SUMUTPOS.CO -Presiden Institut Otonomi Daerah Djohermansyah Djohan mengatakan, undang-undang terkait pemilihan kepala daerah telah beberapa kali direvisi. Hingga kini menjadi UU Nomor 10/2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota.
Namun meski demikian, dalam praktik pelaksanaan pilkada serentak 2017, sejumlah kasus masih tetap mengemuka. Bahkan masih terkait permasalahan yang sama, seperti terjadi dalam pelaksanaan pikada-pilkada sebelumnya.
“Misal dalam catatan saya, ada calon yang maju, dia tersangka atau terdakwa. Belum lagi kami mendengar (meski tak melihat langsung,red), ada mahar bila kandidat mau maju menggunakan ‘kendaraan’ partai politik’,” ujar Djohermansyah pada evaluasi pelaksanaan Pilkada serentak 2017, yang digelar Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.
Mantan Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Kemendagri ini juga mengatakan, masih menemukan masalah politik dinasti. Bahkan kini semakin berkembang.
Demikian juga pasangan calon tunggal, jumlahnya naik dari sebelumnya hanya diikuti tiga pasangan calon pada pilkada serentak 2015, menjadi sembilan pasangan calon.
“Ini tentu perlu diatur lebih tegas, kalau memang UU Pilkada akan disempurnakan. Memang sekarang waktunya singkat, karena Pilkada Serentak 2018 akan berlangsung pada Juni, makanya perlu program kilat dan permintaan dari pemerintah,” ucap pria yang akrab disapa Prof Djo ini.
Sementara itu terkait masalah teknis penyelenggaraan, Prof Djo menilai profesionalisme dan integritas petugas di lapangan perlu ditingkatkan. Demikian juga dengan dukungan pemerintah, perlu lebih baik lagi, agar tahapan pilkada tak banyak terganggu.
“Pemerintah ini kan memberi dukungan atas pelaksanaan pemilu, tugas pemerintah ke depannya seperti pencairan anggaran pilkada lewat NPHD (naskah perjanjian hibah daerah,red) harus dipastikan. Begitu juga daftar pemilih, jangan lagi ada warga tak memperoleh hak pilihnya seperti di DKI Jakarta kemarin,” pungkas Prof Djo. (gir/jpnn)