JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Jaksa Agung HM Prasetyo dituding tak konsisten dengan pernyataannya terkait Dakwaan-Putusan Pidana Nomor 481/PID.B/2006/PN.JKT.PST tanggal 28 Juni 2006 yang Error In Objecto terhadap Almarhum (Alm) DR Sutan Radja DL Sitorus. Bahkan, Kejaksaan Agung dinilai tidak mengerti apa-apa tentang TKP atau lokasi terkait kasus tersebut.
Menurut Kuasa Hukum Koperasi KPKS Bukit Harapan dan Koperasi Parsub serta Keluarga Alm DL Sitorus, Marihot Siahaan SH MH, pernyataan Jaksa Agung HM Prasetyo di media massa dan online yang selalu berubah-ubah, cenderung terkesan menyesatkan bagi mereka dan masyarakat. Karenanya, Marihot merasa perlu memberikan klarifikasi supaya jangan terjadi kesesatan pemahaman di masyarakat akibat pernyataan Jaksa Agung tersebut.
Disebutkan Marihot, dalam berita tanggal 6 Agustus 2017 di tempo.co, Prasetyo menyatakan bahwa pihaknya akan berkoordinasi kembali dengan Kemen LHK untuk membahas eksekusi lahan perkebunan sawit seluas 47 ribu Ha milik DL Sitorus di Padanglawas, Sumatera Utara, sebagaimana melaksanakan amar putusan pidana Nomor 481/PID.B/2006/PN.JKT.PST tanggal 28 Juni 2006. Tapi anehnya, di liputan 6 tanggal 6 Agustus 2017, Prasetyo menyatakan, Kejaksaan Agung sudah mengeksekusi putusan Pidana Nomor 481 tersebut pada 2009 silam dan menyerahkan hasil eksekusi kepada Menteri Kehutanan. “Artinya, tugas Kejaksaan selaku eksekutor sudah selesai. Lantas setelah DL Sitorus menghembuskan nafas terakhir, Prasetyo mau eksekusi yang mana lagi?” kata Marihot.
Menurutnya, eksekusi yang dimaksud Kejaksaan Agung selaku eksekutor pada 2009 tersebut telah dilakukan sebagai pelaksanaan Amar Putusan Nomor 481 sama sekali tidak ada kaitannya dengan lahan Perkebunan Kelapa Sawit yang dikelola Koperasi Parsub dan KPKS Bukit Harapan termasuk DL Sitorus. Karena yang di eksekusi adalah pada lokasi sebagaimana yang disebut-sebut dalam Dakwaan dan Amar Putusan Nomor 481 yaitu di lima desa, Desa Paranpadang, Desa Janji Matogu, Desa Langkimat, Desa AekRaru, dan Desa Mandasip. Faktanya, luas lima desa tersebut seluruhnya hanya + 6.000 Ha, sedangkan dalam Dakwaan-Putusan disebutkan kegiatan Koperasi KPKS Bukit Harapan dan Parsub di dalam areal seluas lebih kurang 47.000 Ha di 5 desa tersebut, sehingga jelas Koperasi KPKS – Parsub dan juga DL Sitorus tidak pernah melakukan kegiatan sebagaimana yang disebut dalam Dakwaan Putusan Pidana Nomor 481 tersebut.
“Perlu juga diketahui, lima desa tersebut bukan dan tidak pernah termasuk dalam kawasan hutan sebagaimana yang disebut-sebut atau seolah-olah ada kawasan hutan Register 40. Padahal tidak ada,” tegasnya.