30 C
Medan
Monday, October 28, 2024
spot_img

Prasetyo Tak Mampu Laksanakan Perintah Presiden

Di forum yang sama, peneliti ICW Emerson Yuntho menyatakan, sejak awal pihaknya memiliki pandangan kritis terhadap jaksa agung. ICW menilai pengangkatan Prasetyo yang berasal dari partai politik pasti bakal bermasalah.

’’Karena itu, pada tahun pertama jaksa agung menjabat, kami juga ungkapkan catatan-catatan kontroversi Prasetyo seperti sekarang ini,’’ ujarnya.

Emerson menyebutkan, saat ini sebenarnya merupakan momen yang tepat untuk mengganti jaksa agung. Sebab, secara konsolidasi politik, posisi presiden lebih kuat jika dibandingkan dengan saat awal-awal pengangkatan jaksa agung. ’’Jadi, kalau kinerja buruk, katakanlah buruk. Tidak usah diberi kesempatan lagi. Tiga tahun ke depan itu masih panjang,’’ katanya.

Tidak ada alasan untuk mempertahankan jaksa agung. Masih banyak figur lain yang kredibel. Tiga tahun mendatang sangat menentukan citra pemerintah. Sepanjang kejaksaan memble, kata Emerson, performance Jokowi akan terpengaruh. ’’Jadi, segera cari jaksa agung yang punya visi dan reformis,’’ tegasnya.

Pengamat hukum Universitas Indonesia Chudry Sitompul sependapat dengan yang disampaikan Emerson. Menurut dia, kinerja penegakan hukum akan sangat memengaruhi citra Presiden Jokowi. ’’Sayang, Pak Jokowi itu sudah dipilih banyak orang dengan sejumlah harapannya, termasuk para korban pelanggaran HAM, tapi sampai sekarang harapan itu tak terwujud,’’ terangnya.

Sementara itu, penilaian buruk terhadap kinerja kejaksaan diakui istana. Hal tersebut dianggap tidak lepas dari sistem yang memang masih perlu diperbaiki. Kepala Kantor Staf Presiden Teten Masduki menuturkan, dalam rangka reformasi hukum, ada dua hal yang menjadi fokus pemerintah, baik di institusi kejaksaan maupun kepolisian. Yakni, soal sistem rekrutmen dan pengelolaan perkara.

Dia menyatakan, sistem rekrutmen dan penempatan pejabat hukum memang harus berbasis kinerja serta integritas. ’’Diharapkan, kalau dua institusi ini dipimpin orang-orang yang bersih, semua agenda perubahan bisa dijalankan,’’ ujarnya di Kantor Presiden kemarin.

Dia menggarisbawahi, pimpinan yang dimaksud bukan hanya sosok jaksa agung atau kepala Polri. Namun, secara kelembagaan juga harus dipastikan bahwa mereka yang menduduki jabatan penting harus memiliki track record baik. Untuk polisi, pimpinan bisa mulai Kapolres hingga jenjang berikutnya. ’’Di kejaksaan, mulai Kajari, Kajati, dan seterusnya,’’ jelasnya.

Bila sistem rekrutmen buruk, hasilnya juga akan buruk. Karena itu, praktik suap, beking, hingga tekanan politis dalam pengangkatan pejabat penegak hukum harus dihindari. ’’Kan bisa saja. Kalau sudah jaksa agung, kan merupakan pilihan politis. Bisa dari dalam, bisa dari luar,’’ tuturnya. (atm/byu/c5/nw)

Di forum yang sama, peneliti ICW Emerson Yuntho menyatakan, sejak awal pihaknya memiliki pandangan kritis terhadap jaksa agung. ICW menilai pengangkatan Prasetyo yang berasal dari partai politik pasti bakal bermasalah.

’’Karena itu, pada tahun pertama jaksa agung menjabat, kami juga ungkapkan catatan-catatan kontroversi Prasetyo seperti sekarang ini,’’ ujarnya.

Emerson menyebutkan, saat ini sebenarnya merupakan momen yang tepat untuk mengganti jaksa agung. Sebab, secara konsolidasi politik, posisi presiden lebih kuat jika dibandingkan dengan saat awal-awal pengangkatan jaksa agung. ’’Jadi, kalau kinerja buruk, katakanlah buruk. Tidak usah diberi kesempatan lagi. Tiga tahun ke depan itu masih panjang,’’ katanya.

Tidak ada alasan untuk mempertahankan jaksa agung. Masih banyak figur lain yang kredibel. Tiga tahun mendatang sangat menentukan citra pemerintah. Sepanjang kejaksaan memble, kata Emerson, performance Jokowi akan terpengaruh. ’’Jadi, segera cari jaksa agung yang punya visi dan reformis,’’ tegasnya.

Pengamat hukum Universitas Indonesia Chudry Sitompul sependapat dengan yang disampaikan Emerson. Menurut dia, kinerja penegakan hukum akan sangat memengaruhi citra Presiden Jokowi. ’’Sayang, Pak Jokowi itu sudah dipilih banyak orang dengan sejumlah harapannya, termasuk para korban pelanggaran HAM, tapi sampai sekarang harapan itu tak terwujud,’’ terangnya.

Sementara itu, penilaian buruk terhadap kinerja kejaksaan diakui istana. Hal tersebut dianggap tidak lepas dari sistem yang memang masih perlu diperbaiki. Kepala Kantor Staf Presiden Teten Masduki menuturkan, dalam rangka reformasi hukum, ada dua hal yang menjadi fokus pemerintah, baik di institusi kejaksaan maupun kepolisian. Yakni, soal sistem rekrutmen dan pengelolaan perkara.

Dia menyatakan, sistem rekrutmen dan penempatan pejabat hukum memang harus berbasis kinerja serta integritas. ’’Diharapkan, kalau dua institusi ini dipimpin orang-orang yang bersih, semua agenda perubahan bisa dijalankan,’’ ujarnya di Kantor Presiden kemarin.

Dia menggarisbawahi, pimpinan yang dimaksud bukan hanya sosok jaksa agung atau kepala Polri. Namun, secara kelembagaan juga harus dipastikan bahwa mereka yang menduduki jabatan penting harus memiliki track record baik. Untuk polisi, pimpinan bisa mulai Kapolres hingga jenjang berikutnya. ’’Di kejaksaan, mulai Kajari, Kajati, dan seterusnya,’’ jelasnya.

Bila sistem rekrutmen buruk, hasilnya juga akan buruk. Karena itu, praktik suap, beking, hingga tekanan politis dalam pengangkatan pejabat penegak hukum harus dihindari. ’’Kan bisa saja. Kalau sudah jaksa agung, kan merupakan pilihan politis. Bisa dari dalam, bisa dari luar,’’ tuturnya. (atm/byu/c5/nw)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/