Selain menilai telah melampaui kewenangannya, Maqdir juga menduga ada kepentingan terselubung di balik penetapan Rio sebagai tersangka. Terutama untuk menjegal upaya revisi Undang-Undang KPK. Dia menuding bahwa KPK tengah berusaha mengintimidasi anggota DPR yang mendukung revisi tersebut. “Penetapan status tersangka kepada Patrice Rio Capella dilandasi oleh semangat memengaruhi kekuasaan legislatif agar tidak melakukan perubahan terhadap UU KPK,” ujarnya.
Maqdir mengatakan, undang-undang yang ada sekarang membuat kekuasaan KPK sangat besar. Karenanya, orang-orang yang ada di dalam komisi antirasuah tidak suka dengan revisi yang akan mengotak-atik kekuasaan tersebut. “Sebab upaya melakukan perubahan untuk penguatan UU KPK yang dapat dianggap menggangu kekuasaan,” lanjutnya. Apalagi, lanjut Maqdir, pihaknya juga melihat ada upaya KPK untuk merusak citra Rio sejak jauh-jauh hari. Menurut pengacara senior itu, ada dokumen terkait kasus kliennya yang dibocorkan KPK melalui media sosial sebelum penetapan diumumkan.
“Sebelum penetapan PRC (Patrice Rio Capello, red) sebagai tersangka, terlebih dahulu melalui media sosial mengirimkan bagian tertentu dari surat panggilan yang menyatakan bahwa PRC sudah ditetapkan menjadi tersangka,” katanya. Sementara itu dari gedung bundar dilaporkan, Satuan tugas khusus penanganan penyelesaian tindak pidana korupsi Kejagung masih mendalami dugaan korupsi dana bantuan sosial dan hibah Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Hingga saat ini, Kejagung sudah memeriksa 247 saksi dan tiga ahli. Saksi yang diperiksa dari satuan kerja penyalur, maupun para penerima bansos.
Kapuspenkum Kejagung Amir Yanto menjelaskan, tiga ahli itu berasal dari Kemendagri serta ahli keuangan negara dari Badan Pemeriksa Keuangan. Menurut Amir, Korps Adhyaksa segera menetapkan tersangka dalam kasus bansos ini. “Saat ini perkara tersebut akan ditetapkan tersangka,” ujar Amir. Ia menambahkan, Kejagung juga telah berkoordinasi dengan KPK yang juga menyidik kasus suap Hakim PTUN Medan sehubungan dengan gugatan Pemprov Sumatera Utara terhadap Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara.
Dijelaskan Amir, pada 2012 Provinsi Sumut mendapatkan dana hibah Rp 294 miliar dan bansos Rp 25 miliar. Pada 2013 Pemprov Sumut menerima hibah Rp 2 triliun dan bansos Rp 43 miliar. Penyaluran dana tersebut diduga tidak tepat sasaran sehingga dalam pertanggungjawabannya. Dia mengaskan, Pemprov Sumut membuat pertanggungjawaban yang tidak sesuai dengan Peraturan Kemendagri tentang penyaluran dana hibah dan dana bansos. Hal ini berdampak pada potensi kerugian Negara sebesar Rp 247 miliar. (gir/deo)