JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mengatakan, pihaknya kembali melakukan pemantauan terhadap aliran dana dari investor ke berbagai pihak terkait dengan produk investasi ilegal.
“Per tanggal 24 Maret PPATK kembali melakukan penghentian sementara transaksi yang diduga berasal dari tindak pidana berupa investasi ilegal yang berasal dari 17 rekening dengan nilai Rp 77,945 miliar. Sehingga total penghentian sementara transaksi yang diduga berasal dari tindak pidana berupa investasi ilegal sebesar Rp 502,88 miliar dengan jumlah 275 rekening,” ujar Ivan dalam keterangannya, Jumat (25/3).
Ivan menjelaskan bahwa PPATK terus memantau dan melakukan analisis terhadap dugaan tindak pidana investasi ilegal. Berdasarkan hasil analisis PPATK, modus aliran uang tersebut cukup beragam, seperti disimpan dalam bentuk aset kripto, serta penggunaan rekening milik orang lain dan kemudian dipindahkan ke berbagai rekening di beberapa bank untuk mempersulit penelusuran transaksi.
PPATK terus berkoordinasi dengan Financial Intelligence Unit (FIU) dari Negara lain guna menelusuri aliran dan para pelaku investasi ilegal.
“PPATK memiliki kewenangan dalam melakukan penghentian sementara transaksi selama 20 hari kerja dan selanjutnya berkoordinasi serta melaporkan kepada penegak hukum terhadap transaksi mencurigakan dalam nominal besar terkait dengan investasi yang diduga ilegal,” katanya.
Selain itu, pelaporan yang disampaikan oleh pihak pelapor terhadap penyedia jasa keuangan dan penyedia barang dan jasa ke PPATK juga dimaksudkan untuk menjaga pihak pelapor dari risiko hukum dan reputasi. Pasalnya, hal itu dapat mencegah pemanfaatan phak pelapor sebagai sarana dan sasaran oleh pelaku kejahatan untuk mencuci hasil tindak pidana.
Dalam Pasal 29 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, disebutkan secara tegas bahwa pihak pelapor tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana atas pelaksanaan kewajiban pelaporan kepada PPATK.
Pihak Pelapor dan Profesi terdiri atas Penyedia Jasa Keuangan dan Penyedia Barang dan Jasa. Penyedia jasa keuangan mencakup bank, perusahaan pembiayaan, perusahaan asuransi, pialang asuransi, dana pensiun lembaga keuangan, perusahaan efek, manajer investasi, dan penyedia jasa keuangan lainnya. Sementara itu, penyedia barang dan jasa terdiri atas perusahaan atau agen properti, pedagang kendaraan bermotor, pedagang permata dan perhiasan atau logam mulia, pedagang barang seni dan antik, dan balai lelang.
Menurut Ivan ke depan, PPATK juga fokus terhadap pencegahan dan pemberantasan TPPU dari hasil kejahatan lingkungan atau green financial crime (GFC).
Pasalnya menurut Ivan, berdasarkan data FATF yang dirilis Juli 2021, dari data Interpol dan Norwegian Center for Global Analysis (RHIPTO), kejahatan lingkungan disebutkan menjadi salah satu tindak kriminal utama internasional yang nilainya bisa mencapai USD 281 miliar atau Rp 1.540 triliun setiap tahun. (jpc/han)