30 C
Medan
Monday, June 24, 2024

Publik tak Loyal ke Parpol

Survei Prisma Resource Center LP3ES

JAKARTA-Pilihan publik terhadap partai politik (parpol) ternyata tidak memiliki loyalitas tinggi. Ujian setiap parpol untuk bisa mewujudkan kesejahteraan yang lebih baik membuat publik cenderung tidak loyal terhadap parpol yang memenangkan pemilu legislatif (pileg).

Hal tersebut terekam dalam survei yang dilakukan Prisma Resource Center LP3ES yang disampaikan di Hotel Santika, Jakarta, kemarin (21/10). Peneliti Prisma Rahadi T Wiratama mengatakan, loyalitas pemilih kepada Partai Demokrat sebagai pemenang Pemilu Legislatif (Pileg) 2009 ternyata lebih buruk bila dibandingkan dengan loyalitas pemilih Partai Golkar dan PDIP sebagai pesaing terdekat.
“Loyalitas pemilih Partai Demokrat kurang lebih sama dengan pemilih Partai Gerindra,” ujar Rahadi.

Sebanyak 23,8 persen dari 2.300 responden yang diwawancarai Prisma menyatakan akan memilih kembali Partai Demokrat. Persentase itu lebih rendah daripada loyalitas pemilih Golkar dan PDIP yang masing-masing 41,8 persen dan 41,9 persen.

Secara keseluruhan, kata Rahadi, loyalitas pemilih terhadap sembilan parpol yang kini menghuni parlemen terbilang rendah. Indikasinya, tidak ada satu pun parpol yang persentase loyalitas pemilihnya sama atau di atas 50 persen. “Harapan pemilih pada Pemilu 2009 dinilai belum dapat dipenuhi parpol,” ujarnya.

Posisi parpol, ujar Rahadi, dinilai mayoritas responden tidak memiliki kepedulian dengan rakyat. Sebanyak 28,5 persen responden menilai tidak ada satu pun parpol saat ini yang memiliki kepedulian kepada rakyat.

Terlepas dari hasil survei lembaga lain, Partai Demokrat masih dinilai sebagai parpol yang paling tinggi dipercaya publik dengan 13,6 persen. Namun, ujar Rahadi, persentase yang dicapai Demokrat itu mengalami penurunan paling banyak jika dibandingkan dengan hasil di pileg. “Pada Pemilu 2009, Partai Demokrat meraih 20,85 persen, sementara saat ini hanya 13,6 persen,” ujarnya. Hal ini berbanding lurus dengan loyalitas pemilih Partai Demokrat yang cenderung di bawah Partai Golkar dan PDIP. Dua partai “senior” itu juga mengalami penurunan. “Namun, penurunan persentasenya tidak sebesar Partai Demokrat,” ujarnya.

Koordinator Prisma Daniel Dhakidae menjelaskan, fenomena ketidakpercayaan publik kepada parpol disebabkan transformasi parpol saat ini. Ada perbedaan sudut pandang dalam cara kerja parpol era kini, yang cenderung mengedepankan hasil secara elektoral melalui publikasi kepada media. “Secara organisasi, parpol tidak terbentuk sebagaimana mestinya,” ujarnya.

Di masa lalu, kata Daniel, parpol cenderung menjadi partai yang organik. Ciri-ciri parpol organik adalah pelapisan kuat organisasi-organisasi sayap, membangun partai dari bawah melalui sistem kaderisasi. Hubungan partai dengan publik terjalin dengan kuat melalui partai yang organik tersebut. “Saat ini party to people relations tidak terlalu diburu. Parpol hanya mencari organisasi yang solid dan komunikasi publik untuk menjadi tumpuan,” tandasnya.

Di tempat yang sama, Wasekjen Partai Golkar Nurul Arifin sependapat sepenuhnya dengan pandangan Daniel. Menurut dia, saat ini memang terlihat fenomena pertentangan idealisme di semua partai. Di satu sisi, parpol dituntut melakukan fungsi kaderisasi, memperkuat basis partai di mata publik. Sementara, di sisi lain, banyak cara instan yang dilakukan parpol untuk mendapatkan simpati publik. “Saya cenderung ke pola konvensional (kaderisasi dan memperkuat partai, Red),” ujar Nurul.

Menurut Nurul, pola instan yang dibangun partai tidak mampu melahirkan politikus andal. Hasilnya bisa terlihat di DPR, yang sebagian anggota dewan tidak mampu menunjukkan kualitasnya di depan publik. Sebaliknya, kaderisasi parpol seharusnya dibangun sebagai bagian dari proses seorang politikus beradaptasi. “Keterkenalan oleh publik akan muncul dengan sendirinya jika kader itu mampu bekerja,” ujarnya.

Wakil Sekjen DPP Partai Demokrat Saan Mustopa menambahkan, rendahnya loyalitas pemilih kepada parpol disebabkan identitas kepartaian yang masih rendah. Dia mengamini bahwa parpol saat ini mengabaikan cara membuat infrastruktur partai yang kuat. “Partai hanya peduli pada mekanisme elektoral. Ini menjadi problem bersama,” katanya.

Saan menilai, menjadi agenda semua parpol untuk terus memberbaiki diri. Jika hal ini tidak diperbaiki, kepercayaan kepada publik akan semakin tergerus. “Pemilu 2014 tidak bisa diprediksi karena bergantung pada situasi politik nanti,” tandasnya. (bay/c2/agm/jpnn)

Survei Prisma Resource Center LP3ES

JAKARTA-Pilihan publik terhadap partai politik (parpol) ternyata tidak memiliki loyalitas tinggi. Ujian setiap parpol untuk bisa mewujudkan kesejahteraan yang lebih baik membuat publik cenderung tidak loyal terhadap parpol yang memenangkan pemilu legislatif (pileg).

Hal tersebut terekam dalam survei yang dilakukan Prisma Resource Center LP3ES yang disampaikan di Hotel Santika, Jakarta, kemarin (21/10). Peneliti Prisma Rahadi T Wiratama mengatakan, loyalitas pemilih kepada Partai Demokrat sebagai pemenang Pemilu Legislatif (Pileg) 2009 ternyata lebih buruk bila dibandingkan dengan loyalitas pemilih Partai Golkar dan PDIP sebagai pesaing terdekat.
“Loyalitas pemilih Partai Demokrat kurang lebih sama dengan pemilih Partai Gerindra,” ujar Rahadi.

Sebanyak 23,8 persen dari 2.300 responden yang diwawancarai Prisma menyatakan akan memilih kembali Partai Demokrat. Persentase itu lebih rendah daripada loyalitas pemilih Golkar dan PDIP yang masing-masing 41,8 persen dan 41,9 persen.

Secara keseluruhan, kata Rahadi, loyalitas pemilih terhadap sembilan parpol yang kini menghuni parlemen terbilang rendah. Indikasinya, tidak ada satu pun parpol yang persentase loyalitas pemilihnya sama atau di atas 50 persen. “Harapan pemilih pada Pemilu 2009 dinilai belum dapat dipenuhi parpol,” ujarnya.

Posisi parpol, ujar Rahadi, dinilai mayoritas responden tidak memiliki kepedulian dengan rakyat. Sebanyak 28,5 persen responden menilai tidak ada satu pun parpol saat ini yang memiliki kepedulian kepada rakyat.

Terlepas dari hasil survei lembaga lain, Partai Demokrat masih dinilai sebagai parpol yang paling tinggi dipercaya publik dengan 13,6 persen. Namun, ujar Rahadi, persentase yang dicapai Demokrat itu mengalami penurunan paling banyak jika dibandingkan dengan hasil di pileg. “Pada Pemilu 2009, Partai Demokrat meraih 20,85 persen, sementara saat ini hanya 13,6 persen,” ujarnya. Hal ini berbanding lurus dengan loyalitas pemilih Partai Demokrat yang cenderung di bawah Partai Golkar dan PDIP. Dua partai “senior” itu juga mengalami penurunan. “Namun, penurunan persentasenya tidak sebesar Partai Demokrat,” ujarnya.

Koordinator Prisma Daniel Dhakidae menjelaskan, fenomena ketidakpercayaan publik kepada parpol disebabkan transformasi parpol saat ini. Ada perbedaan sudut pandang dalam cara kerja parpol era kini, yang cenderung mengedepankan hasil secara elektoral melalui publikasi kepada media. “Secara organisasi, parpol tidak terbentuk sebagaimana mestinya,” ujarnya.

Di masa lalu, kata Daniel, parpol cenderung menjadi partai yang organik. Ciri-ciri parpol organik adalah pelapisan kuat organisasi-organisasi sayap, membangun partai dari bawah melalui sistem kaderisasi. Hubungan partai dengan publik terjalin dengan kuat melalui partai yang organik tersebut. “Saat ini party to people relations tidak terlalu diburu. Parpol hanya mencari organisasi yang solid dan komunikasi publik untuk menjadi tumpuan,” tandasnya.

Di tempat yang sama, Wasekjen Partai Golkar Nurul Arifin sependapat sepenuhnya dengan pandangan Daniel. Menurut dia, saat ini memang terlihat fenomena pertentangan idealisme di semua partai. Di satu sisi, parpol dituntut melakukan fungsi kaderisasi, memperkuat basis partai di mata publik. Sementara, di sisi lain, banyak cara instan yang dilakukan parpol untuk mendapatkan simpati publik. “Saya cenderung ke pola konvensional (kaderisasi dan memperkuat partai, Red),” ujar Nurul.

Menurut Nurul, pola instan yang dibangun partai tidak mampu melahirkan politikus andal. Hasilnya bisa terlihat di DPR, yang sebagian anggota dewan tidak mampu menunjukkan kualitasnya di depan publik. Sebaliknya, kaderisasi parpol seharusnya dibangun sebagai bagian dari proses seorang politikus beradaptasi. “Keterkenalan oleh publik akan muncul dengan sendirinya jika kader itu mampu bekerja,” ujarnya.

Wakil Sekjen DPP Partai Demokrat Saan Mustopa menambahkan, rendahnya loyalitas pemilih kepada parpol disebabkan identitas kepartaian yang masih rendah. Dia mengamini bahwa parpol saat ini mengabaikan cara membuat infrastruktur partai yang kuat. “Partai hanya peduli pada mekanisme elektoral. Ini menjadi problem bersama,” katanya.

Saan menilai, menjadi agenda semua parpol untuk terus memberbaiki diri. Jika hal ini tidak diperbaiki, kepercayaan kepada publik akan semakin tergerus. “Pemilu 2014 tidak bisa diprediksi karena bergantung pada situasi politik nanti,” tandasnya. (bay/c2/agm/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/