WASHINGTON, SUMUTPOS.CO – Sebagai pebisnis sukses Manhattan, Donald Trump cukup akrab dengan perkara hukum. Bahkan setelah menjadi presiden AS. Baru 11 hari dilantik, taipan 70 tahun itu telah panen gugatan. Sejauh ini ada 42 gugatan federal yang mencantumkan nama Trump.
Perintah eksekutif Trump tentang imigrasi yang ditandatangani akhir pekan lalu menjadi penyebab utama maraknya gugatan terhadap sang presiden. Gugatan tersebut kali pertama dilayangkan Hameed Khalid Darweesh dan Haider Sameer Abdulkhaleq Alshawi. Dua warga Iraq yang sudah bertahun-tahun tinggal di AS itu ditangkap dan ditahan di Bandara Internasional JFK karena visanya tiba-tiba tidak berlaku.
Darweesh dan Alshawi yang merasa menjadi korban diskriminasi langsung menuai simpati warga. Pada Sabtu (28/1), unjuk rasa menentang kebijakan imigrasi Trump pecah di JFK dan beberapa bandara lain di Negeri Paman Sam. Bukan hanya warga sipil, para pengacara dan tokoh masyarakat juga ikut berdemonstrasi. Para pengacara memberikan pendampingan hukum kepada warga dari tujuh negara yang di-blacklist Trump.
’’Tidak ada bukti yang menyatakan bahwa para pengungsi adalah ancaman bagi keamanan nasional,’’ kata Lena Masri, direktur litigasi nasional CAIR (Council on American-Islamic Relations). Sebaliknya, menurut dia, para pengungsi merupakan kelompok yang mendapatkan perlakuan paling tidak manusiawi dari AS. Sebab, tidak seperti kaum pendatang lainnya, para pengungsi harus melewati banyak filter.
CAIR lantas mengajukan gugatan terhadap pemerintah pusat terkait dengan larangan yang menarget warga tujuh negara. Yakni, Syria, Sudan, Somalia, Libya, Iran, Iraq, dan Yaman. Selain CAIR, ACLU dan beberapa kelompok HAM mendesak Trump mencabut kebijakan imigrasi. Belakangan, Turki yang berkoalisi dengan AS di Syria juga mengimbau Trump mencabut perintah eksekutifnya.
Selain kebijakan imigrasinya yang diskriminatif dan disebut sebagian media dengan Muslim ban tersebut, Trump menerima gugatan soal perintah eksekutifnya terhadap kota-kota suaka. Kota suaka atau kota yang ramah imigran dan bersedia menampung imigran gelap itu diancam tidak menerima dana bantuan dari pemerintah pusat jika tidak mematuhi kebijakan imigrasi Trump.
Pada Selasa (31/1), San Francisco menjadi kota suaka pertama yang mengajukan gugatan terhadap Trump tentang ancaman penghentian dana bantuan tersebut. ’’Perintah eksekutif presiden tidak hanya bertentangan dengan konstitusi, tapi juga tak (mencerminkan, Red) Amerika,’’ tegas jaksa Dennis Herrera. Dia menegaskan bahwa AS adalah bangsa yang tersusun dari kaum pendatang dan para imigran.