Komisioner ORI Ninik Rahayu menegaskan, tindakan jaksa memaksa Dahlan bertanda tangan dalam kondisi sakit sangat tidak dibenarkan. ’’Itu bisa disebut bagian dari maladministrasi,’’ katanya.
Senada dengan Komnas HAM, Ninik menyarankan pihak Dahlan untuk menyampaikan laporan. Dari laporan itu, ORI akan bekerja meminta keterangan sejumlah pihak.
Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi Widodo Eddyono juga menilai bahwa tindakan jaksa tersebut tidak patut. Memaksa tersangka yang sedang sakit untuk bertanda tangan sangat tidak bisa dibenarkan. ’’Kesannya kok maksa banget, sampai datang malam hari begitu,’’ ujarnya.
Dia setuju kasus itu dilaporkan ke Komisi Kejaksaan, Komnas HAM, maupun Ombudsman. Supriyadi menilai, untuk pemanggilan saksi saja, ada aturan dan kepantasannya. Dia mempertanyakan alasan jaksa yang tidak berkoordinasi lebih dahulu dengan pengacara Dahlan. ’’Kalau kelakuan jaksa seperti itu, bisa jadi motifnya untuk menghalang-halangi hak tersangka,’’ ucapnya.
Selain ICJR, civil society lainnya, Setara Institute, menyampaikan hal yang sama. Ketua Badan Pengurus Setara Institute Hendardi menilai, tindakan jaksa Kejati Jatim yang memaksa menemui Dahlan di rumah sakit merupakan sikap sewenang-wenang. ’’Saya kira, jika perawat sudah melarang masuk dan pihak kejaksaan tetap memaksa, itu adalah perilaku sewenang-wenang,’’ tegasnya.
Menurut aktivis HAM tersebut, tindakan jaksa terhadap Dahlan merupakan bentuk arogansi aparat penegak hukum. ’’Bentuk arogansi kekuasaan aparat kejaksaan yang tidak dapat dibenarkan,’’ ujarnya. (atm/c5/ang/jpg/adz)