergema di Tiap Momen Pergerakan

Selamat Jalan Franky Sahilatua, Pejuang Perubahan Lewat Syair

Salah seorang musisi sekaligus seniman besar dan budayawan Indonesia, Franky Hubert Sahilatua, wafat dalam usia 57 tahun. Aktivis pergerakan sangat terpukul dengan kepergian Franky di tengah semangat mereka melawan rezim berkuasa yang dianggap tidak pro rakyat.

Franky Sahilatua tutup usia Rabu (20/4) sore ini, pukul 15.15 WIB, di RS Medika Permata Hijau, Jakarta Selatan. Tak berapa lama, jenazahnya pun segera dibawa pulang ke rumah duka di Komplek Pelangi Bintaro, Tangerang, diiringi hujan yang kebetulan juga mengguyur sebagian kawasan Jakarta.

Menurut keterangan pihak keluarga, pemakaman musisi yang wafat di usia 57 tahun ini masih menunggu kepastian dari keluarga. Salah satunya pula yakni menunggu kedatangan putranya yang tinggal di Singapura, Hugo Delano. Yang jelas untuk sementara, jenazah Franky akan disemayamkan di rumah duka malam ini.

Penyanyi lagu-lagu balada yang terkenal terutama lewat duet Franky & Jane (adiknya) itu, memang telah kembali harus dirawat di rumah sakit terhitung sejak 16 April lalu. Hingga, tadi malam, kondisinya lantas diberitakan kian memburuk. Franky yang baru kembali ke Indonesia pada Februari lalu, usai menjalani perawatan di Singapura, memang terhitung sudah cukup lama menderita penyakitnya.

Bahkan, adalah anaknya Hugo pula yang mewakili Franky menerima penghargaan, ketika sang musisi mendapatkan Lifetime Achievement di ajang SCTV Music Awards  Oktober 2010 lalu. Saat itu, Franky memang masih berada dalam perawatan di RS di Singapura, meski sang anak sempat menyebutkan kondisinya telah membaik.

Franky terlahir di Surabaya, 16 Agustus 1953 lalu. Namanya mulai dikenal luas publik pada paruh kedua dekade 1970-an, terutama lewat duet dengan adiknya, yang dalam perjalanannya sempat menghasilkan sekitar 15 album.
Pada 1993, duet mereka menghasilkan sebuah tembang abadi berjudul Lelaki dan Rembulan. Setelah Jane berkeluarga, Franky bersolo karir, selain juga bekerjasama dengan sejumlah musisi lain, di antaranya termasuk Iwan Fals (di beberapa album). Orang Pinggian serta Terminal adalah dua di antara album yang bisa dicatat dari duet kedua penyanyi penyuara kritik sosial ini.

Bagi aktivis pergerakan Franky dianggap sebagai tokoh yang pantas dijadikan simbol perlawanan rakyat atas penguasa menuju perubahan ke arah yang lebih baik. Sebelum kepergiannya, Franky bahkan sempat mengeluh soal kondisi bangsa dan negara kepada sahabat karibnya, Sukardi Rinakit.

“Ia selalu bilang ‘saya merisaukan untuk menyeberang naik perahu’,” kata Sukardi mengulangi pernyataan Franky.
Maksud pernyataan itu, Franky ingin agar ada perubahan terhadap bangsa dan negara. “Maksudnya bukan menyeberang buat dirinya sendiri yah, tapi menyeberang untuk bangsa ini. Misalkan, menyeberang dari kemiskinan berubah jadi sejahtera. Menyeberang dari pemimpin yang tidak baik menjadi pemimpin yang baik. Menyeberang dari demokrasi prosedural menjadi demokrasi substansial. Pokoknya banyaklah,” terang pengamat politik dari Soegeng Sarjadi Syndicate saat melayat di Rumah Sakit Medika Permata Hijau, Jakarta.

Masih kata Sukardi, Franky menginginkan rakyat naik, menggerak-gerakkan dan mengayuh perahu Indonesia menuju perubahan. “Saatnya kita menyeberang dan kita harus segera menyeberang,” ulang Sukardi menirukan lagi.

Aktivis pergerakan Adhie Massardi juga merasakan kehilangan yang besar atas kepergian Franky. “Franky pergi ketika kita butuh semangat baru lewat lagu-lagunya yang dinyanyikan langsung,” kata Adhie Massardi kepada JPNN.
Sebagai penghargaan, Adhie mengatakan akan menyanyikan lagu-lagu Franky yang bernafaskan perjuangan dalam setiap momen pergerakan. “Kita akan menyanyikan setiap lagunya di setiap pergerakan, Ini sebagai penghargaan kepada sosok Franky,” demikian Adhie.

Penggagas Islam Transformatif memandang Franky Sahilatua sebagai aktivis dan pejuang perubahan. Caranya saja yang beda, dia berjuang dengan lagu. “Lagu-lagunya memberi inspirasi. Lagu-lagunya mengajak kita semua untuk terus menerus melakukan perubahan,” katanya.

“Di Republik banyak anak dianaktirikan oleh negara,” ucapnya lagi mengenang lirik lagu Franky berjudul Anak Tiri yang paling berkesan baginya.

Muslim mengenal Franky sudah lama, saat pertama kali lagu-lagunya banyak diperdengarkan tahun 70-an. Muslim mulai berteman dengan Franky saat keduanya aktif di Kelompok Pelangi lima tahun terakhir.

“Nyari pejuang dengan senjata lagu susah. Franky tidak ada duanya. Dia konsisten. Tidak pernah mikir keuntungan dari lagu-lagunya. Buktinya, sampai meninggalnya, Franky tidak punya apa-apa. Biaya pengobatannya saja banyak ditanggung kawan-kawan,” imbuhnya.(ito/arp/ade/jpnn)

Selamat Jalan Franky Sahilatua, Pejuang Perubahan Lewat Syair

Salah seorang musisi sekaligus seniman besar dan budayawan Indonesia, Franky Hubert Sahilatua, wafat dalam usia 57 tahun. Aktivis pergerakan sangat terpukul dengan kepergian Franky di tengah semangat mereka melawan rezim berkuasa yang dianggap tidak pro rakyat.

Franky Sahilatua tutup usia Rabu (20/4) sore ini, pukul 15.15 WIB, di RS Medika Permata Hijau, Jakarta Selatan. Tak berapa lama, jenazahnya pun segera dibawa pulang ke rumah duka di Komplek Pelangi Bintaro, Tangerang, diiringi hujan yang kebetulan juga mengguyur sebagian kawasan Jakarta.

Menurut keterangan pihak keluarga, pemakaman musisi yang wafat di usia 57 tahun ini masih menunggu kepastian dari keluarga. Salah satunya pula yakni menunggu kedatangan putranya yang tinggal di Singapura, Hugo Delano. Yang jelas untuk sementara, jenazah Franky akan disemayamkan di rumah duka malam ini.

Penyanyi lagu-lagu balada yang terkenal terutama lewat duet Franky & Jane (adiknya) itu, memang telah kembali harus dirawat di rumah sakit terhitung sejak 16 April lalu. Hingga, tadi malam, kondisinya lantas diberitakan kian memburuk. Franky yang baru kembali ke Indonesia pada Februari lalu, usai menjalani perawatan di Singapura, memang terhitung sudah cukup lama menderita penyakitnya.

Bahkan, adalah anaknya Hugo pula yang mewakili Franky menerima penghargaan, ketika sang musisi mendapatkan Lifetime Achievement di ajang SCTV Music Awards  Oktober 2010 lalu. Saat itu, Franky memang masih berada dalam perawatan di RS di Singapura, meski sang anak sempat menyebutkan kondisinya telah membaik.

Franky terlahir di Surabaya, 16 Agustus 1953 lalu. Namanya mulai dikenal luas publik pada paruh kedua dekade 1970-an, terutama lewat duet dengan adiknya, yang dalam perjalanannya sempat menghasilkan sekitar 15 album.
Pada 1993, duet mereka menghasilkan sebuah tembang abadi berjudul Lelaki dan Rembulan. Setelah Jane berkeluarga, Franky bersolo karir, selain juga bekerjasama dengan sejumlah musisi lain, di antaranya termasuk Iwan Fals (di beberapa album). Orang Pinggian serta Terminal adalah dua di antara album yang bisa dicatat dari duet kedua penyanyi penyuara kritik sosial ini.

Bagi aktivis pergerakan Franky dianggap sebagai tokoh yang pantas dijadikan simbol perlawanan rakyat atas penguasa menuju perubahan ke arah yang lebih baik. Sebelum kepergiannya, Franky bahkan sempat mengeluh soal kondisi bangsa dan negara kepada sahabat karibnya, Sukardi Rinakit.

“Ia selalu bilang ‘saya merisaukan untuk menyeberang naik perahu’,” kata Sukardi mengulangi pernyataan Franky.
Maksud pernyataan itu, Franky ingin agar ada perubahan terhadap bangsa dan negara. “Maksudnya bukan menyeberang buat dirinya sendiri yah, tapi menyeberang untuk bangsa ini. Misalkan, menyeberang dari kemiskinan berubah jadi sejahtera. Menyeberang dari pemimpin yang tidak baik menjadi pemimpin yang baik. Menyeberang dari demokrasi prosedural menjadi demokrasi substansial. Pokoknya banyaklah,” terang pengamat politik dari Soegeng Sarjadi Syndicate saat melayat di Rumah Sakit Medika Permata Hijau, Jakarta.

Masih kata Sukardi, Franky menginginkan rakyat naik, menggerak-gerakkan dan mengayuh perahu Indonesia menuju perubahan. “Saatnya kita menyeberang dan kita harus segera menyeberang,” ulang Sukardi menirukan lagi.

Aktivis pergerakan Adhie Massardi juga merasakan kehilangan yang besar atas kepergian Franky. “Franky pergi ketika kita butuh semangat baru lewat lagu-lagunya yang dinyanyikan langsung,” kata Adhie Massardi kepada JPNN.
Sebagai penghargaan, Adhie mengatakan akan menyanyikan lagu-lagu Franky yang bernafaskan perjuangan dalam setiap momen pergerakan. “Kita akan menyanyikan setiap lagunya di setiap pergerakan, Ini sebagai penghargaan kepada sosok Franky,” demikian Adhie.

Penggagas Islam Transformatif memandang Franky Sahilatua sebagai aktivis dan pejuang perubahan. Caranya saja yang beda, dia berjuang dengan lagu. “Lagu-lagunya memberi inspirasi. Lagu-lagunya mengajak kita semua untuk terus menerus melakukan perubahan,” katanya.

“Di Republik banyak anak dianaktirikan oleh negara,” ucapnya lagi mengenang lirik lagu Franky berjudul Anak Tiri yang paling berkesan baginya.

Muslim mengenal Franky sudah lama, saat pertama kali lagu-lagunya banyak diperdengarkan tahun 70-an. Muslim mulai berteman dengan Franky saat keduanya aktif di Kelompok Pelangi lima tahun terakhir.

“Nyari pejuang dengan senjata lagu susah. Franky tidak ada duanya. Dia konsisten. Tidak pernah mikir keuntungan dari lagu-lagunya. Buktinya, sampai meninggalnya, Franky tidak punya apa-apa. Biaya pengobatannya saja banyak ditanggung kawan-kawan,” imbuhnya.(ito/arp/ade/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/