28 C
Medan
Saturday, December 6, 2025

RUU Antiterorisme Disahkan 2 Hari Lagi

Nah, kata Enny, kalau itu dirubah tentu akan merubah keseluruhan pasal yang ada di dalam RUU Antiterorisme itu. “Kalau kami tambahkan itu, khawatirnya nanti akan menyebabkan adanya perubahan di dalam rumusan delik yang ada dalam pasal 6 dan 7 itu sendiri,” ungkap Enny.

Menurut dia, tindak pidana terorisme itu sebetulnya sudah dirumuskan sedemikian rupa yaitu segala perbuatan yang unsur-unsurnya ada dalam UU ini. “Itu sudah cukup sebetulnya, tapi ini ada kehendak untuk lebih memperjelas apa itu terorisme yang sebetulnya sudah ada dalam pasal 6 dan 7. Jadi kami harus hati-hati merumuskan itu,” pungkasnya.

Sebelumnya, fraksi-fraksi di DPR dua rumusan alternatif definisi terorisme akan dibahas lagi dalam raker.

Alternatif 1 yakni: Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban, yang bersifat massal, dan atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional.

Alternatif 2: Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal dan atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, atau politik atau gangguan keamanan negara.

Kedua rumusan alternatif definisi terorisme itu dibawa ke raker karena pemerintah belum bisa memutuskan salah satunya. Padahal, kesepuluh fraksi di DPR telah menyampaikan pendapatnya soal dua rumusan definisi terorisme itu.

Dua fraksi memilih alternatif pertama yaitu PDIP dan PKB. Sementara sisanya yaitu Golkar, Gerindra, Demokrat, PAN, PPP, PKS, NasDem, dan Hanura, memilih alternatif kedua.

Ketua Panitia Khusus RUU Antiterorisme M Syafii mengatakan, frasa tentang motif, tujuan politik dan ancaman terhadap negara, belum terangkum dalam definisi terorisme yang dipaparkan pemerintah. “Frasa itulah yang membedakan antara kejahatan kriminal biasa dengan terorisme,” kata Syafii di gedung DPR, Jakarta, Rabu (23/5).

Politikus Partai Gerindra itu meminta pemerintah memperjelas definisi terorisme, termasuk yang terkait motif politik. Menurutnya, aparat dalam menetapkan seseorang sebagai teroris atau bukan harus sesuai dengan hukum. “Ini pemahaman yang baku, bukan sesuatu yang harus dijelaskan. Ini logika hukum,” paparnya.

Dia berharap pemerintah dan DPR memiliki kesamaan logika hukum terkait persoalan tersebut. “Nanti insyaallah bisa disepakati,” tegasnya. (boy/jpnn)

Nah, kata Enny, kalau itu dirubah tentu akan merubah keseluruhan pasal yang ada di dalam RUU Antiterorisme itu. “Kalau kami tambahkan itu, khawatirnya nanti akan menyebabkan adanya perubahan di dalam rumusan delik yang ada dalam pasal 6 dan 7 itu sendiri,” ungkap Enny.

Menurut dia, tindak pidana terorisme itu sebetulnya sudah dirumuskan sedemikian rupa yaitu segala perbuatan yang unsur-unsurnya ada dalam UU ini. “Itu sudah cukup sebetulnya, tapi ini ada kehendak untuk lebih memperjelas apa itu terorisme yang sebetulnya sudah ada dalam pasal 6 dan 7. Jadi kami harus hati-hati merumuskan itu,” pungkasnya.

Sebelumnya, fraksi-fraksi di DPR dua rumusan alternatif definisi terorisme akan dibahas lagi dalam raker.

Alternatif 1 yakni: Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban, yang bersifat massal, dan atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional.

Alternatif 2: Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal dan atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, atau politik atau gangguan keamanan negara.

Kedua rumusan alternatif definisi terorisme itu dibawa ke raker karena pemerintah belum bisa memutuskan salah satunya. Padahal, kesepuluh fraksi di DPR telah menyampaikan pendapatnya soal dua rumusan definisi terorisme itu.

Dua fraksi memilih alternatif pertama yaitu PDIP dan PKB. Sementara sisanya yaitu Golkar, Gerindra, Demokrat, PAN, PPP, PKS, NasDem, dan Hanura, memilih alternatif kedua.

Ketua Panitia Khusus RUU Antiterorisme M Syafii mengatakan, frasa tentang motif, tujuan politik dan ancaman terhadap negara, belum terangkum dalam definisi terorisme yang dipaparkan pemerintah. “Frasa itulah yang membedakan antara kejahatan kriminal biasa dengan terorisme,” kata Syafii di gedung DPR, Jakarta, Rabu (23/5).

Politikus Partai Gerindra itu meminta pemerintah memperjelas definisi terorisme, termasuk yang terkait motif politik. Menurutnya, aparat dalam menetapkan seseorang sebagai teroris atau bukan harus sesuai dengan hukum. “Ini pemahaman yang baku, bukan sesuatu yang harus dijelaskan. Ini logika hukum,” paparnya.

Dia berharap pemerintah dan DPR memiliki kesamaan logika hukum terkait persoalan tersebut. “Nanti insyaallah bisa disepakati,” tegasnya. (boy/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru