27 C
Medan
Monday, December 2, 2024
spot_img

Takut Penyembuhan Massal, Ibadah Kristen Ditentang Ormas di Yogyakarta

Foto: JUNI KRISWANTO/AFP
Ilustrasi. Rencana kebaktian Kristen di Stadion Kridosono, Yogyakarta, batal setelah ditentang ormas Islam.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kebaktian Nasrani yang digagas Pendeta Stephen Tong di Stadion Kridosono, Yogyakarta, batal digelar Jumat (20/10), akibat desakan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan ormas Forum Ukhuwah Islamiyah (FUI).

Dengan alasan menguatnya penolakan ormas, pengelola stadion, PT Anindya Mitra Internasional (AMI), membatalkan perjanjian sewa yang mereka teken dengan panitia acara bertajuk Kebaktian Nasional Reformasi 500 Tahun itu.

“Ada beberapa informasi dan masukan terkait acara itu. Kami kan badan usaha, pasti memperhatikan itu semua karena risiko harus kami hitung,” kata Direktur Utama PT AMI, Dyah Puspitasari, seperti dilaporkan wartawan Furqon Himawan di Yogyakarta.

Pada 12 Oktober lalu, FUI bersurat kepada Kepala Polda Yogyakarta Brigjen Ahmad Dofiri. Dalam surat itu, mereka menuding kebaktian pimpinan Stephen Tong berpotensi menjadi ajang permurtadan karena berisi penyembuhan massal.

Meminta Dofiri tak menerbitkan izin, FUI menyarankan panitia kebaktian memindahkan acara dari Kridosono ke gereja.

Empat hari berselang, MUI melayangkan surat serupa kepada Dofiri. Surat yang diteken Ketua MUI Yogyakarta Thoha Abdurrahman itu memiliki konten yang sama dengan surat FUI.

Hingga berita ini diturunkan, BBC Indonesia telah berupaya mengkonfirmasi lebih lanjut sikap MUI dan FUI. Namun kedua pihak belum memberi jawaban.

Kabid Humas Polda Yogyakarta, AKBP Yulianto, menyebut pihaknya tidak perlu mengerluarkan izin untuk acara keagamaan, tapi hanya surat tanda terima pemberitahuan. Berkaca pada kebaktian yang digelar Stephen Tong di Kridosono pada 2015, ia mengatakan kepolisian harus mengerahkan banyak personel untuk mengamankan acara.

“Kami belajar dari pengalaman, kalau tahun ini dilaksanakan pun, kami akan mengeluarkan pengamanan yang cukup banyak,” ujarnya.

Yulianto mengklaim sudah membantu panitia kebaktian mendapatkan tempat alternatif selain Kridosono. Namun, kata dia, panitia tak menindaklanjuti tawaran tersebut.

Foto: ADEK BERRY/AFP
Tempat ibadah dihancurkan. Menurut Komnas HAM, jumlah pelanggaran kebebasan beragama meningkat pada 2016 dibandingkan 2015.

Melalui keterangan tertulis, panitia kebaktian membantah tudingan yang dialamatkan kepada Stephen Tong. Mereka menyebut pendeta tersebut tidak pernah menggelar kebaktian penyembuhan fisik.

“Stephen Tong hanya melakukan kebaktian kebangunan rohani yang menekankan pertobatan sejati,” kata panitia dalam surat berkop Stephen Tong Evangelistic Ministries International.

Panitia mengklaim sebelumnya telah menggelar kebaktian serupa di 15 kota lain di Indonesia. Acara itu, kata mereka, juga diselenggarakan di 22 kota di beberapa negara seperti London dan New York.

Sebelumnya, kebaktian pimpinan Stephen Tong juga pernah ditentang sejumlah ormas. Desember 2016, kebaktian Natal yang mereka gelar di Gedung Sasana Budaya Ganesha, Bandung, didesak bubar karena perizinan yang tidak lengkap.

Sementara pada April 2015, kebaktian Stephen Tong di Kridosono, Yogyakarta, juga digelar dalam penolakan ormas.

Foto: ADEK BERRY/AFP
Ilustrasi. Dua polisi menjaga Gereja Katedral Jakarta saat misa Natal berlangsung, Desember 2015.

Stephen Tong merupakan pimpinan Gereja Reformed Injili Indonesia (GRII). Dalam situs daring mereka, gereja itu menyebut memiliki cabang di empat benua, yakni Asia, Australia, Eropa, dan Amerika.

Kantor pusat gereja tersebut berada di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat, di sebuah gedung berkubah besar bertuliskan solus christus soli deo gloria.

Adapun kelompok masyarakat sipil menyebut FUI beberapa kali terlibat aksi intoleran. Salah satunya merupakan desakan mereka terhadap Universitas Kristen Duta Wacana menurunkan spanduk yang memuat foto mahasiswi berkerudung.

Komnas HAM mencatat pengaduan pelanggaran hak kebebasan beragama dan berkeyakinan mendominasi daftar mereka pada tahun 2016, yakni sebanyak 87, meningkat 10 aduan dari 2015.

Dari angka itu, 44 di antaranya berbentuk pelarangan mendirikan rumah ibadah, sementara 19 lainnya berupa pembatasan kegiatan keagamaan. (BBC)

Foto: JUNI KRISWANTO/AFP
Ilustrasi. Rencana kebaktian Kristen di Stadion Kridosono, Yogyakarta, batal setelah ditentang ormas Islam.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kebaktian Nasrani yang digagas Pendeta Stephen Tong di Stadion Kridosono, Yogyakarta, batal digelar Jumat (20/10), akibat desakan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan ormas Forum Ukhuwah Islamiyah (FUI).

Dengan alasan menguatnya penolakan ormas, pengelola stadion, PT Anindya Mitra Internasional (AMI), membatalkan perjanjian sewa yang mereka teken dengan panitia acara bertajuk Kebaktian Nasional Reformasi 500 Tahun itu.

“Ada beberapa informasi dan masukan terkait acara itu. Kami kan badan usaha, pasti memperhatikan itu semua karena risiko harus kami hitung,” kata Direktur Utama PT AMI, Dyah Puspitasari, seperti dilaporkan wartawan Furqon Himawan di Yogyakarta.

Pada 12 Oktober lalu, FUI bersurat kepada Kepala Polda Yogyakarta Brigjen Ahmad Dofiri. Dalam surat itu, mereka menuding kebaktian pimpinan Stephen Tong berpotensi menjadi ajang permurtadan karena berisi penyembuhan massal.

Meminta Dofiri tak menerbitkan izin, FUI menyarankan panitia kebaktian memindahkan acara dari Kridosono ke gereja.

Empat hari berselang, MUI melayangkan surat serupa kepada Dofiri. Surat yang diteken Ketua MUI Yogyakarta Thoha Abdurrahman itu memiliki konten yang sama dengan surat FUI.

Hingga berita ini diturunkan, BBC Indonesia telah berupaya mengkonfirmasi lebih lanjut sikap MUI dan FUI. Namun kedua pihak belum memberi jawaban.

Kabid Humas Polda Yogyakarta, AKBP Yulianto, menyebut pihaknya tidak perlu mengerluarkan izin untuk acara keagamaan, tapi hanya surat tanda terima pemberitahuan. Berkaca pada kebaktian yang digelar Stephen Tong di Kridosono pada 2015, ia mengatakan kepolisian harus mengerahkan banyak personel untuk mengamankan acara.

“Kami belajar dari pengalaman, kalau tahun ini dilaksanakan pun, kami akan mengeluarkan pengamanan yang cukup banyak,” ujarnya.

Yulianto mengklaim sudah membantu panitia kebaktian mendapatkan tempat alternatif selain Kridosono. Namun, kata dia, panitia tak menindaklanjuti tawaran tersebut.

Foto: ADEK BERRY/AFP
Tempat ibadah dihancurkan. Menurut Komnas HAM, jumlah pelanggaran kebebasan beragama meningkat pada 2016 dibandingkan 2015.

Melalui keterangan tertulis, panitia kebaktian membantah tudingan yang dialamatkan kepada Stephen Tong. Mereka menyebut pendeta tersebut tidak pernah menggelar kebaktian penyembuhan fisik.

“Stephen Tong hanya melakukan kebaktian kebangunan rohani yang menekankan pertobatan sejati,” kata panitia dalam surat berkop Stephen Tong Evangelistic Ministries International.

Panitia mengklaim sebelumnya telah menggelar kebaktian serupa di 15 kota lain di Indonesia. Acara itu, kata mereka, juga diselenggarakan di 22 kota di beberapa negara seperti London dan New York.

Sebelumnya, kebaktian pimpinan Stephen Tong juga pernah ditentang sejumlah ormas. Desember 2016, kebaktian Natal yang mereka gelar di Gedung Sasana Budaya Ganesha, Bandung, didesak bubar karena perizinan yang tidak lengkap.

Sementara pada April 2015, kebaktian Stephen Tong di Kridosono, Yogyakarta, juga digelar dalam penolakan ormas.

Foto: ADEK BERRY/AFP
Ilustrasi. Dua polisi menjaga Gereja Katedral Jakarta saat misa Natal berlangsung, Desember 2015.

Stephen Tong merupakan pimpinan Gereja Reformed Injili Indonesia (GRII). Dalam situs daring mereka, gereja itu menyebut memiliki cabang di empat benua, yakni Asia, Australia, Eropa, dan Amerika.

Kantor pusat gereja tersebut berada di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat, di sebuah gedung berkubah besar bertuliskan solus christus soli deo gloria.

Adapun kelompok masyarakat sipil menyebut FUI beberapa kali terlibat aksi intoleran. Salah satunya merupakan desakan mereka terhadap Universitas Kristen Duta Wacana menurunkan spanduk yang memuat foto mahasiswi berkerudung.

Komnas HAM mencatat pengaduan pelanggaran hak kebebasan beragama dan berkeyakinan mendominasi daftar mereka pada tahun 2016, yakni sebanyak 87, meningkat 10 aduan dari 2015.

Dari angka itu, 44 di antaranya berbentuk pelarangan mendirikan rumah ibadah, sementara 19 lainnya berupa pembatasan kegiatan keagamaan. (BBC)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/