JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Spekulasi bermunculan terkait alasan yang menyebabkan pelarangan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo ke Amerika Serikat (AS), meskipun mendapatkan undangan resmi. Lantaran, hingga Senin (23/10), pihak AS tidak mau membuka penyebab larangan dari US Custom
and Border Protection yang disampaikan melalui maskapai Emirates secara lisan itu.
Pakar Hubungan Internasional Teuku Rezasyah menuturkan, US Custom and Border Protection adalah instansi di bawah Departement of Homeland Security.
Departemen itu dibentuk pasca serangan bom 11 September 2001 ke gedung World Trade Center New York. Lembaga itu bertugas, di antaranya, mencegah masuknya obat-obatan terlarang, barang melanggar ekspor impor, orang-orang yang punya masalah dengan terorisme,
orang yang bermasalah hukum dalam dan luar negeri, serta orang yang diduga yang akan menyalahgunakan visa.
“Masak seorang panglima TNI, Pak Jenderal Gatot dipersoalkan atas larangan-larangan itu,” ujar pengajar di Universitas Padjajaran, Bandung, kepada Jawa Pos, Senin (23/10).
Tanpa mengesampingkan alasan yang masih ditutupi pemerintah AS, Reza menuturkan, bisa jadi sosok Gatot bagi Negeri Paman Sam itu punya pengaruh yang
signifikan. Pertemuan Chiefs of Defense Conference on Country Violent Extremist Organization (VEOs) di Washington DC itu dikhawatirkan menjadi panggung bagi Gatot untuk menginspirasi cara pandang militer dunia. Bahwa militer bukan sekadar militer, tapi militer juga bersinergi dengan sipil.
“Dugaaan saya adalah satu paper yang dibawa oleh Pak Gatot ini yang bisa menggoyahkan asumsi-asumsi dari
TOR kegiatan itu. Militer Indonesia kan banyak berperan menyelesaikan konflik di banyak negara,” kata dia.
Apalagi, menurut dia, sosok Gatot yang belakangan dikait-kaitkan dengan pemilihan presiden 2019. Kans Gatot untuk menjadi calon presiden atau wakil presiden
dianggap tinggi. “Pemerintah AS mungkin khawatir muncul pemimpin-pemimpin yang berintegrasi dengan kekuatan massa yang kuat. Sebelum Pak Gatot mekar, dia dibonsai dulu. Tapi yang tak disangka dukungan lagi
besar-besarnya,” jelas dia.
Namun, menurut dia, yang sangat mengecewakan adalah pemberitahuan terhadap larangan masuk ke AS itu disampaikan oleh maskapai Emirates. Bukan melalui lembaga pemerintah yang resmi dengan cara-cara diplomatik yang lebih elegan. Sebab, Gatot pergi juga atas nama Indonesia dengan perintah dari Presiden Joko Widodo.
“Kan bisa Gedung Putih telepon istana langsung. Atau Departemen Luar Negeri AS telepon ke kedutaan Indonesia di AS. Bukan lewat maskapai,” tambah dia. Cara seperti itu, menurut dia, dianggap mencoreng nama
Amerika Serikat sendiri.
Sebelumnya pada Sabtu (21/10) sore, Gatot bersama istri dan delegasi dari TNI tidak bisa berangkat ke Washington DC, AS untuk menghadiri pertemuan panglima angkatan
bersenjata se Asia Pasifik yang berlangsung kemarin hingga hari ini (24/10).
Pada saat check in mereka mendapatkan pemberitahuan secara lisan dari petugas maskapai Emirates dilarang masuk AS oleh US Custom and Borde Protection. Padahal, Gatot ke AS dengan undangan resmi dari Panglima Angkatan bersenjata AS Jenderal Joseph Francis Dunford Jr Visa dan persyaratan administratif lainnya sudah dipenuhi seluruhnya.
Pagi kemarin (23/10), Menteri Luar Negeri Retno Marsudi memanggil pejabat Kedutaan Besar AS di Indonesia untuk meminta klarifikasi atas larangan tersebut. Tapi, alasan pelarangan itu ternyata belum terungkap pula dalam pertemuan di kantor Kemenlu.
Sehari sebelumnya, dia juga menelepon Dubes AS membahas hal yang sama. Hanya saja, belum ada penjelasan signifikan dari pihak kedubes atas penolakan masuk itu. “Mereka regret and apology (menyesal dan
meminta maaf) terhadap situasi yang terjadi, yang tentunya menyebabkan ketidaknyamanan ini,’’ terang
Retno di kompleks Istana Kepresidenan, Senin (23/10). Berkaitan dengan hal tersebut, Wakil Dubes AS juga juga
sudah memastikan bahwa larangan masuk itu sudah dicabut dan Gatot dipersilakan melanjutkan kunjungan ke AS. Retno menuturkan, di satu sisi pihaknya bisa
menerima penjelasan atas pencabutan larangan tersebut.
’’Tetapi yang kedua, kita sampaikan bahwa kita tetap meminta klarifikasi, penjelasan, kenapa hal tersebut terjadi,’’ lanjut diplomat 54 tahun itu. Indonesia akan tetap
menunggu penjelasan dari AS.
Saat ini, lanjut Retno, pihak kedubes masih berkoordinasi dengan otoritas lainnya di AS. Mengingat, saat permintaan klarifikasi itu disampaikan, di Washington masih Minggu
malam. ’’Saya sampaikan bahwa ada urgensi bahwa pemerintah Indonesia ingin mendapatkan penjelasan dan klarifikasi,’’ tambahnya. (and/byu/far/syn/bay/jun)