JAKARTA -Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk menindak tegas rumah sakit, rumah bersalin, atau bidan, yang menolak pasien untuk khitan anak perempuan. Lembaga para ulama ini mulai sering mendapat aduan masyarakat terkait hal ini.
Ketua MUI, Ma’ruf Amin, mengatakan semestinya rumah sakit dan instansi penyelenggara kegiatan medis lainnya tidak boleh menolak permintaan pasien yang ingin melakukan khitan terhadap anak perempuan. “Soal khitan kepada perempuan ini kita tidak mewajibkan tetapi melarang aksi pelarangan terhadap khitan perempuan,” ujarnya di kantornya, kemarin.
Ma’ruf mengatakan belakangan ini semakin banyak aksi pelarangan terhadap khitan perempuan dari para pelaku medis. Meski belum rinci namun MUI menurutnya sedang berupaya mengumpulkan data statistik terkait penolakan tindakan ini.
Dalam konteks ini MUI sepakat untuk menolak dengan tegas pelarangan khitan perempuan oleh pemerintah atau pihak manapun karena khitan perempuan menurutnya bagian dari ajaran agama sehingga merupakan hak asasi manusia (HAM) yang dilindungi oleh undang undang dasar (UUD).
Pemerintah menurutnya bisa bertindak tegas terhadap pelaku medis yang menolak khitan perempuan karena pemerintah memiliki dasar hukum berupa Peraturan Menteri Kesehatan no. 1636/MENKES/PER/2010 Tentang Sunat Perempuan adalah telah sesuai dengan amanat UUD 1945, Fatwa MUI, dan aspirasi umat Islam.
Sebelumnya MUI mengeluarkan fatwa nomor 9.A tahun 2008 tentang khitan perempuan bahwa khitan bagi laki-laki maupun perempuan termasuk fitrah (aturan) dan syiar Islam. Khitan terhadap perempuan adalah makrumah (ibadah yang dianjurkan).
Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorun Ni’am, mengatakan pro kontra khitan perempuan sejak 2002. Pro konta tidak berhenti meskipun pemerintah mengeluarkan Permenkes tentang itu. “Sekarang keluar lagi atas nama HAM, gender, perusakan alat genital, ini menurut kami tak pas,” katanya. (byu/jpnn)