28.9 C
Medan
Thursday, May 2, 2024

Labora Sitorus Disebut Robin Hood Papua

Aiptu Labora Sitorus
Aiptu Labora Sitorus

SORONG, SUMUTPOS.CO – Beberapa persepsi muncul mengenai terpidana 15 tahun kasus pencucian uang, Labora menyebar luas di kalangan publik, khususnya masyarakat Sorong, Papua Barat. Sosok Labora digambarkan bak Robin Hood, pencuri yang menyerahkan hasil curiannya kepada rakyat miskin.

“Pak Labora sebagai orang dermawan ini sangat benar, karena  jiwa sosial Pak Labora itu sangat tinggi,” ujar Fredy.  Menurutnya, Labora tak pandang bulu memberikan bantuan kepada semua lapisan masyarakat.

Selain kepada individu, bantuan kepada tempat ibadah dan dunia pendidikan pun juga diberikan oleh polisi tersebut.  “Anak-anak dan orangtua yang kurang mampu dibantu, orang sakit minta tolong dibantu, bantuan juga diberikan pada rumah ibadah, gereja, masjid, itu di bantu di bangun. Kemudian yang mau kerja diterima di perusahaannya, gak usah pake lamaran kerja,” kata Fredy. “Jadi beliau itu jujur dan baik, kemudian beliau memberi upah lebih tinggi dari UMR, bahkan 3 kali lipat. Bisa Rp2,5 juta,Rp 5 juta, Rp 10 juta, sampai Rp 70 juta tergantung jabatannya,” sambungnya.

Fredy menambahkan, Labora telah  memiliki sifat dermawan ini sejak dirinya masih menjadi anggota Binmas di Raja Ampat sejak 1980-an. “Saat jadi Binmas di Raja Ampat itu dia sudah membantu, dari tahun 1983 sampai sekarang, bahkan ada beberapa mahasiswa yang dibantu  sekolahnya, pendidikannya, dibiayai sampai lulus, dan sekarang datang untuk mengucapkan terima kasih,” tutup dia. Kejaksaan Tinggi Papua Barat saat ini tengah mengupayakan melakukan langkah persuasif dalam proses eksekusi terpidana pencucian uang 15 tahun, Aiptu Labora Sitorus. Apabila tak berhasil, langkah eksekusi paksa akan dilakukan.

Apa kata pihak Labora? “Jaksa kalau melakukan melakukan jemput paksa, resiko  sama-sama tahu. Saat ini ada hampir 600 karyawan Pak Labora, anaknya istrinya  kalau dihitung semua, Pak Labora sama dengan memberi makan 1.000 jiwa lebih  dalam satu hari,” ujar Fredy Fakdawer. Menurutnya, apabila Labora dijemput  paksa, maka akan berakibat, tak hanya kepada pegawai-pegawai itu, namun juga  untuk kelangsungan 2 perusahaan milik Labora.  “Kalau dijemput secara paksa, perusahaan akan tutup, kemudian masyarakat ini tidak akan tahu bagaimana mereka makan. Apakah kepolisian dan negara siap  memberi makan mereka?” tanya Fredy.

Sehingga dia mengharapkan Presiden Joko Widodo memberikan reaksi dalam kasus ini.

Karena eksekusi paksa Aiptu Labora  akan berdampak luas terhadap kesejahteraan dan hidp para pegawai beserta keluarga mereka. “Kami sangat mengharapkan Presiden Jokowi melihat hal ini. Masyarakat bergantung hidup dengan Pak Labora, kalau perusahaan ini tutup,  siapa yang akan ngasih mereka makan? ini pr untuk negara ini. Memangnya kami ini orang Papua bukan warga negara indonesia?” pungkasnya. (bbs/deo)

Aiptu Labora Sitorus
Aiptu Labora Sitorus

SORONG, SUMUTPOS.CO – Beberapa persepsi muncul mengenai terpidana 15 tahun kasus pencucian uang, Labora menyebar luas di kalangan publik, khususnya masyarakat Sorong, Papua Barat. Sosok Labora digambarkan bak Robin Hood, pencuri yang menyerahkan hasil curiannya kepada rakyat miskin.

“Pak Labora sebagai orang dermawan ini sangat benar, karena  jiwa sosial Pak Labora itu sangat tinggi,” ujar Fredy.  Menurutnya, Labora tak pandang bulu memberikan bantuan kepada semua lapisan masyarakat.

Selain kepada individu, bantuan kepada tempat ibadah dan dunia pendidikan pun juga diberikan oleh polisi tersebut.  “Anak-anak dan orangtua yang kurang mampu dibantu, orang sakit minta tolong dibantu, bantuan juga diberikan pada rumah ibadah, gereja, masjid, itu di bantu di bangun. Kemudian yang mau kerja diterima di perusahaannya, gak usah pake lamaran kerja,” kata Fredy. “Jadi beliau itu jujur dan baik, kemudian beliau memberi upah lebih tinggi dari UMR, bahkan 3 kali lipat. Bisa Rp2,5 juta,Rp 5 juta, Rp 10 juta, sampai Rp 70 juta tergantung jabatannya,” sambungnya.

Fredy menambahkan, Labora telah  memiliki sifat dermawan ini sejak dirinya masih menjadi anggota Binmas di Raja Ampat sejak 1980-an. “Saat jadi Binmas di Raja Ampat itu dia sudah membantu, dari tahun 1983 sampai sekarang, bahkan ada beberapa mahasiswa yang dibantu  sekolahnya, pendidikannya, dibiayai sampai lulus, dan sekarang datang untuk mengucapkan terima kasih,” tutup dia. Kejaksaan Tinggi Papua Barat saat ini tengah mengupayakan melakukan langkah persuasif dalam proses eksekusi terpidana pencucian uang 15 tahun, Aiptu Labora Sitorus. Apabila tak berhasil, langkah eksekusi paksa akan dilakukan.

Apa kata pihak Labora? “Jaksa kalau melakukan melakukan jemput paksa, resiko  sama-sama tahu. Saat ini ada hampir 600 karyawan Pak Labora, anaknya istrinya  kalau dihitung semua, Pak Labora sama dengan memberi makan 1.000 jiwa lebih  dalam satu hari,” ujar Fredy Fakdawer. Menurutnya, apabila Labora dijemput  paksa, maka akan berakibat, tak hanya kepada pegawai-pegawai itu, namun juga  untuk kelangsungan 2 perusahaan milik Labora.  “Kalau dijemput secara paksa, perusahaan akan tutup, kemudian masyarakat ini tidak akan tahu bagaimana mereka makan. Apakah kepolisian dan negara siap  memberi makan mereka?” tanya Fredy.

Sehingga dia mengharapkan Presiden Joko Widodo memberikan reaksi dalam kasus ini.

Karena eksekusi paksa Aiptu Labora  akan berdampak luas terhadap kesejahteraan dan hidp para pegawai beserta keluarga mereka. “Kami sangat mengharapkan Presiden Jokowi melihat hal ini. Masyarakat bergantung hidup dengan Pak Labora, kalau perusahaan ini tutup,  siapa yang akan ngasih mereka makan? ini pr untuk negara ini. Memangnya kami ini orang Papua bukan warga negara indonesia?” pungkasnya. (bbs/deo)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/