24 C
Medan
Sunday, February 23, 2025
spot_img

Prasetyo Diminta Buktikan Tak Ada Intervensi Politik

Pernyataan Ali itu setidaknya terbukti dari banyaknya oknum jaksa yang bermain dalam penanganan perkara. Di luar perencanaan anggaran, MaPPI FHUI bekerja sama dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta juga menemukan 200.000 berkas perkara yang statusnya tidak jelas. Temuan tersebut muncul setelah mereka mencocokkan antara jumlah berkas perkara pidana umum yang dikirimkan kepolisian dan berkas pidana umum yang diterima kejaksaan.

’’Jadi, koordinasi antara kepolisian dan kejaksaan dalam penanganan perkara juga tidak baik,’’ kata Ali.

Hal tersebut tentu tidak dapat dibiarkan karena penundaan proses hukum bisa berlarut. Hal itu juga berdampak pada pelanggaran hak kepastian hukum, baik dari korban maupun tersangka.

Sebenarnya sejak 2015 ada strategi nasional pencegahan dan pemberantasan korupsi. Dengan program tersebut, seharusnya penerapan sistem penanganan perkara terintegrasi antara kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan bisa dilakukan. ’’Sayangnya, penerapan sistem ini belum dilaksanakan secara menyeluruh oleh jaksa agung,’’ tegas Ali.

Mengenai permasalahan barang sitaan, barang rampasan, denda, dan uang pengganti, MaPPI FHUI punya pandangan yang sama dengan ICW. Mereka sepakat bahwa jaksa agung tidak mampu menyelesaikan persoalan tersebut. Prasetyo tidak mampu memaksimalkan masuknya uang negara yang menjadi tugas instansinya.

Sebagaimana diketahui, dalam laporan tahunan 2015 disebutkan bahwa kejaksaan hanya bisa merealisasikan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) Rp 704.674.783.420. Uang itu berasal dari penyelesaian barang sitaan, barang rampasan, denda, dan uang pengganti.

Menurut Ali, jika dibandingkan dengan target PNBP kejaksaan, nilai sebesar itu pasti diklaim menjadi prestasi Adhyaksa. ’’Memang realisasi itu melampaui target. Tapi, kalau dilihat lagi berdasar PNBP tahun sebelumnya, ya terjadi penurunan drastis,’’ terangnya. Pada 2014 kejaksaan memang mampu menghasilkan PNBP Rp3.449.761.335.896.

Realisasi PNPB pada 2014 bisa melonjak drastis karena ada pembayaran denda dari Asian Agri Group sebesar Rp2,5 triliun. Pembayaran denda Asian Agri Group tersebut memang layak menjadi prestasi kejaksaan. Namun, hal itu terjadi sebelum M Prasetyo dilantik sebagai Jaksa Agung.

Ali menambahkan, penurunan PNBP tidak bisa diabaikan begitu saja. Apalagi, kondisi perekonomian Indonesia tengah sulit. Seharusnya Prasetyo mampu mengatasi masalah lambatnya eksekusi barang sitaan, barang rampasan, denda, dan uang pengganti. Apalagi, berdasar laporan BPK pada 2016, kejaksaan memiliki piutang PNBP Rp15.734.835.953.479. (atm/lum/c7/nw/jpg)

Pernyataan Ali itu setidaknya terbukti dari banyaknya oknum jaksa yang bermain dalam penanganan perkara. Di luar perencanaan anggaran, MaPPI FHUI bekerja sama dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta juga menemukan 200.000 berkas perkara yang statusnya tidak jelas. Temuan tersebut muncul setelah mereka mencocokkan antara jumlah berkas perkara pidana umum yang dikirimkan kepolisian dan berkas pidana umum yang diterima kejaksaan.

’’Jadi, koordinasi antara kepolisian dan kejaksaan dalam penanganan perkara juga tidak baik,’’ kata Ali.

Hal tersebut tentu tidak dapat dibiarkan karena penundaan proses hukum bisa berlarut. Hal itu juga berdampak pada pelanggaran hak kepastian hukum, baik dari korban maupun tersangka.

Sebenarnya sejak 2015 ada strategi nasional pencegahan dan pemberantasan korupsi. Dengan program tersebut, seharusnya penerapan sistem penanganan perkara terintegrasi antara kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan bisa dilakukan. ’’Sayangnya, penerapan sistem ini belum dilaksanakan secara menyeluruh oleh jaksa agung,’’ tegas Ali.

Mengenai permasalahan barang sitaan, barang rampasan, denda, dan uang pengganti, MaPPI FHUI punya pandangan yang sama dengan ICW. Mereka sepakat bahwa jaksa agung tidak mampu menyelesaikan persoalan tersebut. Prasetyo tidak mampu memaksimalkan masuknya uang negara yang menjadi tugas instansinya.

Sebagaimana diketahui, dalam laporan tahunan 2015 disebutkan bahwa kejaksaan hanya bisa merealisasikan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) Rp 704.674.783.420. Uang itu berasal dari penyelesaian barang sitaan, barang rampasan, denda, dan uang pengganti.

Menurut Ali, jika dibandingkan dengan target PNBP kejaksaan, nilai sebesar itu pasti diklaim menjadi prestasi Adhyaksa. ’’Memang realisasi itu melampaui target. Tapi, kalau dilihat lagi berdasar PNBP tahun sebelumnya, ya terjadi penurunan drastis,’’ terangnya. Pada 2014 kejaksaan memang mampu menghasilkan PNBP Rp3.449.761.335.896.

Realisasi PNPB pada 2014 bisa melonjak drastis karena ada pembayaran denda dari Asian Agri Group sebesar Rp2,5 triliun. Pembayaran denda Asian Agri Group tersebut memang layak menjadi prestasi kejaksaan. Namun, hal itu terjadi sebelum M Prasetyo dilantik sebagai Jaksa Agung.

Ali menambahkan, penurunan PNBP tidak bisa diabaikan begitu saja. Apalagi, kondisi perekonomian Indonesia tengah sulit. Seharusnya Prasetyo mampu mengatasi masalah lambatnya eksekusi barang sitaan, barang rampasan, denda, dan uang pengganti. Apalagi, berdasar laporan BPK pada 2016, kejaksaan memiliki piutang PNBP Rp15.734.835.953.479. (atm/lum/c7/nw/jpg)

spot_img
Previous article
Next article

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

spot_imgspot_imgspot_img

Artikel Terbaru

/