25.6 C
Medan
Thursday, May 16, 2024

Setoran Awal Haji Dikaji Ulang

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kementerian Agama (Kemenag) bersama Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) menggodok beragam skema untuk meringankan beban pelunasan biaya haji. Salah satunya, mengkaji ulang besaran setoran awal pendaftaran haji yang sekarang ditetapkan Rp25 juta per jamaah.

KALI terakhir, pemerintah menaikkan setoran awal pendaftaran haji pada 3 Mei 2010. Dari Rp20 juta menjadi Rp25 juta per jamaah. Penambahan biaya pendaftaran haji saat itu diputuskan untuk menekan laju pertambahan jumlah antrean jamaah haji. Kala itu antrean haji mencapai 1,5 juta orang. Saat ini panjang antrean sudah lebih dari 5 juta orang.

Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag Hilman Latief menjelaskan, pada mulanya sistem perhajian di Indonesia tidak menggunakan model antrean. “Dulu daftar langsung berangkat. Tidak pakai antrean,” katanya di Jakarta, kemarin (24/1).

Hingga kemudian disepakati sistem pendaftaran dibuka sepanjang tahun dengan konsekuensi ada antrean jemaah haji. Hilman mengatakan, ada fakta bahwa dalam beberapa tahun terakhir setoran awal pendaftaran haji tidak naik. Tetap Rp25 juta.

Sementara itu, biaya riil ibadah haji setiap tahun naik. Bahkan, terjadi lonjakan signifikan dari musim 2019 sebesar Rp69,16 juta menjadi Rp97,79 juta pada musim haji 2022. “Dulu setoran awal (Rp25 juta) itu 70 persen dari total biaya yang dikeluarkan,” ungkapnya.

Pada 2010, misalnya, setiap calon jamaah haji cukup melunasi sekitar Rp5 jutaan. Sebab, saat itu biaya yang jadi tanggungan jemaah ditetapkan Rp30 juta. Atau, jika jamaah membayar setoran awal Rp20 juta, pelunasannya sekitar Rp10 juta. “Sekarang (setoran awal pendaftaran haji, Red) akan kita hitung lagi. Supaya tidak memberatkan jamaah saat pelunasan,” tuturnya.

Dengan setoran awal makin besar, selisih saat pelunasan bisa lebih terjangkau. Selain itu, dana haji yang dikelola BPKH bertambah. Dengan begitu, berpotensi menghasilkan nilai investasi lebih besar pula.

Muncul pertanyaan, apakah memungkinkan persentase biaya haji antara tanggungan jemaah dan BPKH ditetapkan di awal? Jadi, saat mendaftar haji, calon jemaah sudah mengetahui proporsi tanggungannya. Menurut Hilman, biaya haji di masa mendatang tidak bisa ditetapkan secara pasti saat ini. Meski begitu, Kemenag dan BPKH akan membuat semacam perkiraan biaya haji untuk 5–10 tahun ke depan. Perkiraan itu, antara lain, disusun dengan tren kenaikan inflasi dan faktor lainnya. Sehingga calon jemaah memiliki ancar-ancar untuk menyiapkan uang pelunasan.

Kepala BPKH Fadlul Imansyah menjelaskan, capaian pendapatan investasi (yield) dana haji 2022 yang ada di angka 6,28 persen. Hasil investasi itu adalah gabungan dari 70 persen penempatan di surat berharga syariah negara (SBSN/sukuk) dan 30 persen di deposito perbankan. “Secara yield SBSN itu di atas 7 persen,” kata dia.

Sebaliknya, penempatan deposito dalam beberapa tahun terakhir, rate bunganya pernah hanya di angka 3,5 persen. Fadlul menegaskan, bunga atau hasil investasi dari penempatan deposito di bawah 4 persen. Tetapi, tahun ini bunga deposito sudah mulai bergerak di kisaran 5 persen sampai 6 persenan.

Soal porsi subsidi BPKH dalam biaya haji tahun ini yang hanya 30 persen dari BPIH, Fadhlul mengatakan, sejatinya bukan angka mati. Masih bisa dinego. “Kita tidak masalah (diubah),” ucapnya. Namun, ketika porsi subsidi BPKH ditingkatkan, akan menggerus nilai manfaat calon jemaah haji yang masih mengantre.

Sementara itu, Wakil Ketua MPR RI Yandri Susanto mengaku mendapat banyak pertanyaan dan keluhan terkait kenaikan biaya haji. “Aspirasi yang masuk ke kami, biaya itu terlalu berat bagi jamaah,” terang dia di kompleks parlemen Senayan, Jakarta, kemarin.

Yandri yang juga anggota Komisi VIII DPR menegaskan, kenaikan biaya ibadah haji baru sebatas usulan. Kenaikan biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) jadi sekitar Rp69 juta belum final. Menurut dia, dalam waktu dekat Panja Haji Komisi VIII DPR akan membahas secara detail dan transparan soal biaya haji. Harapannya, beban jamaah tidak terlalu berat. Namun, kata dia, harus dihitung secara matang agar uang haji yang dikelola BPKH tetap sehat untuk keberlangsungan pelaksanaan ibadah haji di masa yang akan datang. Yandri meminta kepada seluruh calon jamaah haji yang akan berangkat pada 2023 tidak terlalu risau. “Insya Allah hasilnya kemungkinan besar tetap akan di bawah Rp69 juta,” ujarnya.

Pihaknya meminta Kemenag untuk memelototi semua item yang menyangkut besaran ongkos haji. Misalnya tiket pesawat sebesar Rp33 juta, apakah masih bisa ditekan. “Menurut saya sih harusnya bisa. Kemudian hotel, katering, dan lain sebagainya,” ucap dia.

Awal bulan depan, Panja Haji Komisi VIII juga akan berangkat ke Saudi. Pihaknya akan memastikan perhotelan, penerbangan, katering, dan kebutuhan haji lainnya. Pulang dari Saudi, panja akan memutuskan besaran biaya haji yang dibebankan kepada jamaah.

Bebani Pemerintah

Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy ikut-ikutan mengomentari polemik besaran dana haji. Secara khusus mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) itu menyoroti pengelolaan dana haji oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Menurut Muhadjir, pengelolaan dana haji oleh BPKH belum maksimal.

Sorotan Muhadjir terhadap pengelolaan dana itu disampaikan usai mengikuti Rapat Terbatas di Istana Kepresidenan, kemarin (25/1). Dia menegaskan, besaran biaya haji yang muncul saat ini masih sebatas usulan Kementerian Agama (Kemenag). Usulan tersebut akan dibahas lebih lanjut dengan DPR. “Selama ini memang dana haji (yang dibayar jamaah) di bawah dari biaya yang seharusnya,” katanya.

Sehingga pemerintah harus memberikan subsidi. Subsidi itu diambil dari hasil pengelolaan dana haji yang dilakukan oleh BPKH. Dana yang dikelola BPKH dari calon jamaah haji yang masih antre, menurutnya belum maksimal. Kondisi itulah yang menyebabkan pemerintah harus mensubsidi. “Yang lebih teknis tanya Menag,” sebutnya.

Subsidi biaya haji itu, diakui Muhadjir, membebani pemerintah. Untuk itu pemerintah ingin ada penyesuaian biaya haji. Tujuannya untuk keberlangsungan dari penyelenggaraan haji bisa terjamin.

Fraksi PKS DPRD Sumut Menolak

Aksi penolakan atas usulan kenaikan biaya ibadah Haji tahun 2023 dilakukan Fraksi PKS DPRD Sumut saat rapat paripurna di Gedung DPRD Sumut, Jalan Imam Bonjol Medan, Rabu (25/1) siang. Dalam aksinya, seluruh anggota Fraksi PKS DPRD Sumut kompak membentangkan poster bertuliskan ‘Menolak Usulan Biaya Kenaikan Haji 1444 Hijriah/2023 Masehi’.

Fraksi PKS menilai, kenaikan biaya haji tahun ini sangat signifikan, sehingga memberatkan umat Islam yang akan melaksanakan rukun Islam kelima itu. “Bagi kami, rakyat Indonesia tentu keberatan dengan kenaikan (biaya haji) yang signifikan itu. Maka Fraksi PKS DPRD Sumut menolak secara tegas kenaikan biaya ibadah haji tahun ini,” kata Ketua Fraksi PKS DPRD Sumut, Jumadi saat dikonfirmasi Sumut Pos, kemarin.

Jumadi yang juga menjabat Sekretaris Komisi C DPRD Sumut itu mengatakan, usulan biaya haji tahun 2023 yang diusulkan Kementerian Agama sebesar Rp69 juta mengalami peningkatan drastis dari tahun sebelumnya yang hanya Rp39,8 juta. “Ibadah haji itu, ibadah wajib bagi umat Islam bagi yang mampu menunaikannya. Sementara pelaksanaan ibadah haji ini menjadi tanggung jawab pemerintah dan inikan sedang berjalan,” ujar Jumadi.

Mantan anggota DPRD Medan ini mengungkapkan, tahapan kenaikan biaya haji sewajarnya disesuaikan dengan kenaikan untuk menyesuasikan kurs mata uang di Arab Saudi. Tapi, ia menilai tidak wajar usulan kenaikan haji hingga hampir dua kali lipat. “Tentu ini memberatkan sekali bagi kami, umat islam yang akan naik haji. Sudah menabung, menunggu sampai 15 tahun 20 tahun, harganya Rp25 juta. Tiba-tiba harus menambah jumlah yang besar. Inikan memberatkan masyarakat, khusunya Indonesia yang notabene, petani nelayan. Ini sangat terasa sekali dengan kenaikan itu,” sebut Jumadi.

Jumadi mengingatkan pemerintah, terkhusus Kementerian Agama untuk tidak mencari keuntungan dalam pelaksanaan ibadah haji. Tugas Pemerintah memberikan pelayanan bagi masyarakat menunaikan ibadah haji. “Pemerintah harus menjadi pelayan, jangan jadikan ibadah haji ini untuk mencari keuntungan,” tegasnya. (wan/lum/lyn/c9/fal/jpg/gus/adz)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kementerian Agama (Kemenag) bersama Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) menggodok beragam skema untuk meringankan beban pelunasan biaya haji. Salah satunya, mengkaji ulang besaran setoran awal pendaftaran haji yang sekarang ditetapkan Rp25 juta per jamaah.

KALI terakhir, pemerintah menaikkan setoran awal pendaftaran haji pada 3 Mei 2010. Dari Rp20 juta menjadi Rp25 juta per jamaah. Penambahan biaya pendaftaran haji saat itu diputuskan untuk menekan laju pertambahan jumlah antrean jamaah haji. Kala itu antrean haji mencapai 1,5 juta orang. Saat ini panjang antrean sudah lebih dari 5 juta orang.

Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag Hilman Latief menjelaskan, pada mulanya sistem perhajian di Indonesia tidak menggunakan model antrean. “Dulu daftar langsung berangkat. Tidak pakai antrean,” katanya di Jakarta, kemarin (24/1).

Hingga kemudian disepakati sistem pendaftaran dibuka sepanjang tahun dengan konsekuensi ada antrean jemaah haji. Hilman mengatakan, ada fakta bahwa dalam beberapa tahun terakhir setoran awal pendaftaran haji tidak naik. Tetap Rp25 juta.

Sementara itu, biaya riil ibadah haji setiap tahun naik. Bahkan, terjadi lonjakan signifikan dari musim 2019 sebesar Rp69,16 juta menjadi Rp97,79 juta pada musim haji 2022. “Dulu setoran awal (Rp25 juta) itu 70 persen dari total biaya yang dikeluarkan,” ungkapnya.

Pada 2010, misalnya, setiap calon jamaah haji cukup melunasi sekitar Rp5 jutaan. Sebab, saat itu biaya yang jadi tanggungan jemaah ditetapkan Rp30 juta. Atau, jika jamaah membayar setoran awal Rp20 juta, pelunasannya sekitar Rp10 juta. “Sekarang (setoran awal pendaftaran haji, Red) akan kita hitung lagi. Supaya tidak memberatkan jamaah saat pelunasan,” tuturnya.

Dengan setoran awal makin besar, selisih saat pelunasan bisa lebih terjangkau. Selain itu, dana haji yang dikelola BPKH bertambah. Dengan begitu, berpotensi menghasilkan nilai investasi lebih besar pula.

Muncul pertanyaan, apakah memungkinkan persentase biaya haji antara tanggungan jemaah dan BPKH ditetapkan di awal? Jadi, saat mendaftar haji, calon jemaah sudah mengetahui proporsi tanggungannya. Menurut Hilman, biaya haji di masa mendatang tidak bisa ditetapkan secara pasti saat ini. Meski begitu, Kemenag dan BPKH akan membuat semacam perkiraan biaya haji untuk 5–10 tahun ke depan. Perkiraan itu, antara lain, disusun dengan tren kenaikan inflasi dan faktor lainnya. Sehingga calon jemaah memiliki ancar-ancar untuk menyiapkan uang pelunasan.

Kepala BPKH Fadlul Imansyah menjelaskan, capaian pendapatan investasi (yield) dana haji 2022 yang ada di angka 6,28 persen. Hasil investasi itu adalah gabungan dari 70 persen penempatan di surat berharga syariah negara (SBSN/sukuk) dan 30 persen di deposito perbankan. “Secara yield SBSN itu di atas 7 persen,” kata dia.

Sebaliknya, penempatan deposito dalam beberapa tahun terakhir, rate bunganya pernah hanya di angka 3,5 persen. Fadlul menegaskan, bunga atau hasil investasi dari penempatan deposito di bawah 4 persen. Tetapi, tahun ini bunga deposito sudah mulai bergerak di kisaran 5 persen sampai 6 persenan.

Soal porsi subsidi BPKH dalam biaya haji tahun ini yang hanya 30 persen dari BPIH, Fadhlul mengatakan, sejatinya bukan angka mati. Masih bisa dinego. “Kita tidak masalah (diubah),” ucapnya. Namun, ketika porsi subsidi BPKH ditingkatkan, akan menggerus nilai manfaat calon jemaah haji yang masih mengantre.

Sementara itu, Wakil Ketua MPR RI Yandri Susanto mengaku mendapat banyak pertanyaan dan keluhan terkait kenaikan biaya haji. “Aspirasi yang masuk ke kami, biaya itu terlalu berat bagi jamaah,” terang dia di kompleks parlemen Senayan, Jakarta, kemarin.

Yandri yang juga anggota Komisi VIII DPR menegaskan, kenaikan biaya ibadah haji baru sebatas usulan. Kenaikan biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) jadi sekitar Rp69 juta belum final. Menurut dia, dalam waktu dekat Panja Haji Komisi VIII DPR akan membahas secara detail dan transparan soal biaya haji. Harapannya, beban jamaah tidak terlalu berat. Namun, kata dia, harus dihitung secara matang agar uang haji yang dikelola BPKH tetap sehat untuk keberlangsungan pelaksanaan ibadah haji di masa yang akan datang. Yandri meminta kepada seluruh calon jamaah haji yang akan berangkat pada 2023 tidak terlalu risau. “Insya Allah hasilnya kemungkinan besar tetap akan di bawah Rp69 juta,” ujarnya.

Pihaknya meminta Kemenag untuk memelototi semua item yang menyangkut besaran ongkos haji. Misalnya tiket pesawat sebesar Rp33 juta, apakah masih bisa ditekan. “Menurut saya sih harusnya bisa. Kemudian hotel, katering, dan lain sebagainya,” ucap dia.

Awal bulan depan, Panja Haji Komisi VIII juga akan berangkat ke Saudi. Pihaknya akan memastikan perhotelan, penerbangan, katering, dan kebutuhan haji lainnya. Pulang dari Saudi, panja akan memutuskan besaran biaya haji yang dibebankan kepada jamaah.

Bebani Pemerintah

Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy ikut-ikutan mengomentari polemik besaran dana haji. Secara khusus mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) itu menyoroti pengelolaan dana haji oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Menurut Muhadjir, pengelolaan dana haji oleh BPKH belum maksimal.

Sorotan Muhadjir terhadap pengelolaan dana itu disampaikan usai mengikuti Rapat Terbatas di Istana Kepresidenan, kemarin (25/1). Dia menegaskan, besaran biaya haji yang muncul saat ini masih sebatas usulan Kementerian Agama (Kemenag). Usulan tersebut akan dibahas lebih lanjut dengan DPR. “Selama ini memang dana haji (yang dibayar jamaah) di bawah dari biaya yang seharusnya,” katanya.

Sehingga pemerintah harus memberikan subsidi. Subsidi itu diambil dari hasil pengelolaan dana haji yang dilakukan oleh BPKH. Dana yang dikelola BPKH dari calon jamaah haji yang masih antre, menurutnya belum maksimal. Kondisi itulah yang menyebabkan pemerintah harus mensubsidi. “Yang lebih teknis tanya Menag,” sebutnya.

Subsidi biaya haji itu, diakui Muhadjir, membebani pemerintah. Untuk itu pemerintah ingin ada penyesuaian biaya haji. Tujuannya untuk keberlangsungan dari penyelenggaraan haji bisa terjamin.

Fraksi PKS DPRD Sumut Menolak

Aksi penolakan atas usulan kenaikan biaya ibadah Haji tahun 2023 dilakukan Fraksi PKS DPRD Sumut saat rapat paripurna di Gedung DPRD Sumut, Jalan Imam Bonjol Medan, Rabu (25/1) siang. Dalam aksinya, seluruh anggota Fraksi PKS DPRD Sumut kompak membentangkan poster bertuliskan ‘Menolak Usulan Biaya Kenaikan Haji 1444 Hijriah/2023 Masehi’.

Fraksi PKS menilai, kenaikan biaya haji tahun ini sangat signifikan, sehingga memberatkan umat Islam yang akan melaksanakan rukun Islam kelima itu. “Bagi kami, rakyat Indonesia tentu keberatan dengan kenaikan (biaya haji) yang signifikan itu. Maka Fraksi PKS DPRD Sumut menolak secara tegas kenaikan biaya ibadah haji tahun ini,” kata Ketua Fraksi PKS DPRD Sumut, Jumadi saat dikonfirmasi Sumut Pos, kemarin.

Jumadi yang juga menjabat Sekretaris Komisi C DPRD Sumut itu mengatakan, usulan biaya haji tahun 2023 yang diusulkan Kementerian Agama sebesar Rp69 juta mengalami peningkatan drastis dari tahun sebelumnya yang hanya Rp39,8 juta. “Ibadah haji itu, ibadah wajib bagi umat Islam bagi yang mampu menunaikannya. Sementara pelaksanaan ibadah haji ini menjadi tanggung jawab pemerintah dan inikan sedang berjalan,” ujar Jumadi.

Mantan anggota DPRD Medan ini mengungkapkan, tahapan kenaikan biaya haji sewajarnya disesuaikan dengan kenaikan untuk menyesuasikan kurs mata uang di Arab Saudi. Tapi, ia menilai tidak wajar usulan kenaikan haji hingga hampir dua kali lipat. “Tentu ini memberatkan sekali bagi kami, umat islam yang akan naik haji. Sudah menabung, menunggu sampai 15 tahun 20 tahun, harganya Rp25 juta. Tiba-tiba harus menambah jumlah yang besar. Inikan memberatkan masyarakat, khusunya Indonesia yang notabene, petani nelayan. Ini sangat terasa sekali dengan kenaikan itu,” sebut Jumadi.

Jumadi mengingatkan pemerintah, terkhusus Kementerian Agama untuk tidak mencari keuntungan dalam pelaksanaan ibadah haji. Tugas Pemerintah memberikan pelayanan bagi masyarakat menunaikan ibadah haji. “Pemerintah harus menjadi pelayan, jangan jadikan ibadah haji ini untuk mencari keuntungan,” tegasnya. (wan/lum/lyn/c9/fal/jpg/gus/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/