31.7 C
Medan
Thursday, May 2, 2024

Menaker Bakal Revisi Aturan JHT

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menyatakan, akan melakukan revisi aturan pelaksana program Jaminan Hari Tua (JHT). Saat ini, pelaksanaan JHT tersebut diatur melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.

“Tadi saya bersama Pak Menko Perekonomian telah menghadap Bapak Presiden. Menanggapi laporan kami, Bapak Presiden memberikan arahan agar regulasi terkait JHT ini lebih disederhanakan,” kata Menaker Ida Fauziyah melalui keterangan tertulis, Selasa (22/2)n

Ida menjelaskan, setelah Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 disosialisasikan, pemerintah memahami keberatan yang muncul dari para pekerja atau buruh. Sehingga, presiden memberikan arahan dan petunjuk untuk menyederhanakan aturan tentang JHT. Harapannya, keberadaan JHT bisa bermanfaat untuk membantu pekerja atau buruh yang terdampak, khususnya mereka yang ter-PHK pada masa pandemi.

“Bapak Presiden sangat memperhatikan nasib para pekerja atat buruh dan meminta kita semua untuk memitigasi serta membantu teman-teman pekerja atau buruh yang terdampak pandemi ini,” jelasnya.

Ida menambahkan, dalam arahannya, Presiden Jokowi juga berharap dengan adanya tata cara klaim JHT yang lebih sederhana, dapat mendukung terciptanya iklim ketenagakerjaan yang kondusif. “Bapak Presiden juga meminta kita semua, baik pemerintah, pengusaha, maupun teman-teman pekerja atau buruh untuk bersama-sama mewujudkan iklim ketenagakerjaan yang kondusif, sehingga dapat mendorong daya saing nasional,” tutur Ida.

Sementara, Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar, melihat adanya dampak jangka panjang, apabila Permenaker Nomor 2/2022 tersebut direvisi. Menurutnya, ada dua dampak yang akan dirasakan pekerja di masa mendatang, yaitu tidak adanya jaminan di masa tua, dan mendapat imbal hasil yang sangat sedikit dari jaminan hari tua (JHT). “Dampaknya para pekerja itu ada dua, pertama, pekerja di masa tua tidak ada tabungan, dan kedua, imbal hasilnya akan sedikit,” kata Timboel, Selasa (22/2).

Timboel mengkhawatirkan, para pekerja di masa tuanya nanti tidak memiliki tabungan atau jaminan karena dana JHT sudah diambil. Selain itu, pekerja atau buruh yang mengambil JHT sebelum waktunya otomatis akan mendapatkan imbal hasil yang sedikit, mengingat dana akan disimpan pada deposito yang memiliki bunga rendah.

Sementara itu, Ekonom dari Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Piter Abdullah menilai tidak ada dampak yang signifikan akan berubahnya aturan tersebut. “Jika kita berasumsi bekerja sampai usia tua, itu gak ada pengaruhnya. Akan ada dampak, jika Anda besok berharap kena pemutusan hubungan kerja atau PHK,” kata Piter.

Menurutnya, dampak akan sangat terasa bagi pekerja atau buruh yang berkeinginan terkena PHK. Padahal, pekerja yang terkena PHK pun di situasi saat ini mendapatkan keuntungan ganda, jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) dan atau JHT.

Dia menegaskan, perubahan signifikan yang terjadi adalah revisi dilakukan untuk meredakan situasi. Saat ini masih belum ada kejelasan arah mengenai revisi tersebut, akankah dicabut atau diubah isinya. Jika melihat kondisi saat ini, Permenaker No. 2/2022 sudah sesuai dengan Undang-undang No. 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN). Pencabutan atau pengubahan aturan tersebut yang tidak sama, akan menimbulkan pelanggaran UU SJSN.

JKP Dinilai tak Tepat

Sedangkan Ombudsman RI menilai, program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) tidak sepenuhnya tepat bila dijadikan sebagai bantalan alternatif pengganti pencairan manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) sebelum usia pensiun. Menurut Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng, program JKP tidak inklusif karena cakupannya terbatas bagi pekerja formal tetap yang terkena PHK dengan masa iur tertentu. “Narasi yang dibangun, sekarang ini sudah ada alternatif JKP itu sesungguhnya tidak sepenuhnya tepat. Kita semua tahu JKP ini terbatas pada pekerja formal yang terkena PHK. Bagaimana dengan yang informal, pekerja yang habis masa kontrak, mengundurkan diri, dan sebagainya, ini tidak bisa mengakses manfaat JKP,” ujar Robert dalam diskusi Kontroversi JHT dan Akses Pelayanan Publik Jaminan Nasional, Selasa (22/2).

Dia menilai, program JKP ini hanya dapat membantu segelintir orang. Sebab nyatanya, jumlah kepesertaan di JKP hanya sekitar 10 juta orang, sedangkan peserta JHT mencapai sekitar 16 juta orang. “Jadi memang ada ruang kosong yang harus diisi. Maka tidak bisa kemudian narasinya bahwa JKP ini sebagai instrumen perlindungan jangka pendek itu bisa menjadi bantalan sementara, bantalannya saja masih belum kokoh,” katanya.

Kalaupun JKP ingin didorong sebagai alternatif JHT, menurut Robert, masa transisi pemberlakuan ketentuan baru pencairan manfaat JHT yang diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022, juga perlu diperpanjang.

Dia menuturkan, masa transisi aturan baru JHT tersebut tidak cukup hanya diberi waktu 3 bulan, sebagaimana diatur dalam Permenaker Nomor 2 Tahun 2022. Perpanjangan masa transisi diperlukan untuk memberikan waktu kepada peserta yang terkena PHK agar dapat memenuhi syarat mengakses manfaat program JKP. “Minimal 1-2 tahun sebagai masa transisi ke JKP. Masa transisi ini diperlukan untuk pekerja yang tidak memenuhi syarat masa iur. Kita tahu bahwa JKP sebagai bantalan ekonomi bagi pekerja ter-PHK tidak bisa diperoleh secara seketika karena masa iur paling sedikit 12 bulan dalam 24 bulan dan telah membayar iuran paling singkat 6 bulan berturut-turut sebelum PHK,” katanya.

Buruh Sumut Turun ke Jalan

Menolak Permenaker Nomo 2 Tahun 2022 ini, 22 serikat pekerja/buruh yang tergabung dalam Aliansi Buruh Sumut Melawan ‘Jahat 56 Tahun’, akan turun ke jalan menggelar aksi ke Kantor DPRD Sumut dan Kantor BPJS Ketenagakerjaan hari ini, Rabu (23/2). Pimpinan aksi, Rintang Berutu menyampaikan, kebijakan tersebut sangat tidak adil dan sangat merugikan kaum buruh Indonesia dan dianggap tidak punya hati nurani kepada kaum buruh di tengah situasi badai PHK tinggi, namun Pemerintah malah menangguhkan pengambilan dana JHT buruh di umur 56 Tahun.

“Menteri tenaga kerja harusnya mengutamakan kepentingan dan kesejahteraan buruh, bukan malah memiskinkan kaum buruh,” kata Rintang, yang juga selaku ketua umum SBMI Merdeka, Selasa (22/2).

Dia menambahkan, kebijakan-kebijakannya Menaker justru lebih bertanggungjawab terhadap keuntungan dan kekayaan para kapitalis pengusaha daripada keadilan dan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya, seperti Pemberlakuan UU Omnibus Law Nomor 11 Tahun 2020, Tentang Cipta Kerja oleh Pemerintah. “UU tersebut mudah merekrut, mudah mem-PHK dan dapat diupah murah. Saat ini aturan PHK semakin mudah dan murah, sistem kerja ‘perbudakan’ outsourching/kontrak semakin bebas dan panjang, upah semakin murah dan pengurangan hak-hak lainnya,” tegasnya.

Dikatakannya, sejak berlakunya UU ini, jutaan pekerja sudah ter-PHK, belum lagi yang terkena dampak Pandemi Copid 19. “Jadi uang JHT nya di BPJS Ketenagakerjaan untuk digunakan sebagai modal membuka usaha karena uang pesangon yang diterima sangat murah saat ini,” katanya.

Sementara Ketua FSPMI Sumut, Willy Agus Utomo menyebutkan, tuntutan aliansi buruh Sumut ini mengusung lima tuntutan, yaitu pertama, cabut atau batalkan Permenaker Nomor 02 Tahun 2022 Tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) usia 56 tahun. Kedua, pecat Menaker Ida Fauziyah.

Kemudian, Ketiga, cabut atau batalkan UU Omnibus Law Nomor 11 Tahun 2021 Tentang Cipta Kerja. Ke empat, tolak revisi UU Nomor 15 Tahun 2019 Tentang Perubahan atas UU Nomor 12 Thn 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang undangan, ke lima, batalkan rencana revisi UU Nomor 21 Tahun 2000 Tentang SP/SB. “Massa buruh yang aksi nanti dari Kota Medan, Deliserdang, Binjai, Serdangbedagai (Sergai), dan beberapa daerah sekitar. Kita tetap patuhi protokol kesehatan (Prokes) Covid-19 pada aksi nanti,” tutupnya.

Adapun 22 SP/SB Sumut yang tergabung dalam aliasi aksi tersebut, yakni SPN-KSPI, FSPMI-KSPI, SBMI Merdeka, SBBI, PPMI, KSBSI MP, F-LOMENIK KSBSI, SBSU, SARBUMUSI, SERBUNAS, SERBUNDO, KIKES KSBSI, FTNP KSBSI MP, FSBSI MP, KSBI 92, M2I KSBSI, FSP NIBA KSPSI, FSPPP KSPSI, FARKES KSPSI, FSPP KSPSI, SPR, dan FSP PAR KSPSI. (dwi)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menyatakan, akan melakukan revisi aturan pelaksana program Jaminan Hari Tua (JHT). Saat ini, pelaksanaan JHT tersebut diatur melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.

“Tadi saya bersama Pak Menko Perekonomian telah menghadap Bapak Presiden. Menanggapi laporan kami, Bapak Presiden memberikan arahan agar regulasi terkait JHT ini lebih disederhanakan,” kata Menaker Ida Fauziyah melalui keterangan tertulis, Selasa (22/2)n

Ida menjelaskan, setelah Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 disosialisasikan, pemerintah memahami keberatan yang muncul dari para pekerja atau buruh. Sehingga, presiden memberikan arahan dan petunjuk untuk menyederhanakan aturan tentang JHT. Harapannya, keberadaan JHT bisa bermanfaat untuk membantu pekerja atau buruh yang terdampak, khususnya mereka yang ter-PHK pada masa pandemi.

“Bapak Presiden sangat memperhatikan nasib para pekerja atat buruh dan meminta kita semua untuk memitigasi serta membantu teman-teman pekerja atau buruh yang terdampak pandemi ini,” jelasnya.

Ida menambahkan, dalam arahannya, Presiden Jokowi juga berharap dengan adanya tata cara klaim JHT yang lebih sederhana, dapat mendukung terciptanya iklim ketenagakerjaan yang kondusif. “Bapak Presiden juga meminta kita semua, baik pemerintah, pengusaha, maupun teman-teman pekerja atau buruh untuk bersama-sama mewujudkan iklim ketenagakerjaan yang kondusif, sehingga dapat mendorong daya saing nasional,” tutur Ida.

Sementara, Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar, melihat adanya dampak jangka panjang, apabila Permenaker Nomor 2/2022 tersebut direvisi. Menurutnya, ada dua dampak yang akan dirasakan pekerja di masa mendatang, yaitu tidak adanya jaminan di masa tua, dan mendapat imbal hasil yang sangat sedikit dari jaminan hari tua (JHT). “Dampaknya para pekerja itu ada dua, pertama, pekerja di masa tua tidak ada tabungan, dan kedua, imbal hasilnya akan sedikit,” kata Timboel, Selasa (22/2).

Timboel mengkhawatirkan, para pekerja di masa tuanya nanti tidak memiliki tabungan atau jaminan karena dana JHT sudah diambil. Selain itu, pekerja atau buruh yang mengambil JHT sebelum waktunya otomatis akan mendapatkan imbal hasil yang sedikit, mengingat dana akan disimpan pada deposito yang memiliki bunga rendah.

Sementara itu, Ekonom dari Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Piter Abdullah menilai tidak ada dampak yang signifikan akan berubahnya aturan tersebut. “Jika kita berasumsi bekerja sampai usia tua, itu gak ada pengaruhnya. Akan ada dampak, jika Anda besok berharap kena pemutusan hubungan kerja atau PHK,” kata Piter.

Menurutnya, dampak akan sangat terasa bagi pekerja atau buruh yang berkeinginan terkena PHK. Padahal, pekerja yang terkena PHK pun di situasi saat ini mendapatkan keuntungan ganda, jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) dan atau JHT.

Dia menegaskan, perubahan signifikan yang terjadi adalah revisi dilakukan untuk meredakan situasi. Saat ini masih belum ada kejelasan arah mengenai revisi tersebut, akankah dicabut atau diubah isinya. Jika melihat kondisi saat ini, Permenaker No. 2/2022 sudah sesuai dengan Undang-undang No. 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN). Pencabutan atau pengubahan aturan tersebut yang tidak sama, akan menimbulkan pelanggaran UU SJSN.

JKP Dinilai tak Tepat

Sedangkan Ombudsman RI menilai, program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) tidak sepenuhnya tepat bila dijadikan sebagai bantalan alternatif pengganti pencairan manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) sebelum usia pensiun. Menurut Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng, program JKP tidak inklusif karena cakupannya terbatas bagi pekerja formal tetap yang terkena PHK dengan masa iur tertentu. “Narasi yang dibangun, sekarang ini sudah ada alternatif JKP itu sesungguhnya tidak sepenuhnya tepat. Kita semua tahu JKP ini terbatas pada pekerja formal yang terkena PHK. Bagaimana dengan yang informal, pekerja yang habis masa kontrak, mengundurkan diri, dan sebagainya, ini tidak bisa mengakses manfaat JKP,” ujar Robert dalam diskusi Kontroversi JHT dan Akses Pelayanan Publik Jaminan Nasional, Selasa (22/2).

Dia menilai, program JKP ini hanya dapat membantu segelintir orang. Sebab nyatanya, jumlah kepesertaan di JKP hanya sekitar 10 juta orang, sedangkan peserta JHT mencapai sekitar 16 juta orang. “Jadi memang ada ruang kosong yang harus diisi. Maka tidak bisa kemudian narasinya bahwa JKP ini sebagai instrumen perlindungan jangka pendek itu bisa menjadi bantalan sementara, bantalannya saja masih belum kokoh,” katanya.

Kalaupun JKP ingin didorong sebagai alternatif JHT, menurut Robert, masa transisi pemberlakuan ketentuan baru pencairan manfaat JHT yang diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022, juga perlu diperpanjang.

Dia menuturkan, masa transisi aturan baru JHT tersebut tidak cukup hanya diberi waktu 3 bulan, sebagaimana diatur dalam Permenaker Nomor 2 Tahun 2022. Perpanjangan masa transisi diperlukan untuk memberikan waktu kepada peserta yang terkena PHK agar dapat memenuhi syarat mengakses manfaat program JKP. “Minimal 1-2 tahun sebagai masa transisi ke JKP. Masa transisi ini diperlukan untuk pekerja yang tidak memenuhi syarat masa iur. Kita tahu bahwa JKP sebagai bantalan ekonomi bagi pekerja ter-PHK tidak bisa diperoleh secara seketika karena masa iur paling sedikit 12 bulan dalam 24 bulan dan telah membayar iuran paling singkat 6 bulan berturut-turut sebelum PHK,” katanya.

Buruh Sumut Turun ke Jalan

Menolak Permenaker Nomo 2 Tahun 2022 ini, 22 serikat pekerja/buruh yang tergabung dalam Aliansi Buruh Sumut Melawan ‘Jahat 56 Tahun’, akan turun ke jalan menggelar aksi ke Kantor DPRD Sumut dan Kantor BPJS Ketenagakerjaan hari ini, Rabu (23/2). Pimpinan aksi, Rintang Berutu menyampaikan, kebijakan tersebut sangat tidak adil dan sangat merugikan kaum buruh Indonesia dan dianggap tidak punya hati nurani kepada kaum buruh di tengah situasi badai PHK tinggi, namun Pemerintah malah menangguhkan pengambilan dana JHT buruh di umur 56 Tahun.

“Menteri tenaga kerja harusnya mengutamakan kepentingan dan kesejahteraan buruh, bukan malah memiskinkan kaum buruh,” kata Rintang, yang juga selaku ketua umum SBMI Merdeka, Selasa (22/2).

Dia menambahkan, kebijakan-kebijakannya Menaker justru lebih bertanggungjawab terhadap keuntungan dan kekayaan para kapitalis pengusaha daripada keadilan dan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya, seperti Pemberlakuan UU Omnibus Law Nomor 11 Tahun 2020, Tentang Cipta Kerja oleh Pemerintah. “UU tersebut mudah merekrut, mudah mem-PHK dan dapat diupah murah. Saat ini aturan PHK semakin mudah dan murah, sistem kerja ‘perbudakan’ outsourching/kontrak semakin bebas dan panjang, upah semakin murah dan pengurangan hak-hak lainnya,” tegasnya.

Dikatakannya, sejak berlakunya UU ini, jutaan pekerja sudah ter-PHK, belum lagi yang terkena dampak Pandemi Copid 19. “Jadi uang JHT nya di BPJS Ketenagakerjaan untuk digunakan sebagai modal membuka usaha karena uang pesangon yang diterima sangat murah saat ini,” katanya.

Sementara Ketua FSPMI Sumut, Willy Agus Utomo menyebutkan, tuntutan aliansi buruh Sumut ini mengusung lima tuntutan, yaitu pertama, cabut atau batalkan Permenaker Nomor 02 Tahun 2022 Tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) usia 56 tahun. Kedua, pecat Menaker Ida Fauziyah.

Kemudian, Ketiga, cabut atau batalkan UU Omnibus Law Nomor 11 Tahun 2021 Tentang Cipta Kerja. Ke empat, tolak revisi UU Nomor 15 Tahun 2019 Tentang Perubahan atas UU Nomor 12 Thn 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang undangan, ke lima, batalkan rencana revisi UU Nomor 21 Tahun 2000 Tentang SP/SB. “Massa buruh yang aksi nanti dari Kota Medan, Deliserdang, Binjai, Serdangbedagai (Sergai), dan beberapa daerah sekitar. Kita tetap patuhi protokol kesehatan (Prokes) Covid-19 pada aksi nanti,” tutupnya.

Adapun 22 SP/SB Sumut yang tergabung dalam aliasi aksi tersebut, yakni SPN-KSPI, FSPMI-KSPI, SBMI Merdeka, SBBI, PPMI, KSBSI MP, F-LOMENIK KSBSI, SBSU, SARBUMUSI, SERBUNAS, SERBUNDO, KIKES KSBSI, FTNP KSBSI MP, FSBSI MP, KSBI 92, M2I KSBSI, FSP NIBA KSPSI, FSPPP KSPSI, FARKES KSPSI, FSPP KSPSI, SPR, dan FSP PAR KSPSI. (dwi)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/