26.7 C
Medan
Sunday, May 5, 2024

Bangun Jalan atau Relokasi Pemukim dari TNGL, Pilih Mana?

Foto: Dame Ambarita/sumutpos.co Diskusi via teleconference bertajuk Aceh Road to Development, yang digelar Kedutaan Besar Amerika Serikat antara Medan dan Jakarta, Senin (21/9/2015).
Foto: Dame Ambarita/sumutpos.co
Diskusi via teleconference bertajuk Aceh Road to Development, yang digelar Kedutaan Besar Amerika Serikat antara Medan dan Jakarta, Senin (21/9/2015).

MEDAN, SUMUTPOS.CO –Pelestarian kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) dihadapkan pada dua pilihan: membangun jalan melintasi hutan lindung demi memperlancar komunikasi antar daerah di Aceh, atau menjaga kelestarian hutan dengan merelokasi pemukim dari kawasan hutan. Pilih mana?
”Pilihan terbaik menurut kami, adalah merelokasi pemukim dari kawasan hutan. Ini demi menjaga kelestarian hutan lindung dengan ribuan satwa di dalamnya. Jika pemukim di kawasan hutan dibiarkan, semakin lama akan semakin ramai dengan pendatang yang berakibat perambahan hutan TNGL semakin luas. Ini sudah terjadi,” kata Rudi Putra, aktivis lingkungan yang aktif memantau Ekosistem Leuser, dalam sebuah diskusi via teleconference bertajuk Aceh Road to Development, yang digelar Kedutaan Besar Amerika Serikat antara Medan dan Jakarta, dua hari lalu.

Dalam diskusi tersebut, Wali Nanggroe Malik Mahmud mengatakan, hutan di Indonesia banyak rusak karena pembangunan yang tidak teratur. ”Saat ini 60 persen hutan di Aceh masih baik. Namun Aceh membutuhkan pembangunan jalan untuk sarana komunikasi antara daerah kota dan terpencil (pesisir dan pegunungan). Rencana pembangunan jalan itu umumnya melintasi hutan lindung,” katanya.

Kepala Bappeda Aceh, Abu Bakar Karim memaparkan kebutuhan jalan untuk menghubungkan antar daerah di Aceh. “Aceh dikeliling hutan lindung. Saat ini ada 31 pusat pemukiman penduduk yang berada di hutan lindung. Mereka terisolir karena kendala jalan. Dibutuhkan pembangunan 17 km jalan melintasi hutan lindung. Jika ingin hutan tetap lestari, bisa saja jalan yang dibangun adalah jalan layang,” katanya.

Peta kawasan hutan Aceh saat ini.
Peta kawasan hutan Aceh saat ini.

Namun Rudi Putra dan rekannya Farwiza Farhan dari Forest, Nature, & Environment Aceh, sepakat agar pembangunan jalan di Aceh tidak melintasi hutan lindung. Karena dampak negatifnya sangat besar. ”Mungkin efeknya tidak langsung terlihat. Tetapi 10 sampai 15 tahun lagi, luas hutan dan jumlah populasi satwa di TNGL pasti menurun drastis,” kata Farwiza.

Ia mengungkapkan, TNGL bukan aset Indonesia saja, tetapi juga gudang ribuan flora dan fauna yang unik, seperti orangutan, badak Sumatra, gajah Sumatra dan harimau Sumatra.

Untuk itu, keduanya mengusulkan agar jalan yang dibangun tetap jalan lama, tanpa harus melintasi hutan TNGL, karena dengan terbukanya jalan, perambahan hutan akan sangat mengancam. Saat ini saja, ancaman longsor dan banjir sudah mengintai warga di sejumlah daerah di Aceh.

Dubes AS untuk Indonesia, Robert Blake mengatakan, pembangunan berkelanjutan membutuhkan dialog dari para stakeholder. ”Aceh lokasi tepat membahas keanekarahaman hayati yang tidak ada duanya di dunia. AS memberikan bantuan dana untuk pelestarian hutan di Indonesia hingga 47 juta USD,” katanya.

Blake mengatakan, Amerika Serikat juga siap menghibahkan 70 juta USD ke Indonesia dalam bentuk penghapusan hutang, asalkan Indonesia melestarikan hutan di Sumatera dan Kalimantan yang ada Orang Utan-nya.

Phil Hoffmann, Pejabat Sementara (PJs) Wakil Konsul Amerika Serikat di Sumatera dalam diskusi itu mengatakan, sebelumnya yakni tahun 2010 lalu, AS telah menyalurkan bantuan senilai 41 juta USD untuk pelestarian hutan di Indonesia. (mea)

Foto: Dame Ambarita/sumutpos.co Diskusi via teleconference bertajuk Aceh Road to Development, yang digelar Kedutaan Besar Amerika Serikat antara Medan dan Jakarta, Senin (21/9/2015).
Foto: Dame Ambarita/sumutpos.co
Diskusi via teleconference bertajuk Aceh Road to Development, yang digelar Kedutaan Besar Amerika Serikat antara Medan dan Jakarta, Senin (21/9/2015).

MEDAN, SUMUTPOS.CO –Pelestarian kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) dihadapkan pada dua pilihan: membangun jalan melintasi hutan lindung demi memperlancar komunikasi antar daerah di Aceh, atau menjaga kelestarian hutan dengan merelokasi pemukim dari kawasan hutan. Pilih mana?
”Pilihan terbaik menurut kami, adalah merelokasi pemukim dari kawasan hutan. Ini demi menjaga kelestarian hutan lindung dengan ribuan satwa di dalamnya. Jika pemukim di kawasan hutan dibiarkan, semakin lama akan semakin ramai dengan pendatang yang berakibat perambahan hutan TNGL semakin luas. Ini sudah terjadi,” kata Rudi Putra, aktivis lingkungan yang aktif memantau Ekosistem Leuser, dalam sebuah diskusi via teleconference bertajuk Aceh Road to Development, yang digelar Kedutaan Besar Amerika Serikat antara Medan dan Jakarta, dua hari lalu.

Dalam diskusi tersebut, Wali Nanggroe Malik Mahmud mengatakan, hutan di Indonesia banyak rusak karena pembangunan yang tidak teratur. ”Saat ini 60 persen hutan di Aceh masih baik. Namun Aceh membutuhkan pembangunan jalan untuk sarana komunikasi antara daerah kota dan terpencil (pesisir dan pegunungan). Rencana pembangunan jalan itu umumnya melintasi hutan lindung,” katanya.

Kepala Bappeda Aceh, Abu Bakar Karim memaparkan kebutuhan jalan untuk menghubungkan antar daerah di Aceh. “Aceh dikeliling hutan lindung. Saat ini ada 31 pusat pemukiman penduduk yang berada di hutan lindung. Mereka terisolir karena kendala jalan. Dibutuhkan pembangunan 17 km jalan melintasi hutan lindung. Jika ingin hutan tetap lestari, bisa saja jalan yang dibangun adalah jalan layang,” katanya.

Peta kawasan hutan Aceh saat ini.
Peta kawasan hutan Aceh saat ini.

Namun Rudi Putra dan rekannya Farwiza Farhan dari Forest, Nature, & Environment Aceh, sepakat agar pembangunan jalan di Aceh tidak melintasi hutan lindung. Karena dampak negatifnya sangat besar. ”Mungkin efeknya tidak langsung terlihat. Tetapi 10 sampai 15 tahun lagi, luas hutan dan jumlah populasi satwa di TNGL pasti menurun drastis,” kata Farwiza.

Ia mengungkapkan, TNGL bukan aset Indonesia saja, tetapi juga gudang ribuan flora dan fauna yang unik, seperti orangutan, badak Sumatra, gajah Sumatra dan harimau Sumatra.

Untuk itu, keduanya mengusulkan agar jalan yang dibangun tetap jalan lama, tanpa harus melintasi hutan TNGL, karena dengan terbukanya jalan, perambahan hutan akan sangat mengancam. Saat ini saja, ancaman longsor dan banjir sudah mengintai warga di sejumlah daerah di Aceh.

Dubes AS untuk Indonesia, Robert Blake mengatakan, pembangunan berkelanjutan membutuhkan dialog dari para stakeholder. ”Aceh lokasi tepat membahas keanekarahaman hayati yang tidak ada duanya di dunia. AS memberikan bantuan dana untuk pelestarian hutan di Indonesia hingga 47 juta USD,” katanya.

Blake mengatakan, Amerika Serikat juga siap menghibahkan 70 juta USD ke Indonesia dalam bentuk penghapusan hutang, asalkan Indonesia melestarikan hutan di Sumatera dan Kalimantan yang ada Orang Utan-nya.

Phil Hoffmann, Pejabat Sementara (PJs) Wakil Konsul Amerika Serikat di Sumatera dalam diskusi itu mengatakan, sebelumnya yakni tahun 2010 lalu, AS telah menyalurkan bantuan senilai 41 juta USD untuk pelestarian hutan di Indonesia. (mea)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/