26.7 C
Medan
Wednesday, May 22, 2024

Oww… Edy Nasution Ternyata Perantara Banyak Kasus

Komisi antirasuah masih mengunci rapat-rapat detail kasus. Termasuk dua perusahaan yang bersengketa di PN Jakpus, hingga salah satunya mengajukan PK dan berbuntut terbongkarnya suap menyuap ini.

Yang pasti, ia menegaskan, KPK menduga Doddy tidak hanya menjadi perantara dalam kasus ini. “Ada beberapa kasus yang perantaranya dia. Itu nanti akan kami telusuri lebih lanjut,” ujarnya.

Agus mengatakan, Desember 2015 lalu, Doddy sudah menyogok Edy Rp100 juta. Diduga komitmen pemberian uang untuk Edy mencapai Rp500 juta. “Diduga untuk mengurus pengajuan PK yang didaftarkan di PN Jakpus,” kata Agus.

Sebagai penerima suap, Edy disangka melanggar pasal 12 a dan atau b dan atau pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 64 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP.

Sedangkan Doddy sebagai pihak pemberi suap, dijerat pasal 5 ayat 1 huruf a, pasal 5 ayat 1 huruf b dan atau pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor juncto pasal 64 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP.

Tertangkap tangannya Edy berentet pada penggeledahan terhadap Gedung Mahkamah Agung (MA).

Salah satu tempat yang menjadi lokasi penggeledahan adalah ruang kerja Sekretaris MA, Nurhadi. “Iya betul,” kata Juru Bicara MA, Hakim Agung Suhadi dalam pesan singkat, Kamis (21/4).

Sayangnya, Suhadi belum mengetahui apa saja yang disita petugas KPK dalam penggeledahan tersebut. Hingga saat ini belum diketahui keterkaitan antara Nurhadi dengan perkara yang menyangkut Edy.

Nurhadi sebelumnya juga pernah menjalani pemeriksaan KPK sebagai saksi dalam perkara lain. Saat itu, dia diperiksa dalam kasus dugaan suap penundaan salinan putusan kasasi di MA yang menyeret salah satu anak buahnya sebagai tersangka. Yakni, Kasubdit Pranata Perdata dan Khusus MA, Andri Tristianto Sutrisna.

Anggota Komisi III DPR Risa Mariska menyesalkan kembali terjadinya operasi tangkap tangan dugaan suap oleh penyidik KPK terhadap Edy Nasution.

“Ini jadi catatan ke depan. Lembaga peradilan yang anggotanya terjaring OTT harus melakukan evaluasi,” kata Risa di gedung DPR Jakarta, kemarin.

Politikus PDI Perjuangan itu mengaku prihatin. Namun, di sisi lain pihaknya bangga dengan kepemimpinan Agus Raharjo dkk di KPK, sehingga membuat kinerja lembaga tersebut semakin bagus.

Namun, Risa meminta ke depan, selain OTT, KPK lebih mengintensifkan upaya pencegahan. Pihaknya juga berharap kejadian ini tidak melunturkan kepercayaan publik pada lembaga peradilan.

“Jangan sampai masyarakat tidak percaya kepada lembaga hukum dan peradilan,” tukasnya.

Wakil Ketua MPR Mahyudin mengungkapkan kesedihannya terhadap terulangnya pegawai pengadilan yang terjaring OTT oleh Satgas KPK karena menerima suap.

Menurutnya, OTT terhadap Edy Nasution semakin mengikis kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan.

Mahyudin menyatakan hal itu saat ditemui usai membuka Sosialisasi Empat Pilar MPR RI di kalangan civitas akademika Universitas Nasional (Unas) di Jakarta, Kamis (21/4). Politikus Golkar itu menegaskan, pegawai pengadilan yang terjaring OTT jelas menimbulkan aib.

Menurut Mahyudin, sebenarnya gaji dari negara untuk pegawai dan hakim di pengadilan sudah mencukupi. “Tolong para pejabat publik, pekerjaan tidak terpuji itu harus dihentikan karena penghasilan yang didapat dari negara sudah baik,” katanya.

Mahyudin pun berharap agar pengawasan terhadap pegawai lembaga peradilan ditingkatkan. Selain itu, katanya, reformasi birokrasu juga harus semakin digalakkan.

“Jangan sampai pameo bahwa peradilan tajam ke bawah tumpul ke atas makin diyakini masyarakat. Karena itu hentikan korupsi, bukan saja di peradilan, tetapi juga di seluruh sekttor pemerintahan,” harapnya. (bbs/jpnn/jpg/val)

Komisi antirasuah masih mengunci rapat-rapat detail kasus. Termasuk dua perusahaan yang bersengketa di PN Jakpus, hingga salah satunya mengajukan PK dan berbuntut terbongkarnya suap menyuap ini.

Yang pasti, ia menegaskan, KPK menduga Doddy tidak hanya menjadi perantara dalam kasus ini. “Ada beberapa kasus yang perantaranya dia. Itu nanti akan kami telusuri lebih lanjut,” ujarnya.

Agus mengatakan, Desember 2015 lalu, Doddy sudah menyogok Edy Rp100 juta. Diduga komitmen pemberian uang untuk Edy mencapai Rp500 juta. “Diduga untuk mengurus pengajuan PK yang didaftarkan di PN Jakpus,” kata Agus.

Sebagai penerima suap, Edy disangka melanggar pasal 12 a dan atau b dan atau pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 64 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP.

Sedangkan Doddy sebagai pihak pemberi suap, dijerat pasal 5 ayat 1 huruf a, pasal 5 ayat 1 huruf b dan atau pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor juncto pasal 64 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP.

Tertangkap tangannya Edy berentet pada penggeledahan terhadap Gedung Mahkamah Agung (MA).

Salah satu tempat yang menjadi lokasi penggeledahan adalah ruang kerja Sekretaris MA, Nurhadi. “Iya betul,” kata Juru Bicara MA, Hakim Agung Suhadi dalam pesan singkat, Kamis (21/4).

Sayangnya, Suhadi belum mengetahui apa saja yang disita petugas KPK dalam penggeledahan tersebut. Hingga saat ini belum diketahui keterkaitan antara Nurhadi dengan perkara yang menyangkut Edy.

Nurhadi sebelumnya juga pernah menjalani pemeriksaan KPK sebagai saksi dalam perkara lain. Saat itu, dia diperiksa dalam kasus dugaan suap penundaan salinan putusan kasasi di MA yang menyeret salah satu anak buahnya sebagai tersangka. Yakni, Kasubdit Pranata Perdata dan Khusus MA, Andri Tristianto Sutrisna.

Anggota Komisi III DPR Risa Mariska menyesalkan kembali terjadinya operasi tangkap tangan dugaan suap oleh penyidik KPK terhadap Edy Nasution.

“Ini jadi catatan ke depan. Lembaga peradilan yang anggotanya terjaring OTT harus melakukan evaluasi,” kata Risa di gedung DPR Jakarta, kemarin.

Politikus PDI Perjuangan itu mengaku prihatin. Namun, di sisi lain pihaknya bangga dengan kepemimpinan Agus Raharjo dkk di KPK, sehingga membuat kinerja lembaga tersebut semakin bagus.

Namun, Risa meminta ke depan, selain OTT, KPK lebih mengintensifkan upaya pencegahan. Pihaknya juga berharap kejadian ini tidak melunturkan kepercayaan publik pada lembaga peradilan.

“Jangan sampai masyarakat tidak percaya kepada lembaga hukum dan peradilan,” tukasnya.

Wakil Ketua MPR Mahyudin mengungkapkan kesedihannya terhadap terulangnya pegawai pengadilan yang terjaring OTT oleh Satgas KPK karena menerima suap.

Menurutnya, OTT terhadap Edy Nasution semakin mengikis kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan.

Mahyudin menyatakan hal itu saat ditemui usai membuka Sosialisasi Empat Pilar MPR RI di kalangan civitas akademika Universitas Nasional (Unas) di Jakarta, Kamis (21/4). Politikus Golkar itu menegaskan, pegawai pengadilan yang terjaring OTT jelas menimbulkan aib.

Menurut Mahyudin, sebenarnya gaji dari negara untuk pegawai dan hakim di pengadilan sudah mencukupi. “Tolong para pejabat publik, pekerjaan tidak terpuji itu harus dihentikan karena penghasilan yang didapat dari negara sudah baik,” katanya.

Mahyudin pun berharap agar pengawasan terhadap pegawai lembaga peradilan ditingkatkan. Selain itu, katanya, reformasi birokrasu juga harus semakin digalakkan.

“Jangan sampai pameo bahwa peradilan tajam ke bawah tumpul ke atas makin diyakini masyarakat. Karena itu hentikan korupsi, bukan saja di peradilan, tetapi juga di seluruh sekttor pemerintahan,” harapnya. (bbs/jpnn/jpg/val)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/