JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kementerian Agama (Kemenag) memperbaiki sistem pengelolaan sisa kuota atau kursi kosong haji reguler. Selama ini keberadaan sisa kuota, selalu menjadi sumber rasan-rasan masyarakat. Mulai tahun ini, kuota yang tidak terserap itu bisa diberikan ke provinsi lain yang masih satu embarkasi.
Pengaturan pengisian sisa kuota itu tertuang dalam Keputusan Menteri Agama (KMA) 75/2017 tentang Penetapan Kuota Haji 2017. Sisa kuota yang dimaksud bukan sisa kuota karena ada jamaah yang tidak bisa melunasi biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH). Tetapi sisa kuota karena jamaah yang sudah melunasi BPIH mendadak membatalkan perjalanan hajinya.
“Contohnya karena mendadak sakit keras, meninggal dunia, atau alasan darurat lain menjelang keberangkatan,” kata Kasubdit Pendaftaran Haji Kemenag Noer Alya Fitra, kemarin.
Pejabat yang karib disapa Nafit itu menjelaskan, selama ini sisa kuota seperti itu dibiarkan kosong begitu saja. Padahal, jumlah kursi kosong setiap tahun cukup besar. Nafit mencontohkan kursi kosong jamaah haji reguler tahun lalu mencapai 759 orang. Dia mengatakan sisa kuota atau kursi kosong yang paling banyak tahun lalu berasal dari Jawa Timur.
Nah dengan regulasi yang baru, Nafit menuturkan Kemenag ingin mengoptimalkan penyerapan kuota haji. Dia mencontohkan skenario baru pengisian sisa kuota itu. Misalnya Provinsi Maluku Utara terdiri dari kloter 25, 26, dan 27. Kemudian dari ketiga kloter itu terdapat lima sisa kuota karena calon jamaah wafat.
Dengan regulasi yang baru, sisa kuota yang lima kursi itu bisa diisi calon jamaah dari Makassar, Sulawesi Selatan. Jamaah pengganti ini akan diterbangkan saat kloter terakhir. “Maluku Utara dan Sulawesi Selatan satu embarkasi. Yaitu embarkasi Makassar,” jelas pejabat asal Jember, Jatim itu.
Pengisian itu tentunya mempertimbangkan kesiapan jamaah pengganti untuk melunasi BPIH. Selain itu juga pertimbangan masih dibukanya masa pengurusan visa haji oleh pemerintah Saudi. Nafit menuturkan mekanisme pengisian sisa kuota ini nantinya sifatnya usulan kantor wilayah (kanwil) Kemenag.
Pengamat haji dari UIN Syarif Hidayatullah Dadi Darmadi mengatakan upaya kemenag mengatur pengisian sisa kuota itu cukup baik. “Sebab selama ini kerap muncul kritikan dari publik, bagaimana Kemenag memperlakukan sisa kuota itu,” jelasnya. Apakah sisa kuota itu dibiarkan kosong atau diisi oleh pihak-pihak tertentu atas rekomendasi Kemenag pusat, publik tidak bisa mengetahuinya.
Meskipun sudah ada regulasinya, Dadi berharap masyarakat diberi akses untuk mengetahui pendistribusian sisa kuota itu. Sehingga jargon bahwa Kemenag ingin lebih terbuka dan akuntabel dalam mengelola kuota haji tidak sekedar jargon. Menurutnya lebih baik sisa kuota itu diselesaikan di tingkat provinsi. “Sebab kalau sisa kuota itu ditarik ke pusat, publik bakal susah memantaunya,” jelasnya.
Dadi berharap jajaran kanwil Kemenag di setiap provinsi, terbuka dalam mengalihkan sisa kuota itu itu. Sisa kuota harus benar-benar diisi oleh jamaah di antrian paling depan. Sehingga bisa memenuhi asas keadilan. (wan/agm/jpg/yaa)