26.7 C
Medan
Sunday, May 5, 2024

Prasetyo Tak Mampu Laksanakan Perintah Presiden

Foto: Ricardo/JPNN Jaksa Agung Prasetyo saat mengikuti rapat Pansus Pelindo II di Ruang Rapat Panja Paripurna, Nusantara II, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (29/10) baru lalu.
Foto: Ricardo/JPNN
Jaksa Agung Prasetyo saat mengikuti rapat Pansus Pelindo II di Ruang Rapat Panja Paripurna, Nusantara II, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (29/10) baru lalu.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Desakan agar Presiden Joko Widodo mengevaluasi kinerja Jaksa Agung Prasetyo terus bergulir. Setelah para pegiat antikorupsi, kini para legislator dan akademisi juga mulai angkat bicara. Kinerja Prasetyo dinilai bisa memengaruhi citra presiden.

Anggota Komisi III DPR asal PDIP Masinton Pasaribu setuju dengan rilis Indonesia Corruption Watch (ICW) pekan lalu tentang rapor merah Jaksa Agung. ’’Delapan puluh persen benar. Saya sepakat dengan itu,’’ ujarnya dalam diskusi yang digelar portal berita okezone.com di Jakarta, kemarin (22/11).

Menurut dia, kinerja Prasetyo memang lambat. Tidak punya akselerasi pembenahan, terutama yang menyangkut reformasi di tubuh kejaksaan.

Masinton mengungkapkan, sebenarnya selama ini Komisi III telah berupaya mendukung penuh kerja Jaksa Agung. Terutama terkait dengan peningkatan anggaran kejaksaan tiap tahun. Namun, dia kecewa karena peningkatan anggaran tersebut tak linier dengan kinerja kejaksaan.

’’Kami memperjuangkan itu agar tidak ada lagi alasan kurang anggaran. Agar kinerjanya bisa terpacu. Tapi, faktanya ya seperti yang diungkap ICW itu,’’ ujarnya.

Peningkatan anggaran tersebut awalnya diharapkan bisa mencegah kongkalikong penanganan perkara. Namun, faktanya, selama dipimpin Prasetyo, sejumlah jaksa justru tertangkap menerima suap terkait dengan penanganan perkara. Ironisnya, pengungkapan itu dilakukan instansi lain, yakni KPK. Bukan oleh pengawas internal kejaksaan.

Dia melihat, pengawasan internal pada era Prasetyo ini sangat lemah. Hal itu terlihat dalam pengungkapan kasus-kasus jaksa nakal oleh KPK. ’’Penegak hukum lain seperti Polri bisa menangkap oknumnya sendiri yang nakal. Tapi, saya belum mendengar itu di kejaksaan. Padahal, laporan masyarakat kan banyak,’’ katanya.

Masinton juga mengkritik keberhasilan yang selama ini digembar-gemborkan Prasetyo. Yakni, pencegahan korupsi melalui pembuatan Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D). Prasetyo mengklaim tim itu melakukan banyak pencegahan korupsi.

’’Kami belum melihat itu hasilnya seperti apa. Jangan terjebak jargon saja,’’ katanya. Di beberapa daerah, keberadaan tim itu juga sering dikeluhkan birokrat karena terkesan menakut-nakuti.

Masinton menilai, Prasetyo juga tidak mampu melaksanakan perintah Presiden Joko Widodo dalam menuntaskan kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Padahal, sebagai kader partai koalisi yang ditugaskan di bidang hukum, seharusnya Prasetyo bisa melakukan akselerasi program-program pemerintahan. Baik itu pemberantasan dan pencegahan korupsi maupun penanganan kasus pelanggaran HAM.

’’Jadi, kami di komisi III sangat berharap temuan-temuan ICW dan masyarakat itu bisa jadi bahan bagi presiden untuk mengevaluasi kejaksaan dan pimpinannya,’’ imbuhnya.

Foto: Ricardo/JPNN Jaksa Agung Prasetyo saat mengikuti rapat Pansus Pelindo II di Ruang Rapat Panja Paripurna, Nusantara II, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (29/10) baru lalu.
Foto: Ricardo/JPNN
Jaksa Agung Prasetyo saat mengikuti rapat Pansus Pelindo II di Ruang Rapat Panja Paripurna, Nusantara II, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (29/10) baru lalu.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Desakan agar Presiden Joko Widodo mengevaluasi kinerja Jaksa Agung Prasetyo terus bergulir. Setelah para pegiat antikorupsi, kini para legislator dan akademisi juga mulai angkat bicara. Kinerja Prasetyo dinilai bisa memengaruhi citra presiden.

Anggota Komisi III DPR asal PDIP Masinton Pasaribu setuju dengan rilis Indonesia Corruption Watch (ICW) pekan lalu tentang rapor merah Jaksa Agung. ’’Delapan puluh persen benar. Saya sepakat dengan itu,’’ ujarnya dalam diskusi yang digelar portal berita okezone.com di Jakarta, kemarin (22/11).

Menurut dia, kinerja Prasetyo memang lambat. Tidak punya akselerasi pembenahan, terutama yang menyangkut reformasi di tubuh kejaksaan.

Masinton mengungkapkan, sebenarnya selama ini Komisi III telah berupaya mendukung penuh kerja Jaksa Agung. Terutama terkait dengan peningkatan anggaran kejaksaan tiap tahun. Namun, dia kecewa karena peningkatan anggaran tersebut tak linier dengan kinerja kejaksaan.

’’Kami memperjuangkan itu agar tidak ada lagi alasan kurang anggaran. Agar kinerjanya bisa terpacu. Tapi, faktanya ya seperti yang diungkap ICW itu,’’ ujarnya.

Peningkatan anggaran tersebut awalnya diharapkan bisa mencegah kongkalikong penanganan perkara. Namun, faktanya, selama dipimpin Prasetyo, sejumlah jaksa justru tertangkap menerima suap terkait dengan penanganan perkara. Ironisnya, pengungkapan itu dilakukan instansi lain, yakni KPK. Bukan oleh pengawas internal kejaksaan.

Dia melihat, pengawasan internal pada era Prasetyo ini sangat lemah. Hal itu terlihat dalam pengungkapan kasus-kasus jaksa nakal oleh KPK. ’’Penegak hukum lain seperti Polri bisa menangkap oknumnya sendiri yang nakal. Tapi, saya belum mendengar itu di kejaksaan. Padahal, laporan masyarakat kan banyak,’’ katanya.

Masinton juga mengkritik keberhasilan yang selama ini digembar-gemborkan Prasetyo. Yakni, pencegahan korupsi melalui pembuatan Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D). Prasetyo mengklaim tim itu melakukan banyak pencegahan korupsi.

’’Kami belum melihat itu hasilnya seperti apa. Jangan terjebak jargon saja,’’ katanya. Di beberapa daerah, keberadaan tim itu juga sering dikeluhkan birokrat karena terkesan menakut-nakuti.

Masinton menilai, Prasetyo juga tidak mampu melaksanakan perintah Presiden Joko Widodo dalam menuntaskan kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Padahal, sebagai kader partai koalisi yang ditugaskan di bidang hukum, seharusnya Prasetyo bisa melakukan akselerasi program-program pemerintahan. Baik itu pemberantasan dan pencegahan korupsi maupun penanganan kasus pelanggaran HAM.

’’Jadi, kami di komisi III sangat berharap temuan-temuan ICW dan masyarakat itu bisa jadi bahan bagi presiden untuk mengevaluasi kejaksaan dan pimpinannya,’’ imbuhnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/