26.7 C
Medan
Tuesday, May 7, 2024

PKS Tantang KPK ‘Telanja ng’ di Pengadilan

JAKARTA-Partai Keadilan Sejahtera tak terima dengan sejumlah dakwaan yang dinilai memojokkan partainya dan kepada Presiden PKS Anis Matta. Wakil Sekretaris Jenderal PKS Fahri Hamzah menilai, tudingan adanya uang dari Yudi Setiawan kepada Anis tidak terbukti secara tegas dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum. Dan hal itu adalah fitnah. PKS pun menantang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk ‘telanjang’ alias buka-bukaan di pengadilan.
“Menurut saya, dakwaan itu lebih merupakan fitnah daripada memperjelas konstruksi masalah,” ujar Fahri kepada wartawan di gedung parlemen, Jakarta, kemarin (25/6).

Fahri menyatakan, dakwaan JPU tidak bisa membuktikan bahwa dana Rp 1,9 miliar itu diterima oleh Anis. Ini karena, dalam dakwaan tudingan menerima itu hanya didasarkan percakapan Anis yang katanya ditelepon terdakwa kasus impor daging Ahmad Fathanah. Sementara dalam pemanggilan Anis oleh KPK, hal semacam itu tidak pernah ditanyakan, namun muncul dalam dakwaan JPU.

“Kok semudah itu dia dituduh terima uang dari Yudi. Pak Anis tidak kenal Yudi,” tegas Fahri.

Anis, ujar Fahri, dipanggil oleh KPK dalam kaitan adanya salinan akta tanah miliknya yang ada di dalam berkas milik Fathanah. Menurut Fahri, surat tanah itu sudah pernah dilaporkan Anis dalam Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) sehingga KPK seharusnya dengan mudah memeriksa. “Kalau kopi sertifikat di Fathanah, so what,” ujarnya.

Fahri juga mempertanyakan dakwaan terkait dana 2 triliun yang masuk ke PKS. Menurut dia, tudingan itu lagi-lagi tidak jelas karena Jaksa tidak mampu membuktikan asumsi-asumsi dana triliunan itu ke PKS. “Apa cara (pengumpulan dana) seperti itu masuk akal. Dakwaan itu jangan jadi kaya cerita detektif. Loncat sana loncat sini,” sorotnya.

Fahri menyatakan, jika KPK berani, sebaiknya digelar sidang konfrontasi terbuka untuk membuktikan tudingan itu. Dia mendorong majelisn
hakim untuk bisa menghadirkan saksi-saksi yang dipersoalkan. “Yudi harus dikonfrontir dengan Fathanah, dengan Pak Luthfi (Luthfi Hasan Ishaaq, Red). Telanjanglah kita di depan pengadilan,” ujarnya.

Meski begitu, Fahri ragu jika KPK berani membuka konfrontasi membahas substansi kasus. Selama ini, KPK menurut Fahri hanya fokus pada pemeriksaan yang tidak menyentuh substansi, seperti memanggil Darin yang sama sekali tidak terkait kasus yang diangkat KPK. “Kalau berani buka saja semua terkait kasus, jangan setengah-setengah,” tegasnya.

Sementara itu, tudingan adanya aliran dana Fathanah kepada anggota Fraksi PKS Jazuli Juwaini langsung mendapat tanggapan dari yang bersangkutan. Jazuli menyatakan, dirinya memang pernah bertransaksi dengan Fathanah, karena menjual mobil Toyota Pradonya kepada terdakwa kasus impor daging itu.

“Itu jual beli, bukan bisnis. Saya butuh uang maka jual mobil. Kebetulan yang beli AF,” ujarnya.
Menurut Jazuli, transaksi yang dia lakukan murni jual beli mobil Prado itu. Dia membantah jika aliran dana itu terkait dengan hal-hal lain. Dia juga merasa tak memiliki urusan dengan penyitaan mobil Prado atas nama Luthfi. “Itu tak perlu dikait-kaitkan,” tandasnya.

Gubernur Jawa Barat pun Terseret

Surat dakwaan Lutfhi Hasan Ishaaq (LHI) maupun Ahmad Fathanah tidak hanya mengungkap permainan proyek yang dilakukan keduanya. Jaksa juga membeberkan praktik pencaloan keduanya untuk pemilihan kepala daerah maupun pemilihan legislatif. Beberapa diantaranya dari PKS, seperti Ahmad Heryawan (Aher) Gubernur Jawa Barat. Nama Aher disebut dalam surat dakwaan Fathanah.

Jaksa Wawan Yunarwanto mengatakan pada 11 Juli 2012, Fathanah menerima cek senilai Rp 450 juta dari Yudi Setiawan.  “Terdakwa (Fathanah) bertemu Yudi Setiawan di rumah makan Arab Alayerajes, Jakarta,” ujar Wawan. Dalam pertemuan itu diungkapkan uang Rp 450 juta itu untuk pencalonan Ahmad Heryawan pada Pilkada Jawa Barat. Fathanah juga pernah mengurus pilgub Sulawesi Selatan yang kala itu diikuti Walikota Makassar Ilham Arief Sirajuddin.

Jaksa Rini Triningsih mengatakan Fathanah sempat menerima uang Rp 8 M. “Uang itu untuk pemenangan pilgub Sulsel,” ujar Rini. Dalam kaitan ini, Ilham memang pernah dipanggil KPK. Dia juga mengaku kenal dengan Fathanah.

Nama pejabat PKS yang terseret dalam dakwaan lainnya ialah Hilmi Aminuddin. Ketua Majelis Syuro PKS itu diduga menerima hasil pencucian uang yang dilakukan LHI. Dalam surat dakwaan halaman 38 disebutkan LHI membeli rumah seluas 250 m2 di Cipanes, Cianjur, Jabar untuk Hilmi Aminuddin. “Rumah itu seharga Rp 1,5 Miliar dan dibayarkan bertahap sebanyak 29 kali,” ujar jaksa penuntut umum.

Selain Hilmi, dalam dakwaan juga ada anggota DPR RI dari PKS lain. Misalnya Budiyanto, Jazuli Juwaini dan Suripto. Ketiga nama itu disebut dalam dakwaan terkait pembelian dua unit cluster Perumahan Batu Ampar, Jakarta Timur. Cluster senilai Rp 1,8 M itu kemudian dibagi dalam lima blok. “Masing-masing diatasnamakan Luthfi Hasan Ishaaq (dua blok), Ahmad Zaky, Budiyanto, dan Jazuli Juwaini,” terang Wawan Yunarwanto.

Dalam dakwaan juga banyak dibeberkan peran Fathanah dalam mengalihkan sejumlah uang untuk sabahatnya, LHI. Bahkan ‘bulan madu’ LHI dan Darin ke Malaysia yang dilakukan Desember 2012 pun ternyata akomodasinya disiapkan oleh Fathanah.

Jaksa menyebutkan dalam pelesir bersama Darin dan kedua orang tuanya, LHI menerima akomodasi dari Fathanah senilai USD 7.638. Uang sebanyak itu untuk tiket Malaysia Airlines Jakarta “ Kuala Lumpur pulang pergi. Ayah Darin, Ziad Hisyam Baladja memang mengaku perjalanan tersebut. Menurut dia perjalanan ke Malaysia itu dalam rangka liburan sekolah Darin. “Bukan bulan madu, kebetulan liburan sekolah saja. Jadi kesana bareng-bareng,” ujarnya. (gun

JAKARTA-Partai Keadilan Sejahtera tak terima dengan sejumlah dakwaan yang dinilai memojokkan partainya dan kepada Presiden PKS Anis Matta. Wakil Sekretaris Jenderal PKS Fahri Hamzah menilai, tudingan adanya uang dari Yudi Setiawan kepada Anis tidak terbukti secara tegas dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum. Dan hal itu adalah fitnah. PKS pun menantang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk ‘telanjang’ alias buka-bukaan di pengadilan.
“Menurut saya, dakwaan itu lebih merupakan fitnah daripada memperjelas konstruksi masalah,” ujar Fahri kepada wartawan di gedung parlemen, Jakarta, kemarin (25/6).

Fahri menyatakan, dakwaan JPU tidak bisa membuktikan bahwa dana Rp 1,9 miliar itu diterima oleh Anis. Ini karena, dalam dakwaan tudingan menerima itu hanya didasarkan percakapan Anis yang katanya ditelepon terdakwa kasus impor daging Ahmad Fathanah. Sementara dalam pemanggilan Anis oleh KPK, hal semacam itu tidak pernah ditanyakan, namun muncul dalam dakwaan JPU.

“Kok semudah itu dia dituduh terima uang dari Yudi. Pak Anis tidak kenal Yudi,” tegas Fahri.

Anis, ujar Fahri, dipanggil oleh KPK dalam kaitan adanya salinan akta tanah miliknya yang ada di dalam berkas milik Fathanah. Menurut Fahri, surat tanah itu sudah pernah dilaporkan Anis dalam Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) sehingga KPK seharusnya dengan mudah memeriksa. “Kalau kopi sertifikat di Fathanah, so what,” ujarnya.

Fahri juga mempertanyakan dakwaan terkait dana 2 triliun yang masuk ke PKS. Menurut dia, tudingan itu lagi-lagi tidak jelas karena Jaksa tidak mampu membuktikan asumsi-asumsi dana triliunan itu ke PKS. “Apa cara (pengumpulan dana) seperti itu masuk akal. Dakwaan itu jangan jadi kaya cerita detektif. Loncat sana loncat sini,” sorotnya.

Fahri menyatakan, jika KPK berani, sebaiknya digelar sidang konfrontasi terbuka untuk membuktikan tudingan itu. Dia mendorong majelisn
hakim untuk bisa menghadirkan saksi-saksi yang dipersoalkan. “Yudi harus dikonfrontir dengan Fathanah, dengan Pak Luthfi (Luthfi Hasan Ishaaq, Red). Telanjanglah kita di depan pengadilan,” ujarnya.

Meski begitu, Fahri ragu jika KPK berani membuka konfrontasi membahas substansi kasus. Selama ini, KPK menurut Fahri hanya fokus pada pemeriksaan yang tidak menyentuh substansi, seperti memanggil Darin yang sama sekali tidak terkait kasus yang diangkat KPK. “Kalau berani buka saja semua terkait kasus, jangan setengah-setengah,” tegasnya.

Sementara itu, tudingan adanya aliran dana Fathanah kepada anggota Fraksi PKS Jazuli Juwaini langsung mendapat tanggapan dari yang bersangkutan. Jazuli menyatakan, dirinya memang pernah bertransaksi dengan Fathanah, karena menjual mobil Toyota Pradonya kepada terdakwa kasus impor daging itu.

“Itu jual beli, bukan bisnis. Saya butuh uang maka jual mobil. Kebetulan yang beli AF,” ujarnya.
Menurut Jazuli, transaksi yang dia lakukan murni jual beli mobil Prado itu. Dia membantah jika aliran dana itu terkait dengan hal-hal lain. Dia juga merasa tak memiliki urusan dengan penyitaan mobil Prado atas nama Luthfi. “Itu tak perlu dikait-kaitkan,” tandasnya.

Gubernur Jawa Barat pun Terseret

Surat dakwaan Lutfhi Hasan Ishaaq (LHI) maupun Ahmad Fathanah tidak hanya mengungkap permainan proyek yang dilakukan keduanya. Jaksa juga membeberkan praktik pencaloan keduanya untuk pemilihan kepala daerah maupun pemilihan legislatif. Beberapa diantaranya dari PKS, seperti Ahmad Heryawan (Aher) Gubernur Jawa Barat. Nama Aher disebut dalam surat dakwaan Fathanah.

Jaksa Wawan Yunarwanto mengatakan pada 11 Juli 2012, Fathanah menerima cek senilai Rp 450 juta dari Yudi Setiawan.  “Terdakwa (Fathanah) bertemu Yudi Setiawan di rumah makan Arab Alayerajes, Jakarta,” ujar Wawan. Dalam pertemuan itu diungkapkan uang Rp 450 juta itu untuk pencalonan Ahmad Heryawan pada Pilkada Jawa Barat. Fathanah juga pernah mengurus pilgub Sulawesi Selatan yang kala itu diikuti Walikota Makassar Ilham Arief Sirajuddin.

Jaksa Rini Triningsih mengatakan Fathanah sempat menerima uang Rp 8 M. “Uang itu untuk pemenangan pilgub Sulsel,” ujar Rini. Dalam kaitan ini, Ilham memang pernah dipanggil KPK. Dia juga mengaku kenal dengan Fathanah.

Nama pejabat PKS yang terseret dalam dakwaan lainnya ialah Hilmi Aminuddin. Ketua Majelis Syuro PKS itu diduga menerima hasil pencucian uang yang dilakukan LHI. Dalam surat dakwaan halaman 38 disebutkan LHI membeli rumah seluas 250 m2 di Cipanes, Cianjur, Jabar untuk Hilmi Aminuddin. “Rumah itu seharga Rp 1,5 Miliar dan dibayarkan bertahap sebanyak 29 kali,” ujar jaksa penuntut umum.

Selain Hilmi, dalam dakwaan juga ada anggota DPR RI dari PKS lain. Misalnya Budiyanto, Jazuli Juwaini dan Suripto. Ketiga nama itu disebut dalam dakwaan terkait pembelian dua unit cluster Perumahan Batu Ampar, Jakarta Timur. Cluster senilai Rp 1,8 M itu kemudian dibagi dalam lima blok. “Masing-masing diatasnamakan Luthfi Hasan Ishaaq (dua blok), Ahmad Zaky, Budiyanto, dan Jazuli Juwaini,” terang Wawan Yunarwanto.

Dalam dakwaan juga banyak dibeberkan peran Fathanah dalam mengalihkan sejumlah uang untuk sabahatnya, LHI. Bahkan ‘bulan madu’ LHI dan Darin ke Malaysia yang dilakukan Desember 2012 pun ternyata akomodasinya disiapkan oleh Fathanah.

Jaksa menyebutkan dalam pelesir bersama Darin dan kedua orang tuanya, LHI menerima akomodasi dari Fathanah senilai USD 7.638. Uang sebanyak itu untuk tiket Malaysia Airlines Jakarta “ Kuala Lumpur pulang pergi. Ayah Darin, Ziad Hisyam Baladja memang mengaku perjalanan tersebut. Menurut dia perjalanan ke Malaysia itu dalam rangka liburan sekolah Darin. “Bukan bulan madu, kebetulan liburan sekolah saja. Jadi kesana bareng-bareng,” ujarnya. (gun

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/