30 C
Medan
Friday, May 17, 2024

Kejagung Mulai Banyak Alasan

karikatur bansos gatot -sumutposSUMUTPOS.CO- Sikap plin-plan terus ditunjukkan Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam kasus dana bantuan sosial (bansos) Sumut. Jika pada awal-awal pengusutan mengklaim mengantongi nama tersangka dan tinggal diumumkan, kini malah mengaku cukup berat mengusut kasus tersebut.

Hingga saat ini sudah 247 saksi termasuk para penerima dana bansos di 15 kabupaten sudah dimintai keterangan, ditambah tiga ahli.

Kejagung mengakui kewalahan memeriksa saksi-saksi kasus bansos yang tersebar di 31 kabupaten/kota di wilayah Sumut. Namun, jumlah saksi yang akan dimintai keterangan masih banyak lagi. Karena itu, lembaga pimpinan M.Prasetyo itu tidak bisa memastikan kapan pengusutan kasus ini kelar.

“Tidak ada target, kami kerja maksimal,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Amir Yanto di Kejagung, Rabu (21/10).

Dia menjelaskan, pertanyaan- pertanyaan yang diajukan kepada para saksi hampir sama. Antara lain, apakah mereka benar-benar menerima dana bansos. Jika tidak, berarti penyalurannya fiktif. Sementara, jika benar menerima, maka akan ditanya uangnya untuk kegiatan apa saja “Makanya lama karena saksinya banyak,” imbuhnya.

Dengan alasan itu juga, Amir mengakui belum bisa mengumumkan nama tersangka. Pasalnya, setiap usai memeriksa saksi-saksi, keterangan yang terkumpul masih perlu didalami lagi. “Jadi belum ada penetapan tersangka karena masih mendalami,” ujar Amir.

Sebelumnya, Amir menjelaskan, tiga ahli yang sudah dimintai keterangan adalah pakar pengelolaan keuangan dari Kemendagri dan ahli keuangan negara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

“Kami harus memeriksa ratusan orang dengan mendatangi 31 kabupaten di Sumut. Saat ini baru 15 kabupaten/kota yang didatangi,” ujarnya.

Ia menambahkan, Kejagung juga telah berkoordinasi dengan KPK yang juga menyidik kasus suap Hakim PTUN Medan sehubungan dengan gugatan Pemprov Sumatera Utara terhadap Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara.

Dijelaskan Amir, pada 2012 Provinsi Sumut mendapatkan dana hibah Rp294 miliar dan bansos Rp25 miliar. Pada 2013 Pemprov Sumut menerima hibah Rp2 triliun dan bansos Rp43 miliar. Penyaluran dana tersebut diduga tidak tepat sasaran dan membuat pertanggungjawaban yang tidak sesuai dengan Peraturan Kemendagri tentang penyaluran dana hibah dan dana bansos. Hal ini berdampak pada potensi kerugian Negara sebesar Rp247 miliar.

Pengakuan mengenai repotnya Kejagung menangani kasus bansos Sumut sebelumnya juga sudah disampaikan Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung Maruli Hutagalung.

Saat ditanya penyebab lambannya penanganan kasus bansos Sumut, Maruli  menjelaskan, penanganan kasus itu masih terus berjalan. Hanya saja, tidak gampang. “Yang jelas menangani bansos itu berat,” ujar Maruli di gedung Kejagung, kemarin.

Maruli menjelaskan, penyidik mengalami kesulitan memintai keterangan saksi yang jumlahnya hingga ratusan dan tersebar di 31 kabupaten/kota di wilayah Sumut. Sementara, hingga saat ini penyidik baru mampu memeriksa saksi di 15 kabupaten.

Dijelaskan, para saksi itu intinya ditanya soal berapa dana bansos yang diterima dan dipergunakan untuk kegiatan apa saja. Bagi penerima dana bansos namun tidak bisa mempertanggungjawabkan penggunaannya, tim kejagung meminta agar uang dikembalikan ke kas negara.

Mengenai persisnya jumlah kerugian negara, Maruli mengatakan, masih dihitung oleh BPK.

Siapa yang bakal ditetapkan sebagai tersangka? Dia belum mau membocorkan. Namun dia memastikan nama tersangka sudah ada. “Nanti diberitahu siapa tersangka dan berapa kerugian negaranya,” ujar Maruli.

Dipastikan juga, jumlah tersangka tidak hanya satu orang.  “Mana mungkin korupsi sendiri, korupsi itu berjamaah,” kata dia.

Hingga saat ini, Kejagung sudah memeriksa 247 saksi dan tiga ahli. Saksi yang diperiksa dari satuan kerja penyalur, maupun para penerima bansos.

Begitu pula anak buah Jaksa Agung HM Prasetyo itu berang institusinya dikait-kaitkan dengan kasus yang menjerat bekas Sekjen Partai Nasdem Patrice Rio Capella.

Maruli juga mengingatkan publik jangan menzolimi dan memfitnah Jaksa Agung dengan mengait-ngaitkannya dengan kasus Rio Capella itu. “Tak boleh memfitnah orang, menzalimi orang,” tegasnya.

Rio dijadikan KPK sebagai tersangka gratifikasi penanganan perkara bansos yang tengah ditangani Kejagung dan Kejati Sumut. Sedangkan Kejagung saat ini tengah menyidik korupsi dana bansos Pemprov Sumut.

Dua kasus ini, tegas Maruli, sama sekali tidak ada kaitannya. Ia bahkan menyatakan, Jaksa Agung tidak ada hubungan dengan Rio. Meskipun, kata dia, Jaksa Agung pernah separtai dengan Rio.

“Jaksa Agung ya, Jaksa Agung, Rio Capella ya, Rio Capella. Beliau (Prasetyo) sudah pergi dari Nasdem. Sejak jadi Jaksa Agung sudah pergi, tak lagi di Nasdem,” kata Maruli dengan nada tinggi.

Selentingan tak sedap yang membelit induknya di Jakarta, juga ikut mengekor di daerah. Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) pun ikut disorot lantaran disebut-sebut kecipratan uang suap penanganan perkara dugaan korupsi dana Bansos dan hibah Sumut tahun 2012-2013 dari Patrice Rio Capella dan Evy Susanti, istri Gubsu nonaktif Gatot Pujo Nugroho.

Sayangnya, Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kajati Sumut) M.Yusni yang dikonfirmasi Sumut Pos pada Selasa (20/10), tidak bersedia melayani wawancara.

Kepala Seksi Penerang Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sumut, Chandra Purnama, mengatakan, pihaknya tidak mau mengomentari tudingan tersebut. Dia mempersilakan publik melakukan penilaian sendiri. “Kami tak mau ambil pusing soal tudingan itu. Apalagi proses hukumnya ini kan sedang berjalan. Ya, kita lihat saja nanti bagaimana hasilnya,” kata Chandra di gedung Kejati Sumut.

Dijelaskan Chandra, pernyataan Patrice Rio Capella dan Evy Susanti soal adanya pengurusan perkara di Kejati Sumut hanya omong kosong.  Menurut dia, Kejati Sumut tidak pernah berhubungan dengan dua orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK tersebut.

“Sama siapa mereka urus perkaranya? Tak ada itu. Itu hanya omongan dia saja. Kami tak pernah berhubungan dengan mereka, apalagi perkaranya (bansos dan hibah). Ini kan ditangani Kejagung sekarang, bukan Kejati Sumut,” kata Chandra.

Disinggung bahwa perkara bansos sebelum ditangani Kejagung, Kejati Sumut sudah dari awal melakukan penyelidikan, Chandra membenarkannya.

“Tapi penyelidikan itu tak jadi. Sebab saat kami panggil pihak Pemprov Sumut untuk diperiksa, ternyata (mereka) sudah disurati Kejagung. Jadinya pemeriksaan itu batal dilakukan,” paparnya.

Sikap Kajati Sumut M Yusni yang menolak memberikan konfirmasi terkait dana bansos di Sumut, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Surya Adinata menyebutkan sikap itu justru menimbulkan pertanyaan besar.

“Ada apa dengan pak Kajati? Kalau tidak ada apa-apa, mengapa takut dan bungkam bila dimintai konfirmasi oleh wartawan. Kan menjadi pertanyaan dibalik itu,” tukas Surya.

Surya menambahkan Yusni perlu mengklarifikasi pengakuan Patrice Rio Capella di KPK bahwa uang Rp200 juta yang diterimanya sebagai jasa mengurus perkara di Kejati Sumut dan Kejagung.

‘’Pengakuan sama yang disampaikan oleh Evy Susanti, istri muda Gatot  saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, juga harus menjadi bagian dari klarifikasi Pak Kajati,’’ ucapnya.

Terkait kasus bansos, sejumlah lembaga penerima bansos di Tebingtinggi dan Langkat juga ikut diperiksa oleh tim pemeriksa bansos wilayah Sumut. Di Tebingtinggi, ada lima lembaga yang menerima bansos dari Pemprov Sumut di Kota Tebingtinggi diperiksa oleh tim dari Kejagung di ruang pemeriksaan Kejaksaan Negeri Tebingtinggi Deli di Jalan Yos Sudarso, Selasa (20/10) petang.

Lima lembaga penerima bansos tahun 2011-2013 yang diperiksa adalah Ketua Panitia Pembangunan Masjid Zam Nurul Mubin Muhammad Gazal, Ketua Panitia GBKP Runggun Tebingtinggi Klasis Pematang Siantar, Ketua Pengurus GKPS, Pimpinan STAI, serta  Ketua Pembangunan Masjid Ashomad.

Kabag Panil Janpisus Kejagung, Viktor Antonius Saragih didampingi Kajari Tebingtinggi Fajar Rudy Manurung dan Kasi Pidsus Rudi Heryanto menjelaskan pemeriksaan kasus penerima bansos sebanyak 15 orang saksi dan selanjutnya pihak pimpinan yang memberikan pernyataan. “Ya, sebatas pemeriksaan saksi penerima bansos, “ ungkap Koodinator Pemeriksa Bansos wilayah Sumut, Viktor.

Di Langkat, tercatat ada 23 kelompok penerima bansos untuk wilayah Binjai dan Langkat yang dimintai keterangan oleh tim Kejagung di kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Stabat, Selasa (20/10).

Tim gedung bundar yang dipimpin Yofi Adriansyah menggunakan aula Kejari di jalan Proklamasi Stabat, melakukan pemeriksaan tertutup terhadap sejumlah kelompok penerima dana Bansos TA 2012-2013 diantaranya pengurus rumah ibadah, koperasi maupun petani dimulai sekitar pukul 09.00 Wib.

“Kehadiran penyidik dari Kejagung ke (Langkat) sini untuk pemeriksaan para kelompok penerima dana bansos bantuan Pemprov Sumut. Kapasitas kita hanya penyedia tempat saja dalam pemeriksaan kelompok dari Binjai dan Langkat,” katanya.

Henderi menambahkan, pemeriksaan dilakukan untuk seluruh wilayah Sumut sebagai penerima bantuan dana bansos yang sudah dikucurkan. Diperkirakan, status terperiksa untuk saat ini sebagai saksi menyusul adanya dokumen yang menyebutkan tentang kelompok penerima.

“Jadi begini, bagi siapa pun yang pernah mengajukan proposal dan bahkan mungkin sudah menerimanya, kemungkinan akan dimintai keterangan oleh penyidik,” pungkasnya.

Sementara itu, Kajari Lubuk Pakam Panjaitan Simanihuruk SH dalam keterangan persnya menjelaskan, ada sepuluh pengurus rumah ibadah yang hadir untuk diperiksa. Seluruh yang diperiksa masih sebagai saksi terkait proposal yang diajukan dan berapa dana yang dicairkan serta peruntukannya apakah sudah sesuai dan bagaimana laporan pertanggungjawabannya kepada si pemberi dalam hal ini Pemprovsu.

“Jumlah kerugian belum diketahui secara pasti. Kita hanya menyediakan tempat pemeriksaan dan membantu menyampaikan panggilan. Ketua Tim Kejagung bernama Viktor Sidabutar SH dan penyidiknya bernama Fernando Simbolon SH,” sebut Kajari
Dilanjutkannya, jika peruntukkan tidak sesuai dengan dana yang dicairkan berari fiktif. “Misalnya, proposal diajukan untuk membangun sumur bor tapi ternyata tidak dibangun, itu namanya fiktif. Pemeriksaan dilakukan hingga Jumat (23/10) mendatang,” ujarnya.

KPK Tak ‘Gubris’ Praperadilan Rio
KPK membuktikan janjinya untuk tetap memproses kasus Patrice Rio Capella. Meski mantan Sekjen Partai NasDem tersebut telah mengajukan praperadilan dan menolak hadir diperiksa untuk ke dua kalinya pada Selasa (20/10) kemarin, lembaga antirasuah diketahui melanjutkan pemeriksaan dengan memeriksa anak buah pengacara senior OC Kaligis, Yulius Irawansyah sebagai saksi untuk PRC, Rabu (21/10).

“Iya, dia (Irwansyah,red) diperiksa sebagai saksi untuk tersangka PRC,” ujar Pelaksana Harian Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati di Jakarta.

Menurut Yuyuk, Irwansyah atau Iwan, diperiksa sebagai saksi karena penyidik merasa memerlukan keterangan darinya. Dengan pemeriksaan Iwan, maka setidaknya dua pegawai OC Kaligis telah diperiksa sebagai saksi untuk PRC. Sebelumnya, juga telah diperiksa Fransisca Insansi Rahesti sebagai saksi. Pengacara PRC, Maqdir Ismail mengakui, kliennya pernah menerima uang sebesar Rp 200 juta dari Sisca.

Uang tersebut diduga KPK berasal Gatot Pujo Nugroho dan istri mudanya Evy Susanti, dimaksudkan sebagai pemberian hadiah atau janji atas penanganan dugaan tindak pidana korupsi dana Bansos, BDB, BOS, Tunggakan DBH, dan penyertaan modal sejumlah BUMD pada Pemprovsu yang sedang dilakukan penyelidikannya oleh Kejagung.

Menurut Maqdir uang tersebut telah dikembalikan dan bukan berasal dari Gatot. Karena itulah kemudian mereka mengajukan praperadilan. Karena menilai berdasarkan ketentuan Undang-undang, KPK hanya bisa menangani perkara yang nilai kerugian negaranya di atas Rp1 miliar. Sementara Rio merasa hanya pernah menerima uang sebesar Rp200 juta dari seseorang. Itupun uang tersebut telah dikembalikan.

“Argumen yang kami sampaikan dalam permohonan praperadilan adalah perkara ini bukan kewenangan KPK, itu satu,” kata Maqdir.

Alasan lain, proses penetapan Rio sebagai tersangka kata Maqdir, juga tidak memenuhi  ketentuan dalam UU KPK dan KUHAP. Pasalnya, anggota Komisi III DPR itu belum pernah diperiksa dalam tahap penyelidikan sebelum ditetapkan sebagai tersangka.

“Patrice Rio Capella ditetapkan sebagai Tersangka sebelum dilakukan pemeriksaan sebagai calon Tersangka sesuai putusan Mahkamah Konstitusi dalam Perkara Nomor 21/PUU-XII dan SOP tahap penyidikan kedua KPK,” ujarnya.

Selain menilai telah melampaui kewenangannya, Maqdir juga menduga ada kepentingan terselubung di balik penetapan Rio sebagai tersangka. Terutama untuk menjegal upaya revisi Undang-undang KPK. Dia menuding bahwa KPK tengah berusaha mengintimidasi anggota DPR yang mendukung revisi tersebut.

Secara terpisah, pengacara Yanuar Wasesa selaku Kuasa Hukum Gatot dan Evy menegaskan, kliennya belum menerima pengembalian uang dari Rio. Menurutnya, uang tersebut sebelumnya diberikan Evy kepada Sisca untuk diteruskan kepada PRC. (gir/sam/ian/gus/jie/man/val/ril)

karikatur bansos gatot -sumutposSUMUTPOS.CO- Sikap plin-plan terus ditunjukkan Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam kasus dana bantuan sosial (bansos) Sumut. Jika pada awal-awal pengusutan mengklaim mengantongi nama tersangka dan tinggal diumumkan, kini malah mengaku cukup berat mengusut kasus tersebut.

Hingga saat ini sudah 247 saksi termasuk para penerima dana bansos di 15 kabupaten sudah dimintai keterangan, ditambah tiga ahli.

Kejagung mengakui kewalahan memeriksa saksi-saksi kasus bansos yang tersebar di 31 kabupaten/kota di wilayah Sumut. Namun, jumlah saksi yang akan dimintai keterangan masih banyak lagi. Karena itu, lembaga pimpinan M.Prasetyo itu tidak bisa memastikan kapan pengusutan kasus ini kelar.

“Tidak ada target, kami kerja maksimal,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Amir Yanto di Kejagung, Rabu (21/10).

Dia menjelaskan, pertanyaan- pertanyaan yang diajukan kepada para saksi hampir sama. Antara lain, apakah mereka benar-benar menerima dana bansos. Jika tidak, berarti penyalurannya fiktif. Sementara, jika benar menerima, maka akan ditanya uangnya untuk kegiatan apa saja “Makanya lama karena saksinya banyak,” imbuhnya.

Dengan alasan itu juga, Amir mengakui belum bisa mengumumkan nama tersangka. Pasalnya, setiap usai memeriksa saksi-saksi, keterangan yang terkumpul masih perlu didalami lagi. “Jadi belum ada penetapan tersangka karena masih mendalami,” ujar Amir.

Sebelumnya, Amir menjelaskan, tiga ahli yang sudah dimintai keterangan adalah pakar pengelolaan keuangan dari Kemendagri dan ahli keuangan negara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

“Kami harus memeriksa ratusan orang dengan mendatangi 31 kabupaten di Sumut. Saat ini baru 15 kabupaten/kota yang didatangi,” ujarnya.

Ia menambahkan, Kejagung juga telah berkoordinasi dengan KPK yang juga menyidik kasus suap Hakim PTUN Medan sehubungan dengan gugatan Pemprov Sumatera Utara terhadap Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara.

Dijelaskan Amir, pada 2012 Provinsi Sumut mendapatkan dana hibah Rp294 miliar dan bansos Rp25 miliar. Pada 2013 Pemprov Sumut menerima hibah Rp2 triliun dan bansos Rp43 miliar. Penyaluran dana tersebut diduga tidak tepat sasaran dan membuat pertanggungjawaban yang tidak sesuai dengan Peraturan Kemendagri tentang penyaluran dana hibah dan dana bansos. Hal ini berdampak pada potensi kerugian Negara sebesar Rp247 miliar.

Pengakuan mengenai repotnya Kejagung menangani kasus bansos Sumut sebelumnya juga sudah disampaikan Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung Maruli Hutagalung.

Saat ditanya penyebab lambannya penanganan kasus bansos Sumut, Maruli  menjelaskan, penanganan kasus itu masih terus berjalan. Hanya saja, tidak gampang. “Yang jelas menangani bansos itu berat,” ujar Maruli di gedung Kejagung, kemarin.

Maruli menjelaskan, penyidik mengalami kesulitan memintai keterangan saksi yang jumlahnya hingga ratusan dan tersebar di 31 kabupaten/kota di wilayah Sumut. Sementara, hingga saat ini penyidik baru mampu memeriksa saksi di 15 kabupaten.

Dijelaskan, para saksi itu intinya ditanya soal berapa dana bansos yang diterima dan dipergunakan untuk kegiatan apa saja. Bagi penerima dana bansos namun tidak bisa mempertanggungjawabkan penggunaannya, tim kejagung meminta agar uang dikembalikan ke kas negara.

Mengenai persisnya jumlah kerugian negara, Maruli mengatakan, masih dihitung oleh BPK.

Siapa yang bakal ditetapkan sebagai tersangka? Dia belum mau membocorkan. Namun dia memastikan nama tersangka sudah ada. “Nanti diberitahu siapa tersangka dan berapa kerugian negaranya,” ujar Maruli.

Dipastikan juga, jumlah tersangka tidak hanya satu orang.  “Mana mungkin korupsi sendiri, korupsi itu berjamaah,” kata dia.

Hingga saat ini, Kejagung sudah memeriksa 247 saksi dan tiga ahli. Saksi yang diperiksa dari satuan kerja penyalur, maupun para penerima bansos.

Begitu pula anak buah Jaksa Agung HM Prasetyo itu berang institusinya dikait-kaitkan dengan kasus yang menjerat bekas Sekjen Partai Nasdem Patrice Rio Capella.

Maruli juga mengingatkan publik jangan menzolimi dan memfitnah Jaksa Agung dengan mengait-ngaitkannya dengan kasus Rio Capella itu. “Tak boleh memfitnah orang, menzalimi orang,” tegasnya.

Rio dijadikan KPK sebagai tersangka gratifikasi penanganan perkara bansos yang tengah ditangani Kejagung dan Kejati Sumut. Sedangkan Kejagung saat ini tengah menyidik korupsi dana bansos Pemprov Sumut.

Dua kasus ini, tegas Maruli, sama sekali tidak ada kaitannya. Ia bahkan menyatakan, Jaksa Agung tidak ada hubungan dengan Rio. Meskipun, kata dia, Jaksa Agung pernah separtai dengan Rio.

“Jaksa Agung ya, Jaksa Agung, Rio Capella ya, Rio Capella. Beliau (Prasetyo) sudah pergi dari Nasdem. Sejak jadi Jaksa Agung sudah pergi, tak lagi di Nasdem,” kata Maruli dengan nada tinggi.

Selentingan tak sedap yang membelit induknya di Jakarta, juga ikut mengekor di daerah. Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) pun ikut disorot lantaran disebut-sebut kecipratan uang suap penanganan perkara dugaan korupsi dana Bansos dan hibah Sumut tahun 2012-2013 dari Patrice Rio Capella dan Evy Susanti, istri Gubsu nonaktif Gatot Pujo Nugroho.

Sayangnya, Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kajati Sumut) M.Yusni yang dikonfirmasi Sumut Pos pada Selasa (20/10), tidak bersedia melayani wawancara.

Kepala Seksi Penerang Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sumut, Chandra Purnama, mengatakan, pihaknya tidak mau mengomentari tudingan tersebut. Dia mempersilakan publik melakukan penilaian sendiri. “Kami tak mau ambil pusing soal tudingan itu. Apalagi proses hukumnya ini kan sedang berjalan. Ya, kita lihat saja nanti bagaimana hasilnya,” kata Chandra di gedung Kejati Sumut.

Dijelaskan Chandra, pernyataan Patrice Rio Capella dan Evy Susanti soal adanya pengurusan perkara di Kejati Sumut hanya omong kosong.  Menurut dia, Kejati Sumut tidak pernah berhubungan dengan dua orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK tersebut.

“Sama siapa mereka urus perkaranya? Tak ada itu. Itu hanya omongan dia saja. Kami tak pernah berhubungan dengan mereka, apalagi perkaranya (bansos dan hibah). Ini kan ditangani Kejagung sekarang, bukan Kejati Sumut,” kata Chandra.

Disinggung bahwa perkara bansos sebelum ditangani Kejagung, Kejati Sumut sudah dari awal melakukan penyelidikan, Chandra membenarkannya.

“Tapi penyelidikan itu tak jadi. Sebab saat kami panggil pihak Pemprov Sumut untuk diperiksa, ternyata (mereka) sudah disurati Kejagung. Jadinya pemeriksaan itu batal dilakukan,” paparnya.

Sikap Kajati Sumut M Yusni yang menolak memberikan konfirmasi terkait dana bansos di Sumut, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Surya Adinata menyebutkan sikap itu justru menimbulkan pertanyaan besar.

“Ada apa dengan pak Kajati? Kalau tidak ada apa-apa, mengapa takut dan bungkam bila dimintai konfirmasi oleh wartawan. Kan menjadi pertanyaan dibalik itu,” tukas Surya.

Surya menambahkan Yusni perlu mengklarifikasi pengakuan Patrice Rio Capella di KPK bahwa uang Rp200 juta yang diterimanya sebagai jasa mengurus perkara di Kejati Sumut dan Kejagung.

‘’Pengakuan sama yang disampaikan oleh Evy Susanti, istri muda Gatot  saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, juga harus menjadi bagian dari klarifikasi Pak Kajati,’’ ucapnya.

Terkait kasus bansos, sejumlah lembaga penerima bansos di Tebingtinggi dan Langkat juga ikut diperiksa oleh tim pemeriksa bansos wilayah Sumut. Di Tebingtinggi, ada lima lembaga yang menerima bansos dari Pemprov Sumut di Kota Tebingtinggi diperiksa oleh tim dari Kejagung di ruang pemeriksaan Kejaksaan Negeri Tebingtinggi Deli di Jalan Yos Sudarso, Selasa (20/10) petang.

Lima lembaga penerima bansos tahun 2011-2013 yang diperiksa adalah Ketua Panitia Pembangunan Masjid Zam Nurul Mubin Muhammad Gazal, Ketua Panitia GBKP Runggun Tebingtinggi Klasis Pematang Siantar, Ketua Pengurus GKPS, Pimpinan STAI, serta  Ketua Pembangunan Masjid Ashomad.

Kabag Panil Janpisus Kejagung, Viktor Antonius Saragih didampingi Kajari Tebingtinggi Fajar Rudy Manurung dan Kasi Pidsus Rudi Heryanto menjelaskan pemeriksaan kasus penerima bansos sebanyak 15 orang saksi dan selanjutnya pihak pimpinan yang memberikan pernyataan. “Ya, sebatas pemeriksaan saksi penerima bansos, “ ungkap Koodinator Pemeriksa Bansos wilayah Sumut, Viktor.

Di Langkat, tercatat ada 23 kelompok penerima bansos untuk wilayah Binjai dan Langkat yang dimintai keterangan oleh tim Kejagung di kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Stabat, Selasa (20/10).

Tim gedung bundar yang dipimpin Yofi Adriansyah menggunakan aula Kejari di jalan Proklamasi Stabat, melakukan pemeriksaan tertutup terhadap sejumlah kelompok penerima dana Bansos TA 2012-2013 diantaranya pengurus rumah ibadah, koperasi maupun petani dimulai sekitar pukul 09.00 Wib.

“Kehadiran penyidik dari Kejagung ke (Langkat) sini untuk pemeriksaan para kelompok penerima dana bansos bantuan Pemprov Sumut. Kapasitas kita hanya penyedia tempat saja dalam pemeriksaan kelompok dari Binjai dan Langkat,” katanya.

Henderi menambahkan, pemeriksaan dilakukan untuk seluruh wilayah Sumut sebagai penerima bantuan dana bansos yang sudah dikucurkan. Diperkirakan, status terperiksa untuk saat ini sebagai saksi menyusul adanya dokumen yang menyebutkan tentang kelompok penerima.

“Jadi begini, bagi siapa pun yang pernah mengajukan proposal dan bahkan mungkin sudah menerimanya, kemungkinan akan dimintai keterangan oleh penyidik,” pungkasnya.

Sementara itu, Kajari Lubuk Pakam Panjaitan Simanihuruk SH dalam keterangan persnya menjelaskan, ada sepuluh pengurus rumah ibadah yang hadir untuk diperiksa. Seluruh yang diperiksa masih sebagai saksi terkait proposal yang diajukan dan berapa dana yang dicairkan serta peruntukannya apakah sudah sesuai dan bagaimana laporan pertanggungjawabannya kepada si pemberi dalam hal ini Pemprovsu.

“Jumlah kerugian belum diketahui secara pasti. Kita hanya menyediakan tempat pemeriksaan dan membantu menyampaikan panggilan. Ketua Tim Kejagung bernama Viktor Sidabutar SH dan penyidiknya bernama Fernando Simbolon SH,” sebut Kajari
Dilanjutkannya, jika peruntukkan tidak sesuai dengan dana yang dicairkan berari fiktif. “Misalnya, proposal diajukan untuk membangun sumur bor tapi ternyata tidak dibangun, itu namanya fiktif. Pemeriksaan dilakukan hingga Jumat (23/10) mendatang,” ujarnya.

KPK Tak ‘Gubris’ Praperadilan Rio
KPK membuktikan janjinya untuk tetap memproses kasus Patrice Rio Capella. Meski mantan Sekjen Partai NasDem tersebut telah mengajukan praperadilan dan menolak hadir diperiksa untuk ke dua kalinya pada Selasa (20/10) kemarin, lembaga antirasuah diketahui melanjutkan pemeriksaan dengan memeriksa anak buah pengacara senior OC Kaligis, Yulius Irawansyah sebagai saksi untuk PRC, Rabu (21/10).

“Iya, dia (Irwansyah,red) diperiksa sebagai saksi untuk tersangka PRC,” ujar Pelaksana Harian Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati di Jakarta.

Menurut Yuyuk, Irwansyah atau Iwan, diperiksa sebagai saksi karena penyidik merasa memerlukan keterangan darinya. Dengan pemeriksaan Iwan, maka setidaknya dua pegawai OC Kaligis telah diperiksa sebagai saksi untuk PRC. Sebelumnya, juga telah diperiksa Fransisca Insansi Rahesti sebagai saksi. Pengacara PRC, Maqdir Ismail mengakui, kliennya pernah menerima uang sebesar Rp 200 juta dari Sisca.

Uang tersebut diduga KPK berasal Gatot Pujo Nugroho dan istri mudanya Evy Susanti, dimaksudkan sebagai pemberian hadiah atau janji atas penanganan dugaan tindak pidana korupsi dana Bansos, BDB, BOS, Tunggakan DBH, dan penyertaan modal sejumlah BUMD pada Pemprovsu yang sedang dilakukan penyelidikannya oleh Kejagung.

Menurut Maqdir uang tersebut telah dikembalikan dan bukan berasal dari Gatot. Karena itulah kemudian mereka mengajukan praperadilan. Karena menilai berdasarkan ketentuan Undang-undang, KPK hanya bisa menangani perkara yang nilai kerugian negaranya di atas Rp1 miliar. Sementara Rio merasa hanya pernah menerima uang sebesar Rp200 juta dari seseorang. Itupun uang tersebut telah dikembalikan.

“Argumen yang kami sampaikan dalam permohonan praperadilan adalah perkara ini bukan kewenangan KPK, itu satu,” kata Maqdir.

Alasan lain, proses penetapan Rio sebagai tersangka kata Maqdir, juga tidak memenuhi  ketentuan dalam UU KPK dan KUHAP. Pasalnya, anggota Komisi III DPR itu belum pernah diperiksa dalam tahap penyelidikan sebelum ditetapkan sebagai tersangka.

“Patrice Rio Capella ditetapkan sebagai Tersangka sebelum dilakukan pemeriksaan sebagai calon Tersangka sesuai putusan Mahkamah Konstitusi dalam Perkara Nomor 21/PUU-XII dan SOP tahap penyidikan kedua KPK,” ujarnya.

Selain menilai telah melampaui kewenangannya, Maqdir juga menduga ada kepentingan terselubung di balik penetapan Rio sebagai tersangka. Terutama untuk menjegal upaya revisi Undang-undang KPK. Dia menuding bahwa KPK tengah berusaha mengintimidasi anggota DPR yang mendukung revisi tersebut.

Secara terpisah, pengacara Yanuar Wasesa selaku Kuasa Hukum Gatot dan Evy menegaskan, kliennya belum menerima pengembalian uang dari Rio. Menurutnya, uang tersebut sebelumnya diberikan Evy kepada Sisca untuk diteruskan kepada PRC. (gir/sam/ian/gus/jie/man/val/ril)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/